57 || Siap untuk Melepas

4.6K 259 10
                                    

Hai, bruv!

Vote komen nya jangan lupaaaa!

Aneska terbangun dan yang pertama kali ia lihat adalah beberapa figura yang terpajang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aneska terbangun dan yang pertama kali ia lihat adalah beberapa figura yang terpajang. Ada foto dirinya sendiri, dengan Kiera dan Violet, dan bahkan ada salah satu foto mereka bertiga yang terdapat Raden dan Dikta yang tidak sengaja tertangkap kamera waktu itu. Beranjak dari tidurnya, Aneska meraih salah satu figura tersebut. Senyum terpaksa nya ia berikan.

"Maaf, Ra. Gue gak sempat lihat lo untuk yang terakhir kali nya." Aneska menghela napas. Sial sekali, tujuannya tidak datang terlambat ke pemakaman Kiera malah sama sekali tidak terwujud. Bahkan dirinya sama sekali tidak datang. Malah terbaring di rumah sakit selama kurang lebih satu minggu.

Kembali ia letakkan figura itu di tempat nya. Seluruhnya masih sama saat matanya mengeliling, bahkan tidak ada debu sedikitpun yang menempel dari tiap sudut ke sudut.

Menyadari waktu terus berputar bahkan saat Aneska masih diam, dengan segera gadis itu menyambar handuk yang semula di gantung dan masuk ke kamar mandi.

Beberapa menit setelahnya ia keluar dan siap dengan seragamnya. Bisa dibilang ini adalah kali pertama ia masuk kembali setelah lama mengambil absen karena sakit.

"Sarapan dulu, An."

Aneska tersenyum menanggapi dan lalu meletakkan tas nya di kursi samping. Tanpa sepatah kata apapun, ia raih sendok dan garpu yang sudah disiapkan.

"Kenapa sih? Ada masalah sama Raden?" Ratih menambahkan nasi goreng ke piring yang masih kosong di ujung sana. Piring milik Irfan yang baru saja datang bergabung ke meja makan.

Aneska terdiam sebentar sebelum akhirnya ia menggeleng. "Enggak ada. An cuma kangen sama rumah."

"Terus kenapa Raden gak diajak aja sekalian? Sekali-kali kalian tinggal di sini kan seru," ucap Ratih membuat Aneska hanya bisa menyunggingkan seulas senyum.

Bigung dengan jawaban apa yang harus ia beri pada Bunda nya itu, Aneska menggaruk tengkuknya. "Raden juga pulang ke rumah nya, Ma," jawab Aneska sedikit melirih. Bohong, yang ia ucapkan adalah sebuah ketidakbenaran yang disengaja.

"Tapi bener, ya kalian baik-baik aja? Kalau ada masalah apa-apa bicarakan dengan kepala dingin. Jangan sampai membuat keputusan yang akan disesali nanti nya."

Kepala Aneska menunduk, namun pandangannya masih tetap pada Ratih.

"Kalau Raden macam-macam sama kamu, apalagi sampai selingkuh seperti yang dilakukan Axel dulu. Papa gak akan tinggal diam. Bilang sama Papa kalau Raden begitu." Kini Irfan yang bersuara, dengan lantang malah. Membuat hati Aneska merasakan sedikit rasa takut.

RadenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang