Reyna menaruh gelas bekas jus jeruk yang tadi dia minum diatas meja, Tubuhnya bersandar pada pinggiran kasur dan kini gadis itu duduk dilantai sambil memeluk kedua dengkul nya dan menatap langit malam dari jendela besar yang ada dikamarnya.
Pikirannya benar-benar kalut, Gak ada yang Reyna pikirin selain bagaimana cara agar dia bisa keluar dari sini dan mengatakan yang sebenarnya.
Matanya sudah cukup bengkak dan suara Reyna terdengar serak karna siang tadi dia terus berteriak, Dan rasanya tubuh Reyna juga sudah lelah untuk sekedar bergerak.
Reyna melirik makanan diatas meja nakas, Makanan itu ada disana dari dua jam lalu dan nampak nya sudah dingin karna Reyna hanya meminum jus nya saja. Dirinya kehilangan selera makan.
Lagi-lagi Reyna menghela nafasnya sambil memejamkan matanya yang terasa berat itu, Lalu kembali menatap pemandangan diluar jendela besar itu, Pemandangan kota dan juga langit malam tanpa bintang adalah obat Reyna untuk tenang selama disini.
Walaupun Junkyu atau Jihoon pasti selalu datang dan menjadi tempat ceritanya atau sekedar membuat Reyna tertawa lepas, Tapi menatap pemandangan luar gedung selalu menjadi hal utama yang menenangkan Reyna saat dia sedang sendirian.
Ditambah sekarang ini diluar hujan membuat jendela hotel basah akibat bercak guyuran hujan, Dan hari ini, Langit Seolah mewakili bagaimana perasaan Reyna, Hujan deras dengan petir itu mewakili bagaimana kacaunya Reyna.
Reyna terusik saat mendengar suara pin pintu ditekan dan bersamaan dengan itu pintu dibuka dengan kasar.
Disana Yoshi datang dengan setelan rapi nya karna dia baru selesai dengan pekerjaannya, Yoshi menatap marah saat melihat kamarnya berantakan, Barang-barang berserakan dan Yoshi mengepalkan tangannya begitu melihat Reyna yang terduduk di lantai menatap keluar.
"REYNA!"
Yoshi menghampiri Reyna dan menarik rambut Reyna kasar membuat Gadis itu mendangak menatapnya dengan mata bengkaknya disana, "How dare we try to kill my mother!" Tanya Yoshi terdengar begitu marah, Karna beberapa jam lalu Tiffany mengadukan bagaimana prilaku Reyna padanya siang tadi.
Bukanya meringis sakit atau berteriak minta dilepaskan, Reyna malah menatap Yoshi dengan sendu, Menarik nafasnya dalam dan kembali menatap Yoshi, "Dia bohong kan?" tanya Reyna yang terdengar begitu parau.
Yoshi menatap Reyna masih dengan tangan yang menjambak rambut Reyna, "Reyna!" bentak Yoshi.
Bukanya menjawab, Reyna malah kembali meneteskan air matanya, "Yoshi.. Tolong bilang kalau kehamilan jalang itu cuma bohong.." Lirih Reyna gemetar.
Yoshi yang mendengar itu sontak melepas tangannya dari rambut Reyna, Sedangkan Reyna hanya menunduk mengusap pipinya dan kembali menatap keluar jendela.
Yoshi menghela nafasnya berat, Nampaknya ia mengerti apa masalah Reyna dan Tiffany siang tadi.
"Itu fakta" ucap Yoshi sambil mengambil duduk disebelah Reyna.
Reyna menarik nafasnya, berusaha untuk tidak menangis lagi, "Kenapa lo gak jadi bunuh gue waktu itu? Lo bilang gue cuma punya waktu seminggu buat hidup kan? kenapaa gak bunuh gue.. Kenapa? "
"Gue belum puas"
Mendengarnya Reyna kembali sesak, Sungguh kejam mendengar Yoshi bicara seperti itu dengan wajah datar seolah itu bukan hal besar untuknya.
"Gue pernah ngasih lo pisau dan ngasih lo kesempatan buat bunuh diri, Tapi lo lebih milih hidup buat ngelawan gue waktu itu."
Reyna hanya diam memukul mukul dadanya yang sesak sambil menatap langit yang hujannya semakin deras.
"It Hurt, right?" tanya Yoshi.
Yoshi menghela nafasnya, "when you find out your position for Donghae has been replaced by another kid, it hurts isn't it? Rasanya lo pengen ngebunuh anak yang bahkan belum lahir itu." ucap Yoshi lagi.
Reyna menunduk, dan dirinya lagi lagi kembali manangis karna membayangkan kejadian tadi saja begitu menyakitkan untuk nya.
"15 tahun lalu gue ngerasain hal yang sama, Even now, the pain is still there, And it's you Reyna.. Lo yang rebut posisi gue" ucap Yoshi lagi kali ini pandangannya menatap Reyna yang masih menunduk.
"Dan lo masih dendam sampe sekarang? Kalau gitu bunuh gue, Dan rasa sakit lo bakal ilang" ucap Reyna menatap Yoshi hingga mata mereka bertemu.
"Bukanya ngeliat gue selalu bikin lo inget segimana menderita nya hidup lo tanpa figur Ayah? Kalau gitu puasin dendam lo, dan bunuh gue"
"Lo pikir semuanya bakal selesai setelah lo mati?"
"Iya! Buat sekarang setidaknya bunuh gue, Bunuh gue abis itu selesaiin semuanya setelah gue meninggal!"
Reyna mengusak rambutnya, "Setiap hari gue diem di kamar mewah yang keliatan nyaman, Tapi rasanya gue hidup di dalam neraka setiap kali gue liat lo!"
"Udah berapa kali lo siksa gue pake gesper, Cambuk, Atau tangan lo? Berapa kali lo lecehin gue, Perkosa gue, Benturin kepala gue, atau berapa kali tiba-tiba lo perlakuin gue dengan baik layaknya orang yang lo sayangin, Gue bahkan gak inget"
"Gue cuman budak sex dan bahan pelampiasan amarah lo, Jadi kenapa gak sekalian lo bunuh gue aja??"
Reyna bicara sambil nangis, Bahkan tangannya gemetar setiap kali dirinya mengingat bagaimana perlakuan Yoshi padanya.
"Gue gak akan minta lo buat bebasin gue lagi, Yang gue mau cuma udahin semua ini dan bunuh gue kayak lo bunuh orang-orang yang berusaha gangguin lo"
"Lo pikir selama ini gue ngebangkang, gue ngelawan dan berontak itu biar apa? Biar kesabaran lo abis dan lo abisin nyawa gue! Kenapa lo gak sadar sadar!"
Reyna menarik nafasnya, "Please Yoshi.. Gue udah gak tahan.." ucap Reyna sambil menarik tangan kanan Yoshi dan menaruhnya diatas kepalanya, "Jambak gue sesuka lo, Siksa gue sampe gue gak benyawa, Dan setelah itu lo bakal ngerasa lebih lega.." Ucap Reyna sambil menutup matanya dan menangis, "Please.." gumamnya lagi.
Yoshi menatap tangannya yang kini berada diatas kepala Reyna, Lalu matanya beralih menatap Reyna yang menutup matanya sambil memohon untuk disiksa hingga meninggal, Entah.. Yoshi benar-benar bingung dengan apa yang harus dia lakukan sekarang.
Membunuh Reyna tidak akan membuatnya puas, Bukan?
Yoshi menggerakkan tangannya, Bukan untuk menjambak rambut Reyna melainkan menarik kepala Reyna dan membawanya kedalam dada bidang miliknya lalu mengelus kecil kepala Reyna yang bersandar didadanya, Lalu Yoshi menggerakkan satu tangannya lagi untuk menepuk punggung Reyna dan Kini Yoshi memeluk Reyna, mendekap gadis itu dengan perasaan campur aduk disana.
Reyna yang dipeluk hanya bisa menangis sejadi-jadinya, Seolah kali ini dirinya benar-benar kehilangan harapan karna Yoshi menolak untuk menghabisi nyawanya.
Reyna menangis menjerit jerit sambil mencengkram dada bidang Yoshi yang basah ulah air matanya."Only I will determine when you die, Reynara." gumam Yoshi sambil mengelus kepala Reyna dan mendekap gadis itu dengan erat.
Tuhan kejam untuk Reyna, Sungguh.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
MINE • Kanemoto Yoshinori ver✔️
Action"i'm Yoshinori, And You're Mine Now!" 🔞 ⚠️Kekerasan ⚠️Bahasa Non-Baku ⚠️Unsur Dewasa