25. Sepatu

132 36 16
                                    

Seminggu setelah hari dimana Abi nangis, semuanya kembali berubah seperti apa yang diharapkan Jusuf.

Mama udah kembali ke Singapura sehari setelah tahlilan ke tujuh papa. Jeje mulai ujian-ujian, kabar baiknya, Jeje sudah tidak diganggu lagi oleh Risa dan para pembully lainnya. Esa masih dengan pekerjaannya. Nathan juga dengan kuliahnya. Abi dengan teman-temannya dan kini juga mulai deket sama Sherin.

"Main dulu kuy!" ajak Sonia begitu bel sekolah berbunyi.

"Kuy!" sahut Jusuf.

"Kuy!" timpal Abi.

"Kuy!" pungkas Jesya. "Tapi jangan kemaleman ya pulangnya!"

"Halah biasanya juga keluyuran malem-malem," celetuk Jusuf yang langsung mendapat pelototan tak terima dari Jesya.

"Siapa mau semotor sama gue? Cung acungkan tangannya!" tanya Abi.

"Gue!" sahut Sonia sontak membuat Abi tersenyum senang, tetapi gadis itu segera melanjutkan. "Sama Jusuf."

"Ga boleh ah! Nia, gue yang sama Jusuf, sana lo sama sepupu lo aja!" protes Jesya langsung menghampiri Jusuf.

"Gamau anjir! Mogok!" balas Sonia tak ingin kalah.

"Sembarangan!" sungut Abi, sebenarnya takut juga karena katanya omongan adalah do'a. "Sini lu sama gue Sonia!"

"Tapi gue maunya sama Sonia."

Dua ucup itu saling lirik begitu mengucapkan dua kalimat itu secara berbarengan.

Abi mengangkat kedua alisnya menatap Sonia dan Jusuf secara bergantian.

"Oh, yaudah," kata pria itu. "Yuk, Jes."

"Ucup awas ya! Gue marah sama lo!" tandas Jesya.

"Ucup lo apain Jesya anjir?" sahut Jusuf malah menyalahkan Ucup yang Yusuf.

"Jusuf!" ralat Jesya segera.

Tetapi Jusuf hanya tertawa saja menanggapinya. Ia kemudian melirik Sonia, mengangkat kedua alisnya dan tersenyum penuh arti.

♔♔♔


"Beli lampu tidur ini yuk, kembaran berempat," ucap Sonia seraya membawa sebuah lampu tidur berbentuk bintang.

"Buat apa njir? Ga punya duit gue ah! Sesat banget lo," ujar Jesya merutuki seraya kini sesekali melirik arloji di tangannya. "Balik aja yu? Udah malem anjir!"

"Bentar atuh Jesya ih rusuh banget," komentar Jusuf mendelik sinis pada Jesya, lalu kembali memfokuskan perhatiannya pada lampu berbentuk bintang di tangan Sonia. "Buat apa emangnya ini Ni?"

"Ya gapapa sih buat tanda persahabatan aja, biar kayak lirik lagu Sheila on 7 gitu."

"Kupetik bintang pepepepepepew!!" celetuk Abi yang sejak tadi jadi pemerhati saja. "Berapa emang itu? Lucu sih."

"Tiga puluh lima ribu doang, murah elah," kata Sonia. "Yuk beli ih gue maksa."

"Lo kalo mau beli lampu tidur bilang dari awal dong anjrit, duit gue abis dipake nonton," gerutu Jesya masih aja misuh-misuh. "Sisa sepuluh ribu ini, cuma kebeli batu baterainya doang."

Abi cekikikan saja melihat Jesya yang misuh-misuh tidak jelas.

"Cup, minta duit dong!" celetuk Jesya seraya menyenggol lengan Abi pelan.

"Lo pikir gue bapak lo?" sahut Abi

"Iya lo bapak gue," balas Jesya asal. "Ayo dong pak, jajanin anakmu ini lampu tidur."

"Idih? Amit-amit anjir!" umpat Abi bergidik ngeri. "Yaudah nih, gue pinjemin deh sisanya."

Yaudah deh, akhirnya beli kembaran berempat. Setelah membayarnya, keempatnya segera pulang karena Jesya ngebet pulang. Bilangnya sih; "Orang tua gue strict parent." Tapi nggak ada yang percaya karena biasanya aja Jesya keluyuran sendirian malem-malem, kadang nyampe jam sepuluh. Apalagi kalo malam Minggu. Jelas Jesya bebas dong ya?

Our PrincessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang