70. Loved and Lost

126 2 0
                                    

"Lo kemana aja sih Mi? WA gak dibales, telepon gak diangkat. Kumat lagi lo?" Ivonne langsung mengoceh begitu Mia membuka pintu rumahnya siang itu. "Kenapa lagi sih neng? Ada masalah apa? Kalo ada masalah tuh cerita. Jangan dipendem ntar lo pusing sendiri."

Nyatanya, Mia memang tengah pusing. Dia juga tak bermaksud memendam ini semua sendirian. Dia tak sanggup terus terang saja, tapi dia juga tak tahu harus bercerita pada siapa. Orang yang menjadi tempat curahan hatinya, orang yang selalu bisa ia andalkan adalah orang yang paling ingin ia lindungi. Mia tak mau merepotkannya lagi. Lalu keempat sahabatnya? Tidak mungkin Mia bercerita pada mereka. Lima sekawan sudah bertransformasi menjadi geng Grey and the girls, ingat?

"Lo kenapa? Sakit? Gak masuk, gak ada kabar gini." Intonasi suara Ivonne kini melembut.

"Gak enak badan aja. Gak apa-apa kok." Mia mengurai senyum tipis, ingin menunjukkan kalau dirinya baik-baik saja.

"Udah ke dokter?" Ivonne mengikuti Mia yang berjalan ke arah sofa lalu duduk disana.

Mia menggeleng. "Cuma masuk angin Von. Udah enakan kok sekarang."

"Biasanya kan lo kasih kabar."

"Maaf, lupa."

Ivonne meliriknya tak percaya. Tentu saja Mia berdusta. Ia tidak mungkin lupa.

"Jangan kebanyakan bolos, ntar lo gak bisa ikut ujian. Absensi tuh ngaruh tau," nasehat sahabatnya.

"Iya. Senin masuk kok."

"Mi, lo tau kak Adrian sekarang ada dimana?"

Mia mengerutkan dahi bingung. Kenapa topiknya malah ganti? Kenapa Ivonne mencari Adrian?

"Lo gak komunikasi sama kak Adrian juga? Lo lagi ngehindar ya?" tuduh Ivonne.

Kabur tepatnya. Adrian sepertinya menyadari perubahan sikapnya. Kalau perempuan lain merasa beruntung memiliki kekasih yang peka, Mia sebaliknya. Tidak di situasi seperti ini. Adrian terlalu peka. Adrian pasti tahu apa yang Mia sembunyikan dan Mia tak mau itu terjadi. Tidak sekarang. Mia belum siap.

"Kak Adrian di rumah sakit." Ivonne menjawab sendiri pertanyaannya.

Mata Mia hampir meloncat keluar mendengar informasi itu.

"Bobby nemuin dia hampir pingsan di Orange Cafe kemaren. Dia sakit Mi dan kayaknya... Parah."

Entah Ivonne terlalu melebih-lebihkan kata-katanya atau memang itu yang sebenarnya terjadi, yang jelas disinilah Mia berada. Di rumah sakit milik keluarga Arthadinata. Mia seperti kembali ke beberapa bulan silam, ke waktu ia membuat kesalahan konyol yang sampai sekarang masih menimbulkan rasa tidak nyaman tiap kali mengingatnya. Mia menarik napas dalam beberapa kali, berusaha mengendalikan diri seiring langkahnya menuju tempat Adrian di rawat. Segala skenario buruk sudah bermunculan di otaknya. Bagaimana kalau Adrian marah? Bagaimana kalau Adrian mengusirnya? Mia sudah berlaku menyebalkan belakangan ini. Dia meninggalkan Adrian di saat laki-laki itu paling membutuhkan seseorang untuk berada di sampingnya. Janji yang ia ucapkan tak bisa ia tepati. Andai Adrian tahu kalau Mia juga punya janji lain yang ia abaikan. Janjinya pada Tuhan di gudang tua itu. Mungkin itu sebabnya nasib buruk masih mengikuti Adrian. Kemarin, Adrian hampir tertabrak karena kebodohannya. Selanjutnya apa? Mia ngeri membayangkannya.

"Sini Mi! Jangan bengong." Ivonne menegurnya lantaran Mia hanya berdiri termenung di depan pintu kamar ruangan VIP.

"Von..." Mia meringis. Ia melupakan satu hal paling penting. Keluarga Adrian. Mereka tidak akan suka melihat kehadirannya disini dan Mia belum siap bertemu mereka lagi. Jantungnya saja sudah tidak santai sejak tadi.

"Bobby bilang, kak Adrian gak ditungguin keluarganya. Keluarga kaya tuh gitu ya? Sibuk. Yang nemenin kak Adrian paling kak Eric atau bang Jo."

"Kak Ian sebenernya sakit apa?" Ivonne memang tidak menjelaskan lebih rinci soal sakit yang diderita Adrian. Mungkin Adrian kelelahan atau jangan-jangan ada komplikasi dari luka-luka sebelumnya.

Just Three Words  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang