16. Sin

99 1 0
                                    

Can't think straight I can't go on
It's hit me hard but I can't give up
Speak to me cause it's killing me

You can change my world
Just say the line
With just three words
You'd save my life
(Just Three Words - a1)

💙💙💙💙💙💙

Mual. Perih. Itu yang dirasakan Adrian sekarang ini. Asam lambungnya pasti naik karena dia melewatkan makan siang tadi. Perutnya hanya menerima cairan entah itu air putih, teh atau kopi. Ah kopi, itu penyebabnya. Padahal terakhir kali perutnya diisi makanan hanya tadi pagi itupun cuma bubur ayam. Adrian punya maag, dia tak bisa melewatkan jam makan. Makannya harus teratur atau penyakitnya kambuh seperti ini. Dia suka minum kopi apalagi saat belajar dan harus merelakan waktu tidurnya. Tak masalah asal perutnya terisi makanan lebih dulu. Kalau belum makan beginilah akibatnya.

Kakinya melangkah pelan, tangannya memegangi perutnya yang semakin terasa cenat cenut tak karuan. Rasanya ia ingin muntah. Kejadian tadi siang adalah penyebab penderitaannya sekarang. Padahal Adrian sudah memesan menu favoritnya dan siap menyantap tapi keributan di kantin menyita perhatiannya. Panggilan Alan yang menyuruhnya cepat kembali ke gedung fakultasnya juga turut andil. Pada akhirnya dia malah terlambat masuk kelas, mendapat teguran dan hukuman. Semua itu karena gadis itu. Gadis yang masih marah dan mengabaikannya tapi memeluknya erat dan menangis di dadanya. Adrian yakin banyak pertanyaan di kepala teman-temannya akibat tindakan impulsifnya memeluk Mia yang terserang panik tadi siang. Belum lagi kata-kata yang keluar dari mulutnya, permintaan maaf berulang yang pasti didengar oleh mereka semua.

Eric tengah duduk di depan televisi begitu Adrian membuka unitnya. Sepupunya menoleh sekilas dan tersenyum padanya. Tumben banget. Adrian tidak pernah ditunggu kepulangannya apalagi disambut senyum oleh Eric.

"Lama banget. Gue udah nungguin lo dari tadi," sapanya.

Ini aneh. Adrian merasakan ada maksud tersembunyi di balik ini semua. Setelah mencuci tangan, ia langsung duduk di sebelah Eric. Hari ini terasa penat.

"Muka lo pucat. Lo sakit?" Eric yang kembali perhatian membuat Adrian merinding.

"Maag gue kumat."

Sepupunya berdecak. "Gimana bisa calon dokter mengabaikan kesehatannya sendiri," cibirnya. "Siapa suruh tadi gak makan."

"Nafsu makan gue hilang."

Setelah melihat Mia terserang panik dan menangis untuk kedua kalinya, Adrian mendadak kenyang.

"Hari ini lo menang banyak ya. Bisa meluk cewek sampai dua kali." Eric malah mengoloknya ditambah kekehan menyebalkan setelahnya.

Menang apanya? Pelukannya bukan untuk hal yang romantis tapi menahan seseorang agar tidak jatuh dan menenangkan seseorang saat terserang panik. Tidak ada hal yang menyenangkan dari itu, ditambah dialah penyebab gadis itu terserang panik. Kalau ingat itu rasanya Adrian ingin meninju dirinya sendiri. Apa dia suruh Eric untuk meninjunya saja sekarang? Mungkin itu akan membuatnya merasa lebih baik. Nyeri di hatinya mungkin akan hilang. Sakit dalam batinnya mengalahi rasa sakit di lambungnya.

"Kenapa lo lihatin gue?" Eric mengernyit bingung.

"Nothing." Adrian berdehem lalu sedikit merebahkan tubuhnya. Ia memejamkan matanya.

"Lo berhutang penjelasan sama gue." Eric berkata di sebelahnya. "Mandi dulu gih terus makan. Jangan sampai lo kolaps gara-gara maag."

"Biarin aja."

Just Three Words  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang