55. Tony Kusmawan

113 29 6
                                    

Selama dua puluh satu tahun hidup, Nathan seringkali mendengar sebuah kisah pilu, baik itu dari berita, koran, atau hanya kisah fiksi seperti di buku yang ia baca dan film-film yang ia tonton.

Tetapi pada kisah yang nyata, baru kali ini Nathan mendengar kisah pilu yang cukup menyayat hati. Sebuah kisah paling pilu yang pernah Nathan dengar.

Jesya namanya, mempunyai seorang bapak sama seperti seorang anak remaja pada umumnya. Mulanya, bapak baik, bapak penyayang, sama seperti bapak-bapak lain yang amat menyayangi anak-anaknya. Hingga pada saat Jesya menginjak kelas 9 SMP, bapak terkena PHK. Semuanya berubah dengan cepat, tak ada lagi bapak si penyayang yang selalu bekerja keras untuk mencari nafkah, yang ada kini bapak si pengangguran yang gemar kali memalak atau bahkan mencuri uang hasil kerja ibu sebagai guru honor SMP untuk berjudi, mulai mabuk-mabukkan, pulang malam dan memukuli istri serta dua anaknya.

Bagaimana dengan ibu? Ibu juga seorang korban. Korban KDRT yang kerap kali mendapat ancaman dari bapak setiap saat ibu hendak melaporkan kasus KDRT yang menimpanya atau mengajukan perceraian kepada sang bapak. Berani melaporkan, habis anak kamu!

Maka ibu tak bisa berbuat apa-apa, terlalu takut untuk melapor. Takut jika bapak sampai berani macam-macam dengan dua anaknya karena bapak memang terbukti pernah nekat melakukan ancamannya.

Saat itu, saat Jean dirawat di rumah sakit karena tulang rusuknya patah, itu semua ulah dari bapak. Ulah dari ancaman yang dilakukan bapak.

Hingga akhirnya ibu sudah sampai pada batas kesabarannya. Saat semuanya sudah terlambat, ibu baru berani melaporkan semua tindakan jahat bapak.

Dan maka pada hari persidangan itu, hakim telah memutuskan bahwasannya bapak dihukum 20 tahun penjara.

Jesya menghela napasnya berat untuk yang kesekian kalinya. Tubuhnya duduk bersandar dengan tenang di atas sebuah kursi santai di atap rumah Nathan sore itu. Matanya yang sembab tertutup oleh kaca mata hitam yang ia pinjam dari Nathan.

Rasanya akhir-akhir ini amat berat untuk Jesya. Ia bahkan sudah tak ingin lagi membahas perkara kasus bapaknya. Biarlah Jesya tenang saat ini.

"Bang Nathan," panggil Jesya.

"Kenapa Jes?" tanya Nathan dengan tangan sibuk mengaduk es jeruk di tangannya.

"Bang Nathan sadar nggak sih? Kok akhir-akhir ini kita kayak deket banget ya?"

Nathan tak langsung menyahuti. Ia juga sadar, kini rasa-rasanya dunianya itu berpusat pada Jesya. "Iya Jesya, Nathan emang akhir-akhir ini nemenin Jesya terus."

"Kenapa tiba-tiba nemenin Jesya terus? Nyampe mau nganter bahkan biayain Jesya ke psikiater? Bang Nathan kasian ya? Sama Jesya?" tanya Jesya, nadanya datar tak menunjukkan emosi apapun.

"Kenapa Jesya mikirnya kayak gitu?" ucap Nathan malah balik bertanya.

"Soalnya tiba-tiba banget? Kemarin-kemarin Bang Nathan masih gamon, terus tiba-tiba aja deket sama Jesya," jawab Jesya seadanya dengan pertanyaan yang selama ini diam-diam mengendap pada kepalanya. "Bang Nathan beneran sayang sama Jesya apa cuma karena kasian aja?"

Nathan bergumam pelan sebelum akhirnya menjawab. "Gini Jesya, Nathan tuh sebenarnya baper pas Jesya muji Nathan ganteng, pas abis cukuran ituloh. Terus Nathan lama-lama kepo sama Jesya, terus Nathan naksir dikit, eh... keterusan naksirnya."

"Terus Kak Krystal gimana?"

"Udah tahap akhir gamon."

"Oh... jadi Bang Nathan jadiin Jesya pelampiasan ya? Biar cepet move on?"

"Nggak Jesya, Ya Allah...." ucap Nathan sambil mengusapi dada bidangnya, membuat Jesya terkikik kecil. "Nathan harus jelasin gimana ya Jes? Bingung, timing-nya emang gitu, susah buat dijelasin."

Our PrincessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang