Jeje pernah tidak sengaja membaca sebuah kalimat yang intinya mengatakan bahwa; seorang pembully yang hatinya busuk mah, busuk aja.
Entah jika hal itu benar atau tidak, karena sesuatu yang terjadi kepadanya pada tadi sore, membuat Jeje berpikir apakah memang yang hatinya busuk akan terus busuk? Apakah masih bisa diperbaiki? Apakah sulit atau mudah dalam memperbaikinya?
Entahlah, Jeje tidak pernah tahu bagaimana isi hati setiap orang.
Tetapi pada tadi sore, Jeje menemui Risa yang benar-benar berubah seratus delapan puluh derajat. Jeje seperti melihat orang lain pada diri Risa. Seperti bukan Risa yang dikenalinya.
Atau mungkin hati busuk Risa telah diperbaiki.
Sore itu, Risa meminta maaf sampai menitikan air matanya. Jeje sempat tak percaya, tetapi selama ini Jeje tak pernah melihat Risa menitikan air matanya. Bahkan nada bicaranya sore itu terdengar pilu dan penuh akan penyesalan.
Tetapi ada satu kenyataan mengejutkan yang Jeje ketahui sore itu. Satu hal mengejutkan yang menjadi penyebab Risa seperti itu.
Bahwasannya lingkungan keluarga Risa tidak baik-baik saja. Orang tuanya cerai dari semenjak Risa kecil, Risa ikut mama, dan sang papa tak pernah lagi kembali. Risa juga mempunyai seorang kakak laki-laki yang merantau entah ke mana, tiba-tiba hilang kabar dan tak pernah kembali, sama seperti papa. Mamanya pun rupanya temperamental, seringkali menekan Risa untuk menjadi yang pertama.
Tetapi Risa rupanya selalu menjadi nomor dua, Jeje yang pertama.
Risa, selalu merasa iri setiap kali melihat Jeje mendapat nilai ujian lebih tinggi darinya, peringkat lebih tinggi darinya. Punya tiga kakak laki-laki yang sayang dan selalu ada untuk Jeje. Mempunyai orang tua yang walaupun berpisah, tetapi tetap menyayanginya.
Setiap segala sesuatu yang terjadi itu selalu ada hal yang melatarbelakanginya, seperti Risa yang karena lingkungan keluarganya yang buruk, membuatnya menjadi seorang perundung di sekolahnya. Tetapi walaupun begitu, Jeje tidak akan pernah membenarkan perbuatan Risa kepadanya.
Apapun penyebabnya, perundungan itu tidak akan pernah bisa dibenarkan.
Ada satu hal lagi yang membuat Jeje tertegun sore itu; kalimat yang dilontarkan oleh Risa.
"Je, Risa bisa sadar kayak gini tuh gara-gara Juan. Dia yang nyamperin Risa duluan, nanyain kabar Risa. Tolongin Risa. Nyadarin Risa tanpa membuat Risa merasa dihakimi. Seumur-umur Risa hidup, baru kali ini ada orang yang mau ngulurin tangannya buat tolongin Risa."
Terdiam Jeje sore itu, hatinya sedikit tergerak. Ia kembali berpikir; jadi? Hati Risa yang sebenarnya tidak sebusuk itu, atau Juan yang pandai dalam meluluhkan hati orang lain?
"Jagoan gue tuh!"
Jeje melirik, lalu mengulum bibirnya mendengar celetukan dari Esa setelah ia menyelesaikan cerita tentangnya tadi sore.
"Malah fokus sama si Juan anjir!" umpat kakang.
"Jeje malah kepikiran Risa deh, dia selama ini, hidup di lingkungan keluarganya yang kayak gitu pasti berat banget," ucap Jeje sambil menekuk kedua lututnya dan mulai kembali merenung.
"Yaudah sih, lo juga dulu berat hidup di lingkungan SMP yang kayak gitu," sinis kakang, sebenarnya sedikit kesal dengan sifat Jeje yang kadang terlampau baik.
Bisa-bisanya masih mikirin orang yang dulu nge-bully dirinya.
"Tapikan kayak apa ya? At least, Jeje punya Kak Esa, abang, sama kakang gitu... lah Risa? Abangnya pergi ga balik-balik lagi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Princess
Random"Our princess," begitu katanya abang. Tapi Jeje nggak pernah ngerasa diperlakukan seperti princess oleh ketiga kakak laki-lakinya. ⚠️⚠️⚠️ tw // abusive tw // mention of bullying tw // harsh word Copyright © 2021, faystark_