Jeje menggigit bibir bawahnya, berusaha menahan tangisannya. Matanya fokus pada music box di atas nakasnya. Alunan musik 'A Dream Is a Wish Your Heart Makes' terdengar mengalun merdu dari music box itu, sebuah figure Cinderella yang sedang menarik kedua sisi gaun dengan tangannya terlihat memutar di atas music box yang terbuka itu.
Music box Cinderella itu hadiah ulang tahun dari papa saat Jeje berusia 8 tahun. Hadiah pertama dari papa setelah kedua orang tuanya berpisah.
Dan kini menjadi ulang tahun pertama Jeje tanpa papa.
"Sekarang abang-abang pada sibuk banget pa, kayaknya nyampe nggak inget kalo hari ini Jeje ulang tahun," cerita Jeje seolah-olah papa ada di sana sedang mendengarkannya. "Jeje kangen kayak dulu tau, kangen dirayain ulang tahun sama papa, mama, terus ngundang temen-temen Jeje, malemnya bukain kado bareng Kak Esa, abang, kakang."
"Sekarang Jeje nggak punya temen pa, nggak bisa ngerayain ulang tahun kayak dulu lagi. Nggak bisa ngerayain ulang tahun kayak orang lain. Jeje cuma punya abang-abang, tapi sekarang mereka udah gede, pada sibuk semua." Jeje mengusap sebelah matanya saat dirasa mulai meneteskan air mata. "Mama juga belum ngucapin, padahal udah jam tujuh malem, bentar lagi ganti hari."
Jeje mengganti posisinya menjadi terlentang, perlahan matanya terpejam sudah siap untuk galau ketika ketukan di pintu mengacaukan segalanya.
"Je, beliin telur dong! Kak Esa mau masak."
Jeje berdecak pelan mendengar panggilan itu. Ia mengusap kasar wajahnya dengan telapak tangan, lalu segera melangkah ke luar dari dalam kamar.
"SELAMAT ULANG TAHUN JEJE!!"
Jeje tersentak, secara spontan termundur dan membanting pintu kamarnya terkejut bukan main.
Pasalnya Esa tepat di depan pintu, membawa kue, sambil mengenakan topeng badut. YA GIMANA JEJE GA KAGET COBA.
"Je? Lah anjrit kok malah masuk lagi?" panggil kakang.
Jeje memegangi dadanya berusaha mengatur napas sebelum akhirnya membuka pintu.
"Iih kaget tau!" rutuk Jeje sambil mengusap sebelah matanya yang lagi-lagi mulai menghangat.
"Yaampun jangan nangis dong!" kata Nathan, sambil memasangkan mahkota di atas kepala Jeje. "Ayo nyanyi dulu!"
"Happy birthday Jeje! Happy birthday Jeje!" seru kakang, Esa, dan Nathan mulai melantunkan nyanyian ulang tahun untuk Jeje sembari tepuk tangan.
"Tiup lilinnya, tiup lilinnya! Tiup lilinnya sekarang juga, sekaraaangg juuugaaa... sekarang jugaa! Yeaaayyy!"
Jeje membuka mulutnya, sudah siap meniup lilinnya ketika Esa tiba-tiba saja menahannya. "Make a wish dulu dong, Je," ucapnya.
"Ga boleh ih! Musyrik!" sergah kakang. "Nanti aja mintanya ke Allah."
"Waduh beda ya mantan santri mah," celetuk Nathan.
Jeje terkekeh saja menanggapinya. Ia kemudian menepuk tangannya untuk mematikan lilin itu. "Mau peluk!" katanya.
Esa segera memberikan kue nya ke kakang, lalu menerima pelukan Jeje.
"Abang ga peluk juga?" tanya Nathan.
"Sinii!!" sahut Jeje sembari merentangkan kedua tangannya lebih lebar lagi.
"Ih! Kakang juga mau!" ujar kakang sambil melangkah menuju meja untuk menyimpan kue, dan turut memeluk Jeje.
"Sumpah makasih banget-banget Jeje terharu nih asli, mau nangis!" kata Jeje, padahal mah dari tadi juga nangis terus. Perempuan itu, kemudian melepaskan pelukannya. "Kirain kalian lupa."
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Princess
Random"Our princess," begitu katanya abang. Tapi Jeje nggak pernah ngerasa diperlakukan seperti princess oleh ketiga kakak laki-lakinya. ⚠️⚠️⚠️ tw // abusive tw // mention of bullying tw // harsh word Copyright © 2021, faystark_