49. Honest

76 1 0
                                    

Semua orang yang Mia kenal selalu mengatakan kalau papinya galak, garang, sangar, seram dan sederet julukan menakutkan lainnya. Semua orang yang Mia kenal segan kalau tidak mau disebut takut terhadap papi. Ada yang menyangka kalau Mia mungkin tidak bahagia menjadi putrinya papi. Mereka salah. Papi memang kelihatan tak bersahabat di mata orang lain tapi bagi Mia dan mami, papi adalah pria yang baik dan lembut.

Cuma pada Mia dan mami, papi sabar dan menurunkan suaranya yang menggelegar. Papi mungkin terlihat suka marah tapi tak pernah berteriak apalagi memaki. Papi juga tak pernah memukul. Papi adalah pria yang paling manja pada mami, sangat menyayangi mami dan mungkin tak akan bisa hidup tanpa mami. Papi adalah cinta pertama Mia. Pria pertama yang mengatakan Mia cantik, selalu memaafkan kesalahan Mia dan selalu mengabulkan apapun yang diinginkan Mia.

Mia percaya papi hanya bersikap tegas dan teguh pada prinsipnya. Pemberani, tak mudah digertak dan tak suka diusik. Papi akan selalu jadi pelindung Mia dan mami. Papi hanya tajam dengan kata-kata. Mungkin papi pernah mengancam akan memukul atau menghajar orang tapi Mia yakin papi tidak akan melakukannya sampai malam ini.

Entah apa yang merasuki papi, entah apa yang ada di benak maupun pikiran papi, tahu-tahu saja papi melayangkan tinju yang kata mami selalu menjadi andalannya saat muda dulu pada orang yang perlahan menempati posisi spesial di hati Mia setelah papi. Mungkin masa lalu mereka yang menjadi alasan papi. Biar bagaimana pun papi lah yang paling dirugikan dulu. Mungkin permintaan maaf dan penyesalan Adrian tak cukup buat papi. Mungkin juga kesabaran papi sudah habis. Entahlah, yang jelas hal mengerikan itu sudah terlanjur terjadi di depan mata Mia.

Tak ada yang bisa Mia lakukan saat melihat Adrian terjatuh dan mengerang kesakitan usai papi memukulnya. Perut Mia rasanya ikut mulas padahal bukan Mia yang dipukul. Jantung Mia bergemuruh ribut, keringat dingin membanjiri. Mia takut sekali. Entah mana yang lebih menakutkan. Adrian yang bisa jadi mengalami cedera cukup serius atau papi yang nanti harus bertanggung jawab atas emosi yang tak terkendali malam ini.

Mia sudah meminta Adrian pergi tapi senior beda fakultas itu sungguh keras kepala. Adrian malah mengatakan hal-hal yang makin menyulut amarah papi. Dada Mia kini berganti sesak karena kata-kata yang keluar dari mulut Adrian bukanlah pembelaan diri laki-laki itu. Adrian membelanya. Adrian meminta maaf untuk yang kesekian kali dan yang paling menyakitkan buat Mia, Adrian berjanji tidak akan datang dan mengganggu lagi.

Tidak! Mia tidak mau. Tidak rela. Mia tahu ini salah tapi Mia tidak bisa. Adrian sudah memiliki kekasih. Adrian punya kehidupan sendiri yang tidak ada hubungannya dengan Mia. Tak seharusnya Mia memaksa agar Adrian tetap tinggal. Bahkan menjadi teman pun tidak boleh. Konon, tak ada pertemanan murni antara laki-laki dan perempuan. Lihat saja apa yang terjadi pada Eddie dan Nina. Mia pun pernah menyimpan rasa pada Tommy dan sekarang Mia selalu terbuai dengan apapun yang Adrian lakukan untuknya. Setiap perkataan lembut Adrian terdengar amat manis. Otak Mia mulai berkhayal dan hatinya mulai berharap. Mia sadar dia menyukai Adrian, jatuh hati pada laki-laki separuh british yang dulunya pernah memberikan luka.

Apa yang harus Mia lakukan? Mia tak mau seperti ini tapi tak punya kuasa untuk mencegahnya. Mia tak bisa mengendalikan pikirannya pun tak mampu memerintah hatinya untuk berhenti. Mia hanya bisa menangis, menangisi ketidak berdayaannya, meratapi kemalangannya. Mia tahu cintanya tak akan berbalas. Sekali lagi hatinya kembali patah. Mirisnya Mia bahkan belum sempat mencicipi manisnya cinta. Mungkin lain kali Mia tidak akan mau jatuh cinta lagi. Tidak, jika dia harus kembali merasakan sakit.

Mia pikir mengalami cinta bertepuk sebelah tangan sudah paling menyesakkan, ternyata masih ada lagi yang membuatnya sesak. Komentar buruk dan tuduhan tak berdasar terhadap orang yang disukainya. Apalagi kata-kata menyakitkan itu berasal dari orangtuanya sendiri. Mia paham orangtuanya tak menyukai Adrian, mungkin membencinya tapi seburuk itu kah Adrian di mata mereka? Sejahat itu kah Adrian?

Just Three Words  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang