Hai, bruv!
Jangan lupa vote komen nyaa!
Aneska meraih tangan Raden yang masih saja terdapat infus di sana. Tangan itu masih dingin, meski hampir setiap hari Aneska coba untuk menyalurkan kehatangan. Berharap jika mata yang masih setia tertutup itu bisa segera terbuka. Biar ia lihat tatapan mata Raden yang menyebalkan. Karena itu lebih baik daripada saat tak Aneska dapati sama sekali sorot tatapan itu.Aneska menggenggam nya kuat. Lebih kuat dari sebelum nya.
"Raden, besok hari kelulusan," ucap Aneska memecah keheningan pagi hari di ruangan penuh sesak ini. "Dan itu artinya, bentar lagi aku akan jadi maba." Aneska tersenyum sakit. Kenapa Raden masih saja tertidur?
"Kamu masih gak mau bangun? Masih belum cukup tidur nya? Udah hampir enam bulan loh, Den." Rasanya masih sama bahkan setelah enam bulan berlalu, rasa sakit itu masih nyata dan bahkan Aneska masih tak bisa untuk tidak menangis saat melihat Raden dalam kondisi yang masih sama.
Pertanyaan nya adalah, sampai berapa lama hidup Raden akan terus bergantung pada alat-alat medis yang terpasang hampir di sekujur tubuhnya itu? Bahkan dalam enam bulan ini, kondisi Raden sudah beberapa kali menurun.
"Ayo bangun, Raden."
"An."
Aneska mengusap air matanya seketika saat suara berat seseorang terdengar. Dan seperti dugaannya, itu adalah Lion.
"Dokter mau bicara. Lagi," ucap Lion dengan helaan napas saat mengucapkan kata lagi.
Dengan segera Aneska menghampiri Lion yang tengah berada di ambang pintu. Ada sesak yang bahkan tak bisa ia ucapkan. Hanya matanya yang berkaca-lah yang mampu ia ekspresikan saat ini.
"Gak, Yon. Mereka pasti mau suruh gue buat tanda tangan lagi. Bilang sama mereka, gue gak akan pernah mau lakuin itu." Aneska tak bisa lebih lama menahannya lagi, air mata itu jatuh begitu saja bahkan hanya karena ia mengedipkan matanya. Ia hanya terlalu lelah, Raden tak mau membuka matanya juga. Aneska hanya takut jika suatu hari nanti ia terlalu putus asa dan akan membiarkan Raden pergi dari hidupnya, untuk selamanya.
Raut wajah Lion kalut. Khawatir, takut, sedih, bercampur menjadi satu di sana. Ia juga tak mau. Tapi jika sudah terlalu lama seperti ini, ia juga tak bisa melihat Raden yang terus saja berada di antara hidup dan mati.
"Tapi, An. Ini udah terlalu lama. Dan apa lo gak kasian sama Raden?" Tanya Lion dengan tatapan yang menurun saat melihat pundak Aneska yang bergetar hebat. Lion lalu mencoba mengambil napas sebanyak mungkin saat ia rasa semakin sesak. "Biarin dia pergi. Dengan kayak gitu, gue yakin Raden gak akan rasain sakit lagi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Raden
Fiksi Remaja[Harap follow akun author lebih dulu] ••• Karena sebuah kejadian tak terduga, Aneska terpaksa harus menikah dengan Raden. Musuh satu kelasnya sekaligus ketua dari geng motor Bravos. Menjalani kehidupan sebagai seorang pelajar sekaligus istri dari Ra...