30. Red Handed

142 1 0
                                    

Suara ketukan di pintu kamarnya membuat Adrian mengerang pelan. Tadinya ia berniat mengabaikan entah siapa pengganggu itu tapi ketukan tak henti dan tak menyerah itu mulai mengusiknya.

Menghembuskan napas kasar, Adrian lekas bangun dari posisi ternyamannya. Kepalanya berdenyut nyeri akibat tindakan tiba-tiba itu. Padahal dia sudah bilang ingin istirahat dan tak mau diganggu. Flu yang dideritanya sejak kemarin bertambah berat. Tubuhnya bahkan mulai demam. Hidungnya juga sulit bernapas karena tersumbat. Benar-benar tersiksa.

Dia tak mengerti kenapa tubuhnya jadi selemah ini. Adrian termasuk jarang sakit. Dia rajin berolah raga, menjaga pola dan asupan makannya serta istirahat cukup, biasanya. Akhir-akhir ini Adrian memang makan sembarangan dan kurang istirahat. Olahraga? Tentu saja tidak. Kuliahnya padat, tugas menumpuk dan masalah yang masih membuatnya ketar-ketir. Mungkin itu sebabnya flu langsung menyerangnya.

Dengan lunglai, Adrian beranjak untuk membuka pintu kamarnya. Netra sewarna madunya membulat begitu melihat sosok di balik pintu. Tidak mungkin!

"Mia!" sapanya terkejut.

Bagaimana bisa gadis ini disini? Di rumahnya? Ya. Adrian berada di rumah. Clara memintanya tinggal di rumah karena melihat kondisinya yang kurang baik.

"Ha-halo kak." Mia tersenyum kikuk.

For God sake, Mia tidak akan berani dan tidak akan pernah mau ke rumahnya. Bukan. Mia bahkan tidak tahu dimana letak rumahnya. Apa yang dilakukan Mia disini? Apa yang dipikirkan Mia?

"Ka-kamu ngapain? Kok bisa disini?"

"Kak Eric bilang kakak sakit."

"Eric?"

Adrian tak mengerti awalnya sampai dilihatnya sepupunya itu melintas sembari cengar cengir.

"Tunggu sebentar," ujarnya seraya menggeser tubuh Mia lalu mengejar Eric yang terburu-buru ingin turun ke lantai satu.

Adrian menarik bagian belakang kaos Eric, membuat sang sepupu hampir terjengkang. Tubuh Eric diputar menghadapnya, dicengkramnya bagian depan kaos Eric.

"Kenapa lo bawa dia kesini?" Ia mendesis, merendahkan suara agar Mia tak mendengar.

"Biar lo cepet sembuh lah." Eric menjawab santai meski raut wajahnya berubah panik.

Adrian mendelik.

"Dia kan pacar lo. Gue kasihan lihat lo. Abis ketusuk, baru juga cabut jahitan eh kena flu."

"Ya gak bawa dia kesini juga Ric. Ini di rumah! Are you insane? Kalau dad lihat gimana?"

"Om Surya pulangnya malem kan. Ini masih siang Yan. Tenang aja sih."

Adrian menghela napas lelah. Sepupunya kadang sok tahu dan membuat masalah yang sudah rumit makin tambah rumit. Entah apa yang ada di dalam otak Eric saat mengajak Mia kemari. Dilepaskannya Eric karena sadar kemarahannya tak berguna. Mia sudah ada disini, sudah terlanjur.

"Cepet sembuh ya." Eric menepuk pundaknya dan bergegas turun. Mungkin takut Adrian akan mengamuk.

Adrian menoleh pasrah ke arah gadis yang masih menunggunya dalam diam.

"Turun yuk," ajaknya.

Adrian mengajak Mia ke pantry lalu meminta salah satu asisten rumah tangganya menyediakan makan siang untuk mereka. Adrian lebih suka makan disana. Meja makannya terlalu besar, terkesan dingin dan berjarak kalau mereka cuma berdua.

"Kok kamu mau aja sih diajak Eric kesini?" Adrian memulai pembicaraan sembari menikmati sop iga sapi buatan koki di rumahnya.

"Kakak gak suka aku datang?"

Just Three Words  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang