Kali ini, cerita akan diambil alih oleh penulis.
Tes-tes ....
Satu ... dua ....
Oke, masuk.
"Wawancara kali ini, kita akan mengajukan pertanyaan yang harus dijawab secara bervariasi oleh masing-masing individu." Penulis memulai pertemuan langsung to the point karena tidak ingin berlama-lama lagi. Hari sudah semakin malam dan sebentar lagi deadline pengumpulan DWC hari ini.
Jadi, wawancara ini diadakan untuk meramaikan acara perayaan tahun baru kami di rumah Rei. Setelah bakar-bakar dan makan-makan, kami menggelar tikar di tanah berumput. Diiringi suara kembang api dari kejauhan yang menjadi backsound episode kali ini.
"Oke, pertanyaan pertama?" tanyaku dengan semangat. Kapan lagi bisa bertemu secara langsung dengan penulis yang katanya agak aneh ini?
Dia menatapku dengan tatapan yang berarti 'sabar dulu', sebelum akhirnya membaca kertas yang sudah dia siapkan.
"Pertanyaan pertama, gimana perasaan kalian pas ikut wawancara kali ini?"
"Gue dulu - gue dulu!" Jona mendahuluiku yang bahkan sudah mengangkat tangan. Tatapannya meremehkan, tidak peduli si penulis tengah memerhatikan. "Oke, jadi, perasaan gue adalah seneng. Kenapa? Karena akhirnya gue punya kerjaan, nggak lagi nganggur di rumah dan malah berakhir ngerjain pekerjaan rumah yang awikwok itu. Dan ... alasan yang paling utama adalah ...."
Tatapan Jona beralih ke samping kirinya yang mana ada Haidan di sana. Senyum-senyum sendiri padahal Haidan sedang fokus menghadap depan.
Penulis mengangguk, yang mana artinya sudah menerima jawaban itu. Lalu, menatap ke arahku. By the way, aku duduk di samping kanan Jona pas. Di samping kananku ada Rei. Jadi, kita berdua diapit oleh dua laki-laki, sih.
"Gue seneng, sih, kapan lagi diwawancara? Berasa terkenal banget gue. Hahaha!"
Rei menatapku jijay yang kubalas dengan bombastic side eye.
"Kalau kamu, Rei?" tanya Penulis.
"B aja. Males banget aslinya. Nggak penting juga."
Kini, ganti aku yang menatapnya jijay.
"Kalau lo, Dan?" tanyaku bersamaan dengan Jona, mewakili Penulis.
"Hah? Sorry. Kita ... sampai di mana?" Haidan gelagapan. Dia pasti habis melamun, terlihat sekali muka terkejutnya.
______
"Dan, yah, gue merasa takut banget dan jadi nggak bisa fokus. Sorry, gue jadi curhat sama lo."
"Nggak apa-apa. Tenang aja, ada masalah apa pun, cerita aja ke aku."
Wawancara sudah selesai sekitar setengah jam yang lalu. Secara tidak sengaja, aku melihat dua orang yang merupakan Haidan dan Penulis tengah berbincang di dalam rumah Rei. Tadinya aku ingin buang air kecil jadi kutahan, deh.
"Makasih, gue jadi agak mendingan." Haidan menyemburatkan senyum tipis di wajahnya.
Penulis mengelus bahu Haidan dengan wajah tulus.
Apa-apaan tuh orang pegang-pegang sembarangan?!
Haidan ada masalah apa, ya? Kenapa juga dia cerita ke Penulis? Penulis, kan, yang paling tahu masalah hidup Haidan. Aneh banget si penulis ini!
"Keluar, Val, nggak usah sembunyi. Haidan udah pergi, kok."
Aku terkejut, lalu muncul dari balik tembok. Wajahku langsung cengengesan.
"Nggak usah khawatir dan nggak usah takut. Haidan nggak apa-apa, kok, aku juga nggak ada masalah apa-apa sama kalian," ujarnya. "Muka kamu juga nggak usah jealous gitu. Kamu juga boleh, kok, cerita ke aku apa pun masalahmu."
"Ta-tapi ... bukannya lo sendiri juga lagi sibuk dan punya banyak pikiran, ya, akhir-akhir ini?" tanyaku.
"Apaan, sih, nggak usah sok tahu!"
Bukan sok tahu, tapi aku memang tahu dia sendiri lagi ada masalah.
*****
Day 26: Buat cerita dengan karakter yang memiliki MBTI sama seperti kalian.
Ehehe, iya, INFP.
June 26th 2023.
KAMU SEDANG MEMBACA
Coffee Time [END]
RandomCoffee is always a good idea. Kehidupan random dari empat orang tokoh utama yang memiliki sifat berbeda dan secara kebetulan terhubung. "Ngopi dulu aja sini." #DWC NPC 2022 #DWC NPC 2023 #DWC NPC 2024 Copyright 2022 @Julysevi