45 || Amnesia

4.7K 254 3
                                    

Hai, bruv!

Udah di up tengah malem, jangan sampe lupa kasih vote dan komen!

Udah di up tengah malem, jangan sampe lupa kasih vote dan komen!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Langit saat ini tengah menampakkan amarahnya. Gemuruh petir bersama hujan ia turunkan. Namun hal itu tak membuat satu keluarga ini menepi lebih dulu. Maklum, Irfan tengah diburu waktu. Ada suatu kontrak kerja yang harus ia tanda tangani secepatnya.

"Kamu mau coklat nya lagi?" Tanya Ratih membuat gadis kecil yang tengah sibuk menatap keluar jendela itu menoleh.

"Mau."

Dengan tanpa basa-basi lagi, Ratih membuka satu bungkus coklat untuk ia berikan pada anak nya itu.

"Nanti kita bakal ke sana lagi kan, Ma?"

"Boleh, sayang." Ratih memeluk nya erat. "Kamu senang?"

Gadis kecil itu mengangguk. "Iya. Apalagi An punya teman baru di sana. Nama nya Io."

Ratih tersenyum menanggapi. Sedangkan Irfan yang sedari tadi mendengar percakapan keduanya pun ikut tersenyum. "Nanti setiap liburan, Papa bawa kamu ke sana lagi."

"Yeay!" Aneska menjerit senang. Lagipula, seperti janjinya kepada Io, mereka akan bertemu lagi. Dan dimana lagi jika bukan di sana?

Namun takdir berkata lain. Semesta seolah memang tak mengizinkan mereka untuk kembali bertemu. Karena tepat beberapa menit setelahnya, sebuah truk menghantam mobil mereka dari arah kiri.

Lebih dari dua minggu Aneska mengalami koma. Begitu pun dengan Irfan yang keadaannya lebih parah daripada Aneska dan Ratih.

- 🦋 -

"Nama kamu Aneska. Ini Papa dan ini Mama."

Aneska mengerucutkan bibirnya. "Apa iya?"

Ratih menghela napas. Ia lalu menatap Irfan yang tengah duduk di atas kursi roda. "Iya, sayang."

"Iya, deh. Aku percaya," ucap gadis kecil dengan perban yang melingkar sempurna di kepalanya itu.

Merasa ada yang tidak beres, Ratih dan Irfan memutuskan untuk segera memanggil dokter dan menanyakan keadaan putri mereka.

Dengan hati penuh harap, Ratih mengepalkan tangannya di depan dada. Menatap putri kecilnya itu dengan raut khawatir saat tengah Dokter Defan lakukan pemeriksaan pada nya.

"Jadi anak saya ini kenapa ya, dok?"

Dokter Defan menurunkan stetoskopnya dan menghela napas. "Karena kecelakaan yang dialami, anak Bapak dan Ibu mengalami trauma pada kepala nya. Hal itu menyebabkan dia mengalami amnesia."

- 🦋 -

Raden menatap Aneska begitu intens. Tatapannya lalu berhenti pada kedua bola mata Aneska yang tengah memancarkan keheranan.

"Lo serius pernah amnesia?"

Aneska mengernyitkan keningnya. Satu lemparan bantal langsung berhasil mengenai wajah menyebalkan milik Raden.

"Berisik!"

Suara tawa Raden menggema di ruangan berisi dua orang ini. Tentu nya setelah pergi nya satu orang dokter dan suster yang sebelum nya datang memeriksa keadaan Aneska. Dan dari sanalah Raden tahu bahwa Aneska mengalami amnesia pada kejadian sebelum gadis itu berumur delapan tahun.

Raden kembali meletakkan bantal itu pada posisi semula. Mulai mendekatkan wajahnya pada wajah Aneska. Raden menatap tepat di kedua bola mata coklat gadis itu, dengan penuh keseriusan.

"An?"

Aneska mencoba memberi sedikit jarak, walau sebenarnya sudah tak bisa. "Ya?"

"Lo ingat gue siapa?" Tanya Raden masih dengan wajah seriusnya.

"Raden kan?" Aneska malah balik bertanya. Ia sebenarnya tengah menahan gugup saat ini.

Raden menggeleng pelan. "Salah."

Jantung Aneska, rasanya berdetak semakin cepat. Apa jangan-jangan ini adalah alter ego bernama Arsen? Karena kalau iya, Aneska akan segera berlari keluar dari sini. Sungguh, masih ada rasa takut dalam dirinya pada seorang Arsen.

"Gue-" ucap Raden menggantung, semakin membuat Aneska takut.

CUP

"Suami lo." Raden tersenyum setelah berhasil mengecup bibir Aneska sepersekian detik.

Seketika itu Aneska mematung. Antara masih takut dan terkejut dengan perlakuan Raden yang tiba-tiba. Sampai pada akhirnya tawa puas yang Raden berikan membuat Aneska kembali menarik kesadarannya.

"RADEN! MAU MATI LO?!"

BRAK

DUGH

PLAK

Sementara itu di luar ruang rawat Aneska, Lion dan Arshaka menghela napas mereka.

"Huft."

"Gila." Lion meletakkan tangannya di dada. "Ar, mata gue masih suci kan?"

Arshaka menoleh sebelum akhirnya mengangkat bahu. "Semoga."

- 🦋 -

See yaa next chapt, bruv!

RadenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang