Seumur hidup, Adrian tak pernah sekali pun bertindak tidak sopan atau kurang ajar terhadap orangtuanya meski hubungan di antara mereka tidak begitu baik. Baiklah, mungkin bantahannya atas omongan tante Sukma di rumah sakit tempo hari adalah yang pertama lalu yang terjadi di ruang kantor ayahnya sekarang ini adalah yang kedua.
"Maafkan saya pak." Wanita bernama Grace yang merupakan asisten pribadi ayahnya menunduk ketakutan lantaran tak bisa mencegah putra atasannya yang menerobos masuk begitu saja.
Dua orang pihak keamanan yang baru saja tiba hanya dilirik sekilas oleh Adrian. Salah satunya adalah Jovan.
"Gak sopan!" omel sang opa.
Adrian memang masuk ketika meeting tengah berlangsung. Grace sudah memperingatkannya tapi ia tak peduli. Toh ini cuma meeting internal antara opa, ayahnya dan om Haikal. Anggap saja ia menginterupsi di tengah pertemuan keluarga, meski ia sudah tak dianggap sebagai bagian dari keluarga.
"Mau ngapain lagi kamu?" sang opa membuka suara ketika Grace, Jovan dan satu orang lainnya undur diri.
Om Haikal menatap iba padanya sementara sang ayah seolah menghindari tatapannya. Bagaimana Adrian bisa yakin kalau ayahnya ada di pihaknya? Om Haikal saja tidak berani terang-terangan membelanya. Dua putra Asad terlihat tak berdaya di depan ayah mereka.
"Harusnya aku yang tanya sama opa... Ehem... Maksudku anda. Apa yang anda lakukan tadi siang?" Adrian mengubah panggilannya terhadap pria tua yang tengah menatapnya garang. Asad sendiri yang bilang tak sudi menganggap Adrian sebagai cucunya lagi, mencabut semua hak dan fasilitas yang dimilikinya juga tak mau berurusan dengannya lagi. Sementara sang ayah hanya diam seolah menurut saja waktu itu. Mengingatnya, Adrian jadi jengkel sendiri. Dia masih kecewa pada ayahnya.
"Anda bilang anda udah gak peduli tapi kenapa anda mencampuri urusanku?"
Adrian melengos ketika sang ayah mendelik padanya. Bodo amat!
"Jangan pernah mendekatinya lagi atau siapa pun yang berhubungan dengannya. Kalau ada yang ingin anda sampaikan, langsung bicara padaku," tegasnya.
Sang kakek malah terkekeh pelan. Raut wajah tuanya nampak bengis di mata Adrian. Kemana perginya pria tua ramah yang menyambutnya penuh suka cita saat pertama kali ia menginjakkan kaki di mansion Arthadinata? Seorang kakek yang sering membelikannya mainan atau apapun yang ia inginkan. Seorang kakek yang membelanya kala sang ayah kehilangan kesabaran atas semua tingkah lakunya. Mereka bilang kakek lebih sayang cucunya daripada anaknya sendiri. Kasih sayang itu terasa mencekik dan menyakitkan sekarang.
"Surya, anakmu berani mengancamku."
"Aku bukan ayah." Adrian langsung menyela. "Mia bukan mum. Jangan harap anda bisa menggunakan trik yang sama seperti yang anda gunakan pada mum dulu."
Senyum dan wajah tenang itu langsung berubah kaku. Sang kakek terdiam sembari menatapnya selama beberapa saat sebelum beralih pada putranya sendiri. Lalu opa Asad kembali terfokus padanya.
"Kamu sudah tahu rupanya," ujar opa tanpa sedikit pun rasa bersalah.
"How could you?" Bayangan hangat opa saat masa kecilnya sirna begitu saja. Orang ini benar-benar tak punya perasaan.
"Aku hanya ingin putraku kembali." Alasan yang tetap tak bisa diterima Adrian. Menurutnya, Asad egois. Opanya tega menghancurkan kebahagiaan putranya sendiri demi keinginan dan ambisi semata.
"Begitu juga denganku, papa." Adrian menoleh terkejut pada sang ayah. Ini pertama kalinya sang ayah bersuara setelah sebelumnya selalu diam seakan mendukung apapun keputusan kakeknya.
"Aku ingin putraku kembali tapi aku tidak akan memaksakan keinginanku. Adrian sudah dewasa untuk menentukan jalannya sendiri."
Opa Asad terlihat terkejut. Dua pria yang sama garangnya di mata Adrian kini saling bertatapan. Adrian sempat melirik pamannya yang nampak gelisah dalam duduknya. Ia menelan salivanya, tenggorokannya terasa kering. Adrian bersyukur ayahnya ada di pihaknya tapi opanya tak akan semudah itu berubah pikiran. Selama ini titah sang kakek tak bisa dibantah. Tak ada yang berani lebih tepatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Just Three Words
Teen FictionTrauma di masa lalu membuat Amelia Renata (Mia) menghindari apapun yang berhubungan dengan darah. Cairan merah mengerikan itu selalu membuatnya panik dan ketakutan. Maka ketika Adrian Arthadinata masuk dalam lingkaran pertemanannya, Mia berusaha men...