12 | Jona Claresta - Hujan dan Haidan

8 3 0
                                    

"Apakah takdir bisa diubah?"

Saat itu hujan deras tengah mengguyur jalanan pada sore sepi. Ia menunduk di bawah hujan tanpa tudung. Tubuhnya basah kuyup, tetapi masih setia duduk di pinggir jalan itu. Sesekali ia merintih, tetapi mungkin hanya aku yang bisa mendengarnya.

Tampaknya ia ingin berlindung, tetapi hanya ada tiang listrik yang tidak mungkin bisa memayunginya.

Sayang sekali, hari menjelang malam itu, aku hanya melewatinya. Hanya bisa melihat dari balik jendela bus yang kutumpangi, yang semakin lama semakin menjauh dari keberadaan sosok mungil itu.

Dalam hati aku menyesal kenapa tidak berhenti di sana. Sehingga ketika sampai di pemberhentian bus, barulah aku dirundung rasa bersalah.

Sontak kakiku berlari cepat ke jalan yang tadi. Mungkin sekitar dua puluh menit jauhnya dengan lariku yang lumayan lambat. Tidak kupedulikan tubuhku diguyur tajamnya air hujan. Tujuanku yaitu menyelamatkan sosok itu.

Ia terlihat tidak berdaya, seperti aku saat berada di hadapan tekanan dan ekspektasi orang tua. Kalau aku membiarkannya begitu saja, bisa-bisa ia mati di sana.

Napasku ngos-ngosan sesampainya di sana. Aku mengatur napas sejenak meski agak sakit karena menghirup udara bercampur air. Kulihat sekeliling yang agak buram. Ditambah mataku yang terasa gatal dan memerah, sensitif terhadap air hujan.

Hilang!

Aku sudah sangat yakin ia tadi berada di sekitar sini, tetapi kulihat sekeliling tidak ada. Hingga sebuah payung menghalau hujan yang menimpaku.

"Ngapain di sini hujan-hujanan? Besok, kan, masih sekolah," ucap orang yang memayungiku itu.

"Miau ...."

"Loh, Haidan? Kok, ada di sini?" Aku terkejut karena Haidan berada di hadapanku sedang membawa payung dan menggendong anak kucing menggemaskan. "Kamu miau yang tadi, 'kan? Huaaa ... akhirnya ada yang nemuin."

Sontak aku langsung menangis kencang melihat kucing yang tidak berdaya tadi ditemukan oleh Haidan.

"Loh-loh, kok, nangis, sih?"

Tidak menjawab, akhirnya aku mengikuti saja Haidan yang mengajakku berteduh.

Kami akhirnya duduk di depan sebuah toko tidak digunakan. Aku masih menangis sesenggukan.

Sementara itu, Haidan mengelap tubuh kucing mungil itu dengan bajunya. Sesekali ia tersenyum mendengar gumaman si kucing yang sangat menggemaskan.

"Miau ...."

"Tuh, kan, kucingnya udah bersih dan nggak kedinginan lagi. Lo juga jangan nangis lagi."

Aku mengangguk pelan, menatap wajah Haidan yang selalu ramah dan lucu.

Bersyukur sekali hari ini aku melihat sebuah keajaiban, yaitu Haidan yang mengubah takdir kucing itu. Seandainya tidak, mungkin orang lain yang akan menemukannya.

"Dadan," gumamku.

"Hah?"

"Namanya Dadan."

Haidan langsung tertawa lepas karena nama konyol yang terlintas di kepalaku itu.

***

day 12 : Buatlah cerita dengan kalimat pembuka: "Apakah takdir bisa diubah?"

MWEHEHEHE

.

12 Februari 2022.

Coffee Time [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang