Hai, bruv!
Langit biru seketika berubah berganti senja. Anak perempuan itu tersenyum, menatap senja cukup lama dengan mata membulat berisi tatapan memuja nya. Namun hal itu tak lama setelah ia mendengar suara isak tangis seseorang. Dengan segera ia berlari mencari dimana sumber suara itu berada.
"Kamu nangis?"
Anak laki-laki itu mendongak. Sosok anak perempuan berpipi chubby yang tengah membelakangi senja itu menatapnya dengan tatapan bertanya.
Buru-buru ia seka air matanya. Malu.
Tak lama terdengar suara tawa menggema di antara kesunyian ini. "Laki-laki kok nangis?"
Terlihat anak laki-laki itu menghentakkan kakinya. "Kamu gak tau rasanya gimana. Jadi mending diem aja!" Kesalnya.
"Eh?" Anak perempuan itu mendekat. Ia lalu membawa anak laki-laki itu ke dalam pelukannya. "Kamu boleh nangis sepuas kamu kok."
"Senja."
Anak perempuan itu melepas pelukan mereka. "Senja apa?"
"Aku mau manggil kamu Senja."
- 🦋 -
"Makan."
"Enggak."
"Lo mau tetep sakit?"
"Harusnya lo gak usah peduli."
"An."
"Apa?"
Perdebatan keduanya terhenti saat dengan tiba-tiba ponsel Raden berbunyi nyaring. Nama Jesslyn terpampang di sana dengan jelas. Refleks Raden menghela napasnya. Tapi tak urung, ia menggeser tombol hijau di layar ponselnya.
"Iya. Sepuluh menit lagi gue sampe."
Raden menatap Aneska setelah menutup panggilannya. Namun gadis itu malah mengalihkan tatapannya. Raden menghela napas berat seraya menaruh kembali semangkuk bubur itu ke atas nakas.
"Gue pergi."
"Jesslyn?"
Raden yang hendak mau melangkah pada akhirnya terdiam setelah mendengar pertanyaan Aneska. "Iya."
Hening. Tak ada suara lagi setelah Raden berkata iya. Beberapa detik setelahnya Raden hendak mengecup kening Aneska. Namun gadis itu malah membalikkan badannya, membelakangi Raden.
"Lo pergi sekarang, jangan pernah temui gue lagi."
Raden mendengus seraya menegakkan badannya kembali.
"Bisa lo gak egois?"
"Enggak."
Raden mengacak rambutnya frustasi. "Jesslyn sakit juga karena lo, An."
"Terserah. Yang jelas kalau lo pergi, gue gak mau ketemu lo lagi."
"Lo kayak anak kecil," ucap Raden mau tak mau mendudukkan dirinya.
Beberapa saat Aneska merasakan kepalanya berdenyut sakit. Ia menggigit bibirnya kuat, sebagai pengalihan rasa sakit di kepalanya.
"Nanti kita ketemu lagi kan?"
"Harus."
"Io sayang sama Senja."
"Senja juga, walau Io kadang sedikit aneh." Terdengar kekehan kecil setelahnya.
Raden mulai panik saat menyadari jika Aneska tengah menahan sakit. "An."
"Kepala gue sakit," lirih Aneska namun masih bisa Raden dengar dengan jelas.
Dengan tergesa Raden menekan nurse call. "Jangan digigit. Nanti berdarah," ucap Raden lalu menarik tangan Aneska. Menggenggam tangan gadis itu erat.
"Goodbye, anak cengeng!"
Tersenyum, ia lalu ikut melambaikan tangan. "Goodbye, Senja!"
- 🦋 -
Panjang banget chapt kali ini duhh😗
Jangan lupa vote komennya!
See yaa!
KAMU SEDANG MEMBACA
Raden
Novela Juvenil[Harap follow akun author lebih dulu] ••• Karena sebuah kejadian tak terduga, Aneska terpaksa harus menikah dengan Raden. Musuh satu kelasnya sekaligus ketua dari geng motor Bravos. Menjalani kehidupan sebagai seorang pelajar sekaligus istri dari Ra...