59. Bad Luck

140 3 0
                                    

Mia masih ingat dulu saat papi terkena kasus gara-gara kecelakaannya waktu kecil, nini marah padanya dan mami. Menganggap yang terjadi adalah kesalahan mami yang tak bisa mendidiknya dengan benar sampai mencelakai anak orang dan menyusahkan orang tua. Nini tidak terlalu menyukai mami dan mungkin tidak suka padanya juga.

Jika hal buruk menimpa papi, nini selalu menuduh mami penyebabnya. Mami bawa sial buat papi. Perempuan tua itu selalu mengoceh, andai papi tidak menikahi mami, perempuan biasa lulusan sekolah menengah dan tidak kuliah. Andai papi menikahi putri temannya yang lulusan universitas negri terkenal dan meraih cum laude. Andai mami bisa memberikan anak laki-laki bukan anak perempuan cengeng dan penakut yang selalu merepotkan. Anak perempuan yang selalu bersembunyi di belakang mami tiap kali sang nenek mengoceh tak karuan.

Hidup papi mungkin akan lebih baik, lebih beruntung. Mia pun kadang berandai. Andai Mia tidak bertemu Adrian dan membuat kesalahan di taman itu, hidup papi pasti tidak akan hancur.

Meski papi bisa bangkit lagi dan kehidupan mereka membaik setelahnya tapi itu bukan hal mudah. Banyak keringat dan air mata yang sudah mereka lalui. Mia juga tak bisa melupakan kata-kata pedas nini begitu saja. Sampai sekarang, kalau terjadi hal buruk yang menimpa orang terdekatnya, Mia langsung berasumsi kalau itu karena dirinya. Mia pembawa sial.

Gadis itu menarik napas untuk yang kesekian kalinya, menyusut ingus dan berusaha menghentikan air mata di pipi yang tak henti mengalir sejak dua jam yang lalu. Dia tak bisa menghapus buliran asin dan bening itu lantaran tangannya terikat. Batinnya merutuk, menyesal lalu ia kembali berandai. Kalau saja ia tak menggubris pesan yang dikirim ke ponselnya tadi sore, nasibnya pasti tidak akan seperti ini. Adrian juga tidak akan ikut terseret kebodohannya. Mia takut sekali. Ia tak tahu apa yang terjadi di luar sana.

Apa Adrian menyusulnya? Sendirian? Apa Adrian akan menyelamatkannya atau justru dibantai oleh mereka? Mia tahu ini perangkap. Mereka juga menginginkan Adrian bukan cuma dirinya. Mia cuma alat, meski Katrin bilang ia punya urusan dengan Mia yang harus diselesaikan.

Gue perlu bicara sama lo. Penting! Ini soal Adrian. Temui gue di parkiran. Gue tunggu.

Pesan dari Cindy Halim yang dikirimkan padanya adalah awal petaka ini. Mia tidak tahu apakah itu benar Cindy atau kakaknya. Karena yang muncul di hadapannya kemudian adalah Jeff beserta orang-orang sangar dan kasar itu. Mereka dengan cekatan membawa Mia ke hadapan Katrin yang langsung menamparnya dan mengikatnya di kursi sialan ini. Lalu Adrian berulangkali menelponnya tanpa bisa dijawab Mia satupun.

Bukannya mengabaikan atau mematikan ponselnya seperti dugaan Mia, Katrin justru mengangkat panggilan itu, mengundang Adrian untuk datang kemari. Mia sudah memperingatkan Adrian tapi menilik sifat Adrian yang nekad dan tak kenal takut, Adrian pasti memilih datang.

Kali ini, apakah Mia akan mencelakai Adrian lagi? Laki-laki itu selalu sial kalau bersamanya. Mia begitu bodoh saat berpikir mereka bisa bersama. Apa yang terjadi di antara mereka selama ini harusnya sudah bisa jadi peringatan untuknya. Tuhan... Mia berjanji kalau mereka selamat dari sini, Mia akan menjauhi Adrian. Mia akan pergi jauh.

Suara pintu yang dibuka membuat jantung Mia berdegup kencang. Ia menelan ludah saat Katrin berjalan santai ke arahnya. Gadis berambut ungu itu tersenyum tapi senyumnya terlihat menakutkan. Sebenarnya apa salahnya? Mia tidak punya hubungan apapun dengan Eric seperti yang dituduhkan Katrin. Kenapa Katrin begitu benci padanya? Kenyataan kalau selama ini Katrin yang mengirimkan teror padanya cukup membuat Mia kaget. Gina hanyalah pesuruh. Apa Cindy juga terlibat? Sepertinya ini bukan cuma soal Eric. Jeff menginginkan Adrian yang dianggapnya telah menyakiti dan mencampakkan adiknya. Jeff juga menyalahkannya karena menurut laki-laki itu dialah penyebab Adrian berpaling dari Cindy.

Just Three Words  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang