"Jeje! Si kakang mana?"
Jeje yang semula asik nyemilin Koko Krunch seraya bermain dengan Tony menoleh, mendapati Sonia dengan Jusuf dan Jesya mengekori di belakangnya.
"Di kamar," jawab Jeje seadanya seraya diam-diam melirik Jusuf, dan tersenyum ke arah pemuda itu.
"Lo siapin piring dulu gih, Cup, Jes," titah Sonia seraya menyodorkan sekeresek ayam Richeese kepada Jesya.
"Edaann mau ngapain lo? Jangan kelamaan di kamar berduaan ah!" seru Jesya.
Sonia hanya mencibir tak peduli, kini melangkah menuju kamar Abi. "Abian!" panggilnya seraya mengernyit mendapati yang punya nama sedang meringkuk di atas kasur sambil menutupi kedua kupingnya.
"Bi?" panggil Sonia lagi karena Abi tidak merespon sama sekali. "Bian!"
Barulah dipanggilan ketiga, Abi tersentak. Segera tersadar. Napasnya terlihat memburu dengan dahi yang berkeringat.
"Lo kenapa?" tanya Sonia yang dibalas gelengan oleh Abian.
"Udah ada Ucup, Jesya?" tanya Abi sengaja mengalihkan topik pembicaraan.
"Ada. Jawab dulu, lo kenapa sih anjrit? Gue ngeri liatnya!"
"Berisik!" pungkas Abi benar-benar membungkam Sonia.
Gadis itu berdecak kesal, segera berjalan mendahului Abian lalu menghampiri Jesya dan Jusuf di ruang tamu yang kini sudah menyajikan ayam Richeese di atas piring.
"Jejeee!! Mau nggak??" tawar Jusuf setengah berteriak.
"Mauu!!" sahut Jeje juga setengah berteriak, berlari menghampiri dari dalam rumah.
Gadis itu duduk di sisi Jusuf, di sisi lainnya ada Jesya, sementara diseberangnya ada Sonia dan Abi yang kini mengelupaskan kulit ayam dan memberikannya kepada Sonia.
Membuat Jeje yang memperhatikan mengernyitkan dahinya bingung. "Loh, kang?"
"Sssttt!" sahut Abi malah menyuruh Jeje untuk diam. "Mau lumpia basah nggak? Nanti kakang beliin."
"Gue mau dong!" celetuk Jesya.
"Mau apa?" celetuk Nathan juga tiba-tiba muncul dari balik pintu utama rumah.
"Eh? Bang Nathan!" seru Jesya seraya kini membersihkan jemarinya yang penuh dengan sambal dengan cara melumatnya. Gadis itu berdiri, merogoh sesuatu dari saku celananya. "Mumpung inget, dari kemarin nggak sempet mulu ngasihnya bang, ini ganti yang waktu nonton sama Jean."
"Gapapa simpan dulu aja," sahut Nathan.
"Nggak enak ah bang, masa ditunda terus."
"Yaudah simpan dulu aja Jesya, nanti buat kapan-kapan lagi siapa tau bakal nonton bareng lagi?" ucap Nathan sukses membuat Jesya benar-benar mematung. Nathan mengusap pelan pucuk kepala Jesya dua kali, tersenyum, kemudian segera pergi dari sana.
Lutut Jesya melemas begitu Nathan sudah benar-benar hilang dibalik pintu pembatas antara ruang tamu dan ruang keluarga. Tangannya gemetaran dengan kedua pipi yang perlahan berona merah.
"Nggak, Jes, jangan geer dulu. Itu tadi abang ga nerima duit lo gara-gara lo ga cuci tangan, malah dijilat pake lidah. Jorok!" ucap Abi.
Tapi ya... Jesya mana ngedengerin sih?
"Ya Allah, Abi, gue gemetaran. Ya Allah..." ucap Jesya benar-benar speechless, ga bisa ngomong apa-apa selain menyebut nama-Nya. "Ya Allah... ini mah gue nggak boleh keramas."
"Edaann tangan Bang Nathan doang padahal," komentar Jusuf.
"Iiih gue seneng banget!" ucap Jesya, benar-benar terlihat bahagia sampai matanya berkaca-kaca. "Baru kali ini ada yang ngusap lembut kepala gue selain ibu gue. Mana tadi nyebut Jesya nya lembut banget lagi!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Princess
Random"Our princess," begitu katanya abang. Tapi Jeje nggak pernah ngerasa diperlakukan seperti princess oleh ketiga kakak laki-lakinya. ⚠️⚠️⚠️ tw // abusive tw // mention of bullying tw // harsh word Copyright © 2021, faystark_