43. Reality Bites Part 1

106 2 0
                                    

Beasiswa Mia dipulihkan kembali. Mereka beralasan ada kesalahan data dan informasi sebelumnya. Alasan yang aneh karena Mia dan Ivonne sempat berargumen sebelumnya dan mereka ngotot tak ada kesalahan sedikit pun. Perintah langsung dari pusat. Keputusan yang tak bisa diganggu gugat. Namun hanya dalam waktu dua hari semuanya berubah. Kekuatan orang dalam begitu Tommy bilang. Tak ada yang perlu Mia cemaskan. Hal semacam ini tidak akan terjadi lagi.

Rasanya Mia mau tertawa saja. Mereka bilang Mia gadis polos, lugu tapi dia bukan gadis bodoh. Ada sesuatu yang mencurigakan disini, pasti. Hanya saja Mia tak tahu apa itu. Kalau mau merunut ke belakang semuanya memang terlihat ganjil. Memikirkannya membuat perut Mia melilit. Jantungnya berdegup kencang, paru-parunya jadi sulit untuk bernapas. Cemas dan takut, Mia tidak tenang. Pikiran Adrian harus melakukan sesuatu agar dirinya bisa tetap menghirup udara bebas terus berkelebat. Apa semua ini berhubungan?

"Kak Ian lagi kesulitan kan?" Mia akhirnya bertanya pada Eddie. Ia tidak tahan lagi. Bagaimana bisa ia tetap diam sementara orang lain tengah kesusahan gara-gara dirinya.

"Lagi puyeng karena banyak job. Karir Grey lagi menanjak naik nih." Jawaban Eddie malah tidak nyambung.

"Ed, aku serius. Kamu pasti tahu sesuatu. Kak Eric sendiri yang bilang kalau kak Ian lagi banyak masalah." Eric tidak mengatakan tepat seperti itu tapi selalu ada pesan tersirat dari candaannya.

"Mi, lo gak usah pusing mikirin masalah orang. Bukan urusan lo."

"Kalau itu ada hubungannya sama aku berarti itu juga urusan aku."

"Gak ada Mi. Manusia hidup pasti ada aja masalahnya. Orang kaya juga punya masalah. Masalah gue ya gak punya duit."

"Eddie!" Mia tambah kesal karena jawaban Eddie ngawur terus.

"Orang yang nebarin gosip kemaren langsung dituntut. Masa aku yang hampir bunuh orang gak diapa-apain."

Eddie terdiam. Mia juga diam. Sahabat sejak SMPnya itu menghela napas pelan.
"Lo harusnya bersyukur. Udah, gak usah dipikirin. Udah lewat juga Mi," ujarnya kalem.

Giliran Mia yang menghela napas. Usahanya membuat Eddie bicara sia-sia. Tommy tidak tahu apa-apa, Ivonne pun sama. Adrian lebih dekat dengan Eddie dan Bobby daripada Tommy. Adrian bisa saja pernah bercerita pada dua sahabatnya. Apa Mia harus tanya pada Bobby? Mia tidak mungkin menanyakan ini pada Eric. Mia tidak berani. Akhir-akhir ini Eric suka sekali menyindir, tatapan matanya juga seperti menuduh Mia sebagai biang masalah. Eric sepertinya menyalahkankannya. Kalau Mia berani mengungkit ini pada Eric, Mia yakin dia akan langsung dimarahi.

"Gak usah khawatir sama orang yang gak pantas dipeduliin Mi." Nina yang tadinya cuma mendengarkan dan lebih asyik menikmati santap siangnya ikut bersuara. Mereka ada di kantin teknik. Mia sengaja datang kesini karena tak mau pembicaraannya diganggu Tommy atau Ivonne.

"Coba buka hape lo. Adrian lagi seneng-seneng sama ceweknya. Lo terlalu overthinking. Dia sama sekali gak kelihatan susah. Mesum iya."

"Mesum?"

"Kamu ngomong apa sih, yang?" tanya Eddie pada Nina.

"Lihat tuh kelakuan temen kamu. Apa gini caranya buat bikin pamor Grey naik? Murahan banget."

Penasaran, Mia ikut membuka ponselnya dan mencari berita yang dikatakan Nina. Seketika, Mia merasakan sebuah belati tak kasat mata menikam jantungnya. Sakit sekali. Oh Tuhan, apa ini sungguhan?

Foto Adrian dan Cindy yang tengah berciuman mesra di depan unit apartemen Adrian terpampang jelas di ponselnya. Foto mereka yang tengah berpelukan juga ada. Mia hampir saja membanting ponselnya sendiri kalau tidak ingat ia akan diomeli mami karena sudah merusak barang.

Just Three Words  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang