No idea.
Bisa dibilang lagi buntu.
Dari sekian banyak orang, kenapa harus aku? Lagi, ini bukan pilihanku. Sesuatu yang dilakukan secara terpaksa tidak akan membuahkan hasil yang maksimal.
"Ternyata bacot juga, ya, lo."
"Haha, tinggal lakuin aja apa susahnya, sih?"
Suara itu menyapaku yang sedang berada di kondisi buntu tidak tahu apa-apa. Layaknya berada di dalam ruang sempit yang gelap, seakan tengah di dalam perut ikan hiu.
"Muka doang mirip pangeran, nyali sama sekali nol besar."
"Gitu, kok, berharap dapat banyak pujian."
Lalu, sebuah napas besar seperti berada tepat di depanku. Aku semakin menutup mata dengan erat.
"Nutup mata erat biar apa? Pengecut banget nggak mau lihat kenyataan sesungguhnya."
"Hahaha, sok jago, sih!"
Berbagai seruan itu terus menenggelamkanku ke dasar lautan bersama ikan hiu yang siap mencerna tubuhku kapan saja.
"HAH!"
Sebulir keringat sebesar biji jagung meluncur dari pelipis. Aku terbangun dengan wajah pucat dan tubuh panas dingin. Melihat sekeliling, sedang di kelas.
Entah sudah berapa kali aku selalu ketiduran di dalam kelas dalam keadaan tidak sehat. Hal itu dibarengi dengan halusinasi yang dibuat oleh alam bawah sadarku.
Sekitar terasa seperti berputar, orang-orang seperti berada dalam kegelapan, tidak ada kebahagiaan lagi. Mereka dikerubungi aura pekat yang seakan menelan mentah-mentah.
Masa laluku yang kelam kembali hadir. Saat orang-orang menertawakanku, mengejek, bahkan menjatuhkanku dari lantai tiga.
Rasa benci dan dendam masih membekas, apalagi saat orang yang hampir membunuhku itu tiba-tiba saja peduli padaku. Ia memintaku menemuinya hari ini. Tanpa basa-basi, ibuku itu ingin aku kembali kepadanya.
Mana bisa. Hati yang sudah dipatahkan, tidak akan bisa sembuh semudah dan secepat itu.
"Haidan."
Aku segera tersadar saat Valya berdiri di hadapanku. Ia sampai melambaikan tangannya di depan wajahku.
"Kenapa?"
"Habis sekolah, jalan, yuk!"
Aku berkedip dua kali, tidak begitu memahami ucapan gadis itu.
"Buat ngerayain keberhasilan kita di tugas kelompok kemarin," lanjut Jona yang juga entah sejak kapan berada di samping Valya.
"Bertiga?" tanyaku.
"Maunya, sih, berdua, tapi ada si curut ini. Mana dia bawa-bawa bocil kelas 1 pula."
Sebelum Valya menanggapi perkataan Jona yang malah membuat kegaduhan, aku menengahi. "Emang ke mana?"
"Dufan? Hehe."
Kemudian, setelah mengatakan itu, mereka pergi dari bangkuku. Aku segera tersadar dari lamunanku tadi.
Menunduk, sebuah kertas pink tergeletak di dekat tanganku. Tulisan tangan nan indah yang berisi sebaris kalimat indah juga.
Jangan maksain diri, santai aja. Semangat!
***
day 20 : Buka https://blog.reedsy.com/book-title-generator/ dan klik All. Klik "I'm just starting to write!". Lalu, klik generate title satu kali. Buat cerita dengan judul yang didapat.
Haidan, kenapa kamu ....
Gajadi, deh
paka! ^^.
20 Februari 2022.
KAMU SEDANG MEMBACA
Coffee Time [END]
RandomCoffee is always a good idea. Kehidupan random dari empat orang tokoh utama yang memiliki sifat berbeda dan secara kebetulan terhubung. "Ngopi dulu aja sini." #DWC NPC 2022 #DWC NPC 2023 #DWC NPC 2024 Copyright 2022 @Julysevi