57. Aa-aa Botak

102 36 6
                                    

Hari Kamis tanggal 16 Agustus sepulang dari kerja, Esa pergi bersama Anya mencari makanan untuk menonton acara pembukaan Asian games tanggal 18 juga untuk mencari kado Jeje yang berulang tahun pada tanggal 19-nya.

Beli kado udah, pesen kue juga udah. Sekarang Anya sama Esa sedang makan di Ichiban. Lagi anteng makan sambil merhatiin Anya, tiba-tiba saja Esa teringat perkataan Silvina malam itu.

"Tapi saran dari Silvina, mending bicarain aja deh kak, daripada dipendem gini gak bakal bisa nyelesaiin masalah."

"Anya," panggil Esa. "Aku boleh nanya sesuatu nggak?"

Anya yang semula memotret makanannya, segera menyimpan ponselnya dan menaruh seluruh perhatiannya pada Esa. "Nanya apa, Sa?"

"Soal pas malam minggu, pas kamu tiba-tiba batalin malmingan kita," kata Esa, membuat Anya diam-diam menegakkan tubuhnya. "Pas beberapa hari setelahnya aku nggak sengaja liat foto kamu sama Mas Wiwi di HP-nya Joko. Kamu pas malem minggu ketemu keluarganya Mas Wiwi, ya?"

"Oh itu, iya waktu itu emang makan malam sama keluarganya Mas Wiwi. Maaf banget aku nggak ngasih tau soalnya dadakan banget, aku aja nggak tau kalo ternyata makan malamnya sama keluarganya Mas Wiwi. Tiba-tiba aja udah disiapin dress sama bunda," jelas Anya sejujur-jujurnya.

Esa mengangguk saja menanggapinya. Dari sana juga sebenarnya ia sudah tak terlalu mempersalahkan lagi hal itu kok, tetapi Anya sendiri justru yang membahasnya lebih lanjut.

"Cuma makan malam biasa aja kok, bahas bisnis keluarga gitu-gitu deh," jelas Anya seadanya karena memang sendirinya juga tak begitu paham dengan tektek bengek bisnis perusahaan yang dijalankan orangtuanya.

Anya anak kedokteran, Anya nggak terlalu ngerti tentang bisnis.

"Anya...."

"Esa," sela Anya sebelum Esa melanjutkan ucapannya. "Aku tetep punya Esa kok."

Esa mengulum bibirnya, menunduk sambil memainkan udon dengan sumpitnya. "Kalo kita nggak jodoh gimana, Nya?" tanya Esa, intonasi bicaranya santai banget tapi berhasil membuat Anya si overthingker merasa nggak enak.

"Nggak mau," jawab Anya sambil menggelengkan kepalanya tanpa berani menatap Esa.

"Kita nggak bisa cepet-cepet nikah soalnya, mama aku belum pulang-pulang. Mama aku juga mau nikah lagi. Jadi mungkin masih lama," jelas Esa. "Kamu gapapa kalo nunggu?"

Anya mengangguk. "I'm totally fine, Sa. Aku juga harus persiapin diri dulu buat masuk ke dunia perumah tanggaan nanti. Pelan-pelan aja nggak papa kok, nggak usah terburu-buru," ucap Anya berusaha menenangkan pria di hadapannya.

Perempuan itu mengerti bagaimana perasaan Esa sekarang. Anya mengerti jika Esa takut ketikung mas Wiwi makanya di sini laki-laki itu merasa harus cepat-cepat menikahi Anya tetapi keadaan belum bisa mendukungnya.

Padahal Anya sendiri santai banget. Mau nunggu juga ia bersedia jika memang kondisi Esa saat ini belum bisa mendukung keduanya menuju jenjang yang lebih lanjut.

Soal mas Wiwi sendiri, Anya juga bingung bagaimana cara ia membatalkan perjodohannya karena mas Wiwi mau-mau aja, tapi Anya nya nggak mau. Bunda juga masih bersikeras jika Anya harus menikah dengan mas Wiwi.

Anya nggak tau nanti ngebujuknya gimana. Sempet bikin ide gila buat nikah lari sama Esa, tapi nggak mungkin banget lah!

Untuk Esa sendiri sebenarnya selain karena ketikung mama yang mau nikah lagi, ia juga masih merasa berat jika harus melepaskan tiga adik-adiknya. Apalagi semalam ia baru mendapati jika kakang ternyata stress banget, makin berat saja rasanya.

Our PrincessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang