"Abang, Esa mana?" tanya mama begitu keluar dari ruang ICU dengan mata sembabnya.
"Lagi nungguin Jeje, ma," jawab Nathan seadanya.
"Oh iya Jeje! Jeje di mana?" tanya mama lagi, panik.
"Mama, pulang dulu yuk? Mama pasti capek abis perjalanan jauh, biar nanti abang yang jagain kakang sama Jeje," ucap Nathan. "Kasian Om Danish sama anaknya ma, pasti capek juga."
"Oh iya Danish sama Jake ya..." kata mama pelan seraya memijat pelipisnya pusing. Ia menoleh, ke arah Danish yang melangkah menghampirinya lalu ke arah Jake yang duduk menunggu di kursi yang tersedia bersama Sonia, Jusuf, dan Jesya.
Danish baru saja hendak menanyakan kondisi kakang dan Jeje ketika Nathan tanpa sadar segera mendahuluinya. "Om istirahat dulu ya? Sama mama sama Jake, nanti Nathan pesenin grab," tawar Nathan.
"Abang, mama di sini aja."
"Makasih Nathan, itu Abian sama Jeje gimana kondisinya?" tanya Danish turut khawatir.
Demi mendengar pertanyaan itu, mama menggigit bibir bawahnya menahan tangis. Tidak tega jika harus mengingat kembali bagaimana kondisi kakang tadi.
"Cukup parah om, dua-duanya harus dioperasi. Jeje tulang rusuknya patah, Abian tulang punggungnya rusak sama kepalanya juga cedera berat," jelas Nathan.
"Innalilahi, Ya Allah...." ucap Danish. "Kalo ada apa-apa bilang ya, nanti Om Danish bantu."
"Makasih banyak om," sahut Nathan, kini menoleh sekilas ke arah Jake. "Kalo gitu, pulang sekarang ya? Istirahat dulu abis perjalanan jauh pasti capek."
Danish menoleh ke arah Jake, lalu melambaikan tangannya menyuruh putra tunggalnya itu untuk mendekat. Sebenarnya, ia tidak enak jika harus meninggalkan rumah sakit dan beristirahat di rumah yang si tuan rumahnya saja sedang dirawat dengan kondisi yang amat tidak baik-baik saja. Tetapi ia juga tidak enak jika harus menolak tawaran Nathan, apalagi melihat putranya saat ini juga terlihat amat kelelahan.
Setelahnya, Nathan segera mengantar ketiga orang itu menuju lobi utama rumah sakit.
Meninggalkan Sonia, Jesya, dan Jusuf untuk menemani Abian.
Jesya menunduk, menatap pada sebuah lampu tidur berbentuk bintang di tangannya. Lampu tidur yang waktu itu dibeli oleh Sonia, Jusuf, Abian, dan dirinya. Sebuah tanda persahabatan.
Tadi, setelah dari berpisah dengan Sonia di kedai kopi, Jesya dan Jusuf berniat pergi ke rumah Abian agar adil saja, abis main dengan Sonia harus main dengan Abian juga. Tetapi rupanya di rumah itu tidak ada siapa-siapa, hanya ada mang Asep sang penjaga rumah. Karena memang sudah bersahabat amat dekat, maka Jusuf dan Jesya masuk saja meskipun sang pemilik rumahnya tidak ada, keduanya masuk berniat menunggu Abian di kamarnya.
Tidak lama ada panggilan telepon dari Sonia yang mengatakan jika Abian mengalami kecelakaan, lantas keduanya bergegas menuju rumah sakit yang sudah Sonia sebutkan.
Sebelum benar-benar keluar dari dalam kamar Abian, Jesya menyempatkan diri mengambil lampu tidur itu sehingga kini lampu tidur milik Abian bisa berada di tangannya.
"Ke ruang ICU boleh bawa barang nggak sih?" tanya Jesya dengan tatapan masih tertuju pada lampu tidur di pegangannya.
Sonia mengernyit, menoleh ke arah Jesya di sisinya. "Buat apa lampu tidur?" tanyanya.
"Buat nyemangatin Abian, biar dia nggak nyerah," jawab Jesya, tiba-tiba teringat kembali bagaimana cahaya dari lampu tidur itu bisa dengan ajaibnya menyelamatkan hidupnya waktu itu.
"Kayaknya nggak boleh deh Jes," kata Jusuf, setelah membaca syarat-syarat membesuk ruang ICU dari google. "Yang ngejenguk aja dibatasi, apalagi bawa barang gini. Tapi bentar deh, gue tanyain dulu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Princess
Random"Our princess," begitu katanya abang. Tapi Jeje nggak pernah ngerasa diperlakukan seperti princess oleh ketiga kakak laki-lakinya. ⚠️⚠️⚠️ tw // abusive tw // mention of bullying tw // harsh word Copyright © 2021, faystark_