68. HAH?

91 30 4
                                    

Jeje mengulum bibirnya, menunggu seseorang di depan sebuah ruang kelas yang sore itu telat bubar. Dengan ditemani Juan, Jeje menunggu sambil berdiri bersampingan dengan pemuda itu.

Setelah menunggu sekita lima menitan, akhirnya kelas pun bubar. Jeje langsung berbalik mencari keberadaan Sherin yang rupanya keluar paling terakhir bersama Jennie sahabatnya dari sejak SMP.

"Kak Sherin," panggil Jeje segera menghentikan langkah Sherin yang tidak menyadari keberadaan gadis itu.

Sherin spontan berhenti bersama Jennie. Gadis dengan indian dimple itu melangkah mendekat sementara Jennie di sisi lain menatap Jeje dari ujung kepala sampai ujung kakinya dengan tatapan mengintimidasinya.

Ini nih bagian yang Jeje tidak suka karena sudah dikenal sebagai adik perempuan Abian yang disekolahnya memang cukup populer itu, pasti ada saja orang-orang yang tidak menyukainya. Tetapi yang satu ini memang dari sananya nggak suka banget sama Abian nyampe kebawa-bawa nggak suka sama Jejenya.

Untung Jeje pernah diajarin Jusuf katanya kalo ada yang natap ga suka sama Jeje, balik tatap aja. Liatin dari ujung kepala sampai ujung kakinya, lalu abis itu pura-pura nahan ketawa.

Dan sore itu Jeje segera mengikuti apa yang Jusuf katakan, ia memperhatikan Jennie dari ujung kepala sampai ujung kakinya, lalu langsung nahan tawa karena ternyata apa yang dilakukannya berhasil membuat Jennie kesal. Jeje lalu berdehem pelan dan segera menaruh seluruh fokusnya pada Sherin.

"Kak Sherin, maafin Jeje kemarin bentak-bentak Kak Sherin," ucap Jeje sungguh-sungguh, walaupun Jeje kesal karena Sherin yang nggak tau perkara Abian yang alergi udang, Jeje juga merasa bersalah karena udah bentak-bentak gadis berpipi tembam itu.

"Iya, gapapa Je," balas Sherin. "Kak Abi nggak sekolah Je?"

"Nggak, malu katanya," jawab Jeje.

Sherin mengangguk-ngangguk paham walau dalem hati mah masih ada perasaan merasa bersalahnya.

"Rin, duluan ya!"

Sherin menoleh ke arah sumber suara yang di sana ada Jennie dan Theo si pacar laki-lakinya. "Iya," sahut Sherin yang setelahnya pasangan itu pun segera pergi dari sana.

Sherin tiba-tiba saja tertegun, merenung untuk berkecamuk dengan isi pikirannya. Kadang, ia pengen banget punya pacar kayak Jennie yang seiman, yang didukung oleh banyak orang mengingat Theo dan Jennie juga sama-sama populer di sekolahnya bahkan dikenal sebagai couple goals oleh banyak orang, baik di lingkungan sekolah maupun di luar itu. Kedua orang tuanya juga sudah saling mengenal satu sama lain dan merestui hubungannya. Sherin bahkan yakin jika Theo dan Jennie bisa terus mempertahankan hubungannya sampai jenjang pernikahan nanti.

Lalu, bagaimana dengan Sherin dan Abian?

Tidak, keduanya tidak akan pernah bisa menyatu. Keluarga Sherin, bahkan Sherinnya sendiri amat taat dengan agamanya, begitu pun sebaliknya, tidak bisa diganggu gugat. Entah bisa sampai kapan hubungannya bisa bertahan, yang pasti, tidak akan berakhir bersama.

"Kak Sherin, pulang sama siapa?" tanya Jeje, segera menyadarkan lamunan Sherin.

"Dijemput bunda," jawab Sherin seadanya.

"Mau ditemenin? Nungguin jemputannya?" tawar Jeje yang segera mendapat pelototan protes dari Juan.

Pasalnya Juan sudah ada rencana dengan salah satu tetangganya, tidak bisa diganggu gugat lagi. Harus sore ini.

"Nggak usah, nggak papa, makasih ya," tolak Sherin sembari menggelengkan kepalanya.

Jeje mengangguk. "Kalo gitu, duluan ya kak?" pamitnya yang setelahnya segera pulang bersama dengan Juan.

Our PrincessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang