30. Susu Cimory

117 33 9
                                    

"Anya?"

Anya yang semula sedang sibuk mencari-cari minuman pada lemari pendingin Indomaret, menoleh, menatap pada si pemanggil.

"Eh? Mas Wiwi!" serunya seraya melukis senyuman. "Apa kabar mas? Udah lama banget nggak ketemu ya?"

"Alhamdulillah baik, Anya sendiri gimana?" tanya pria yang kerap disapa mas Wiwi itu.

"Baik, Alhamdulillah... baik banget," jawab Anya.

"Alhamdulillah, sekarang udah jadi ibu dokter ya?" ucap mas Wiwi sengaja menggoda Anya yang kini tersipu malu.

"Iya nih, Alhamdulillah... Mas Wiwi juga, Anya dengar-dengar sekarang udah punya cabang perusahaan di Malaysia ya? Wiiih keren!" balas Anya tak ingin kalah. "Kemana aja nih? Kemarin-kemarin jarang keliatan?"

"Ya... gitu Nya, lagi sibuk ngurus-ngurusin cabang baru yang di Malaysia itu," jawab mas Wiwi.

"Oh... sekarang tinggal di Malaysia?" tanya Anya lagi.

"Nggak-nggak," jawab mas Wiwi seraya menggeleng dan tersenyum menunjukkan deretan giginya yang bertepatan dengan itu, seseorang datang menghampiri keduanya.

"Anya? Udah?"

Anya menoleh, sedikit tersentak dengan kemunculan Esa yang tiba-tiba. Pria itu terlihat menatap Anya dengan kedua alis yang terangkat seolah meminta penjelasan tentang pria di hadapannya.

"Oh? Ini, kenalin ini Mas Wiwi, anaknya temen bunda," ujar Anya memperkenalkan pria dengan tampilan amat rapi di hadapannya. "Mas Wiwi, kenalin ini Esa...."

"Pacarnya Anya," sela Esa seraya menyalami mas Wiwi.

"Wiwi," ucap pria itu memperkenalkan diri.

"Esa," balas Esa juga memperkenalkan diri. "Pacarnya Anya."

"Sa," tegur Anya seraya menyikut pelan perut Esa.

Di rasa mulai tidak nyaman, akhirnya Anya membuka lemari es untuk mengambil dua kotak susu Cimory, kemudian berpamitan kepada mas Wiwi dan pergi dari sana bersama Esa.

Sepanjang perjalanan menuju rumah Kusmawan, Anya diam saja menatap keluar kaca mobil. Esa yang menyetir pun menyadari ada yang berbeda pada Anya.

Tentang bagaimana kedua kuku perempuan itu yang beradu menandakan ia sedang tak tenang, tentang bagaimana Anya yang beberapa kali hendak bicara tapi terlihat ragu, tentang Anya yang Esa yakini sedang berkecamuk dengan pikirannya sendiri.

"Anya," panggil Esa yang langsung mendapat respon terkejut dari Anya. "Ada yang mau kamu bicarain?"

Anya terlihat menunduk, kini terdengar helaan napas berat dari dirinya, matanya terlihat mulai berkaca.

Anya takut, Sa.

"Yang tadi itu Mas Wiwi, dulu Anya pernah ditawarin sama bunda buat nikah sama dia, tapi Anya nggak mau," jelas Anya dengan suara bergetarnya.

Sebuah penjelasan yang sukses membuat Esa tertegun sepenuhnya.

"Esa, aku beneran nggak pernah suka sama siapapun. Aku cuma sukanya sama kamu. Aku maunya cuma sama kamu."

Esa kini menoleh sepenuhnya saat lampu lalu lintas berubah menjadi merah. "I know," ucapnya sukses membuat seutas senyum milik Anya samar terukir. "Nah gitu dong, senyum, Anya sabar dulu ya? Aku juga lagi usaha buat kita."

"Kita," ralat Anya. "Kita usaha sama-sama ya?"

Esa tersenyum, kini sebelah tangannya bergerak mengusap jejak air mata pada kedua pipi Anya. "Udah kamu nggak usah nangis ya? Esa juga maunya sama Anya doang."

Our PrincessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang