52 || Firasat Buruk

4.4K 279 26
                                    

Hai, bruv!

Jangan lupa vote komen nya!🧚

Setelah mendapat izin dari Pak Hary, Aneska, Raden, Lion, Rafael, Elgi, Dikta, dan Violet segera menuju tempat di mana motor mereka terparkir

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setelah mendapat izin dari Pak Hary, Aneska, Raden, Lion, Rafael, Elgi, Dikta, dan Violet segera menuju tempat di mana motor mereka terparkir. Semuanya hendak menyusul Arshaka dan yang paling utama adalah untuk mengantarkan Kiera ke peristirahatan terakhir.

Peristirahatan terakhir, rasanya masih jadi sebuah mimpi mengerikan. Sangat.

"Tunggu."

Semua nya menoleh. Aneska yang baru saja hendak memakai helm pun kembali menurunkannya. Perasaannya tiba-tiba menjadi tidak baik-baik saja.

"Gue mau ikut."

Raden menghela napas. Ia menatap Aneska lebih dulu. Sedangkan yang ditatap tengah mengalihkan tatapannya ke arah lain.

"Tapi lo bareng Lion. Kalau enggak, Rafael atau Elgi."

Jesslyn menggeleng kuat. "Enggak. Gue mau sama lo."

Aneska memutar malas matanya. Tanpa banyak basa-basi dan terlalu malas untuk mengeluarkan emosi, ia segera naik ke atas motor Lion. Tak peduli dengan keheningan yang tercipta karena ulahnya. Juga tatapan heran dari yang lain nya. Termasuk Raden mungkin.

"An," panggil Raden dengan suara berat.

"Berisik." Aneska berkata dengan tanpa melihat ke arah Raden atau pun yang lain. Dari balik helm, bisa terlihat jika tatapan gadis itu dingin. "Cepet naik. Atau jangan ikut," lanjutnya. Kali ini ia menatap Jesslyn.

"Jangan atur-atur gue. Gue gak suka."

Aneska berdecih. Astaga, Jesslyn itu- makhluk seperti apa ya? Sikapnya seolah menunjukkan jika ia benar-benar tak punya muka.

"Jesslyn. Lo keterlaluan tau gak? Raden itu milik An. Dan gak seharusnya lo ganggu mereka." Napas Vio memburu. Antara kesedihan dan emosi yang ia rasakan saat ini bercampur aduk. Muak ia dengan tingkah Jesslyn.

"Vio, diam ya?"

Terdengar helaan napas saat Dikta menyuruhnya untuk diam. Padahal sebenarnya saat ini juga ia ingin mencakar-cakar wajah Jesslyn.

Raden menghela napasnya. Sangat berat. Ia sadar betul jika sesuatu dalam dirinya tengah bergejolak. Tapi seolah ragu, ia kesusahan untuk mengucap beberapa kata pada Aneska. Bahkan untuk memgucap kata maaf terutama.

"Yon."

Yang dipanggil langsung menoleh dan mengangguk. Seolah sudah paham betul dengan apa yang Raden perintahkan.

RadenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang