Halo... Apa kabar semua?
Udah gak sabar baca lanjutannya?
Part ini spesial POVnya Eric ya. Mia lagi gak bisa diajak ngomong dan Adrian... Yaaah you know... So... Kita lihat apa yang terjadi selanjutnya dari sudut pandang Eric.
🤍🤍🤍🤍🤍
"Kalau lo ngalamin situasi antara hidup dan mati terus lo harus milih antara diri lo sendiri atau orang yang lo sayang, apa yang bakal lo lakuin?"
"Gue aja yang mati."
Pertanyaan konyol dan jawaban asal itu kembali membayangi benak Eric. Ucapan panik Adrian sebelum memutus teleponnya juga kembali terngiang.
Sialan! Perasaannya berubah tak enak. Ditambahnya kecepatan mobilnya. Diabaikannya protes Bobby ketika Eric seenaknya menerobos lampu merah dan hampir menabrak kendaraan dari arah berlawanan. Harusnya dia naik motor saja tapi Eric tak bisa berpikir jernih usai mendapat telepon dan pesan dari Katrin tadi. Untunglah Bobby mengingatkannya untuk tak bertindak sendiri hingga Eric akhirnya menghubungi Jo. Ia berharap Jo bisa lebih dulu sampai sebelum dirinya. Jika sesuatu yang buruk menimpa Adrian, Eric pasti akan dirundung penyesalan seumur hidupnya.
Mana Adrian peduli soal keselamatannya apalagi jika itu menyangkut seseorang yang berharga baginya. Adrian tidak akan segan mengorbankan dirinya sendiri, tepat seperti jawaban nyeleneh yang pernah diucapkan sang sepupu di sesi wawancara itu kemarin. Lalu pikiran Eric melayang ke masa tiga tahun silam, ketika ia mendapati sang sepupu tengah mengobati luka robek di pinggang kanannya di dalam kamar kos Bobby. Tempat yang dijadikan pelarian Adrian setelah dua hari tidak pulang dan membuat Eric kelimpungan mencarinya kesana kemari.
"Lo tuh bego atau gak waras sih? Ngapain sampe ketusuk segala demi orang asing!"
"Lebay lo ah! Ini tuh cuma kegores dikiiit. Gue kalah cepet aja."
"Ya tetep aja Yan. Harusnya lo pikirin diri lo sendiri. Gak usah segitunya nolongin orang."
Sepupunya terdiam, cukup lama hingga Eric mengira Adrian mengerti, kapok dan tidak akan melakukan tindakan gegabah lagi. Nyatanya salah. Sang sepupu menatapnya serius sembari berkata, "tau gak Ric? Kalo cewek itu yang kena, dia pasti mati."
Eric berdecak sebelum akhirnya menggerutu, "kalo lo yang kena gak mati gitu?"
Adrian malah tersenyum yang membuat Eric ingin sekali menjitak kepalanya. "Gue masih hidup kan?" Kekehan pelan terdengar. "Lo sendiri yang bilang kalau gue tahan banting. Gue udah biasa." Eric baru ingin protes ketika Adrian mengangkat tangan dan bicara lagi." Lagian... bukan orang asing kok. Yang cowok... anaknya om Tama."
"Om Tama?"
"Pratama Wira Atmaja." Adrian menyebutkan salah satu nama rekan bisnis Arthadinata Group. Eric ingat om Tama, pria jangkung berkulit putih dan bermata sipit yang katanya masih satu almameter dengan ayahnya.
"Lo gak kenal itu cewek." Eric mendebat lagi, tetap tidak mau kalah. Siapa suruh sang sepupu menjadi tameng untuk cewek asing yang tak ada hubungannya. Anaknya om Tama lain soal.
"Gak juga..."
"....."
"Gue... bersyukur ngelakuin itu."
"Hah?? Maksudnya?"
Adrian tak menjawab tapi bibirnya mengulas senyuman. Anehnya, netra madunya terlihat... muram.
******
Eric sampai di lokasi tepat saat sepupunya ingin berduel dengan si menyebalkan Jeff. Melihat kondisi Adrian yang kelihatan susah payah berdiri di atas kedua kakinya, Eric tahu ada yang tidak beres. Dua pria berbadan kekar tergeletak tak berdaya sementara dua lainnya seperti menunggu perintah. Kemampuan bela diri Adrian cukup mumpuni. Adrian terlatih, Adrian juga punya segudang pengalaman bertarung di jalanan. Sepupunya tak kenal rasa takut. Cenderung nekad. Namun, Adrian juga manusia biasa. Tak selamanya Adrian menang. Tak selamanya Adrian selalu beruntung.
![](https://img.wattpad.com/cover/188054235-288-k180603.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Just Three Words
Teen FictionTrauma di masa lalu membuat Amelia Renata (Mia) menghindari apapun yang berhubungan dengan darah. Cairan merah mengerikan itu selalu membuatnya panik dan ketakutan. Maka ketika Adrian Arthadinata masuk dalam lingkaran pertemanannya, Mia berusaha men...