16 | Jona Claresta - Haidan tanpa Hujan

6 1 0
                                    

Setelah pertemuan itu, kami jadi lebih sering bersama.

Aku sering menghampiri Haidan untuk menanyakan kabar kucing yang waktu itu kami temukan berdua. Dia yang merawatnya di rumahnya. Sesekali aku ikut dia membeli makanan ringan untuk Dadan, dengan sedikit memaksa. Hehe, sebenarnya, Haidan tidak suka dengan namanya.

"Coba gue yang bikin nama ...."

Laki-laki itu menyangga dagu, berpikir keras dengan gaya. Matanya sesekali merem, sesekali melirik sini-sana. Kali ini, kami tengah berada di kantin untuk makan siang bersama.

"Gimana kalau Amia? Dia, kan, suka miau-miau, ya," usulnya.

"Iya! Aaa ... jadi tambah kangen pengen peluk Mia. Gimana kabar dia di rumah kamu, ya?"

Merupakan kesempatan langka bisa berbicara sepanjang ini dengan Haidan Faroza. Mumpung Valya sedang terkena kutukan 13, hahaha.

Namun, kesenanganku itu berujung membuat emosiku membara. Saat aku tahu dari mana asal-usul nama itu dan kenapa Haidan bisa kepikiran begitu saja.

"Amina, yuk, pulang bersama! Kan, rumah kita searah, ya."

Aku menahan napas saking tidak kuatnya melihat mereka. Haidan sedang mengajak pulang salah satu teman sekelas yang terkenal paling cantik dan pintar, Amina. Posisi gadis itu sebagai ketua kelas bahkan bisa meluluhlantakkan hati para laki-laki di sekolah, termasuk Haidan Faroza.

Pasti Haidan sekarang terkena sihirnya.

"Ha? Mulai sekarang, rumah kita udah nggak searah, ya. Sorry aja." Amina memasang ekspresi biasa saja. Dasar, gadis banyak gaya!

Hal yang membuatku sangat kesal adalah saat si gadis preman itu mencampakkan pangeranku dengan tega. Ta-tapi, bukan berarti aku bisa memaafkan gadis itu kalau dia menerima tawaran Haidan dengan entengnya.

"Haidan Faroza! Ke halte bareng kita!" seru seseorang, Valya.

Tampaknya dia sudah baik-baik saja dengan mitos kutukan yang sebelumnya. Entah bagaimana dia bisa mengatasinya.

Aku mengepalkan tangan erat sembari menatap tajam punggung Valya. Sepersekian detik kemudian, aku langsung berlari penuh tenaga. Gadis centil itu sangat ingin kusentil ginjalnya.

"VAL-YAAAAAAA!"

BRUA!

"Wadaa!" teriakku kesakitan, bukan sedang bergaya.

Aku justru terjatuh ke lantai paving halaman sekolah, bukannya menubruk Valya. Gadis itu berhasil menghindar karena mengikuti perginya Haidan—yang masih bersikeras mendekati Amina.

"HAHAHAHA!" Valya terkakah-kakah dengan wajah bahagia. Dia puas sekali sampai memegangi perutnya.

Tidak hanya Valya, semua yang melihat kejadian barusan terbahak-bahak tertawa.

Lihat aja, setelah ini, aku pastikan Valya mendapat karma!

"Jangan kebanyakan halu makanya," gumam seseorang sembari berjalan santai di samping tempatku terkapar tidak berdaya. Ia tidak melirik sama sekali, hanya berlalu sembari membetulkan earphone-nya. Itu, kan, Rei yang kamarnya berhadapan dengan kamar Valya!

Sial, banyak sekali yang melihat kejadian baru saja! Bahkan, adik kelas pun ada yang sempat merekamnya.

Aku menggeram dengan emosi semakin membara. "VALYAAAAAAAAA!"

***

417 words.

day 16 : Buat lanjutan cerita dari tema hari ke-12. Minimal 250 kata, di mana akhir setiap kalimatnya berima sama.

Hampir aja lupa kalau harus berima sama. Akhirnya, tak benerin, deh, hehe. Huruf A paling mudah, sih, wahahaha
Oh iya ini kelanjutan dari part 12 | Jona Claresta - Hujan dan Haidan yang waktu itu manis-manis wkwk

.

16 Februari 2022.

Coffee Time [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang