34. It's Love

101 1 0
                                    

"Sorry, kelamaan nunggu ya?" Adrian menarik kursi di hadapannya, lekas mendaratkan tubuhnya meski orang di depannya belum mempersilahkan dirinya duduk. Ia menarik napas pelan sesudahnya.

Gadis di depannya menatap dengan raut wajah cemberut. Sikapnya seperti hendak mengajak perang. Memang seperti inilah reaksi gadis itu terhadapnya sekarang. Selalu. Seakan kemarahan dan kebencian gadis itu padanya tidak akan pernah sirna.

"Kamu kan emang suka telat," sindir sang gadis yang tahu pasti kebiasaan buruknya dulu.

"Aku ada presentasi tadi di kampus. Jam kuliahnya jadi molor makanya telat. Kamu juga tahu kan kalau Jakarta... Nevermind." Adrian mengibaskan tangannya saat sadar dia kembali pada kebiasaan lama, menjelaskan segala sesuatunya. Cindy selalu menuntut penjelasan detail tapi Cindy bukan pacarnya sekarang jadi Adrian tidak perlu melakukannya.

"Kamu udah pesen?" Adrian beralih pada menu di atas meja.

Gadis itu mengangguk. Adrian melambaikan tangan pada waiter yang berdiri tak jauh dari mereka, memesan makanan dan minuman lalu beralih kembali pada gadis di depannya.

"Langsung aja. Kamu yakin dengan keputusan kamu? It's your future, Cin. Your life. Pikirin baik-baik sebelum kamu nyesel."

Cindy tersenyum. Senyum yang nampak ganjil di mata Adrian. Senyum yang terlihat pasrah dan tidak tahu harus melakukan apa lagi.

"Aku bisa apa?" Nah benar kan!

"Kamu bisa nolak kalau kamu gak mau."

Gadis itu diam.

"Kamu akan terjebak denganku seumur hidup. Kamu mau?"

"Not bad lah."

Adrian melongo. Dia ingin melontarkan tanya yang sejak lama menggelitik benaknya. Dia ragu hingga mulutnya terlihat membuka dan menutup beberapa kali.

"Do you still love me?" Ya baiklah. Pertanyaan itu terucap juga, mengkonfirmasi info dari Clara waktu di rumah sakit lebih dari sebulan lalu.

"I hate you."

Adrian tertawa. "Ya kalau gitu kenapa mau. Kamu bakal terus-terusan lihat muka aku. Kita bakal sering ketemu dan menghabiskan waktu bersama."

"Aku punya kesempatan balas dendam sama kamu."

Adrian terdiam, terkejut dengan jawaban yang tak sedikitpun pernah terlintas di pikirannya. Tawa kecilnya kemudian mengudara.

"Aku bakal bikin hidup kamu menderita. Seumur hidup." Cindy melanjutkan.

"Serem amat." Tatapan datar mengarah padanya. "Seriously?" Adrian tak percaya begitu saja meski raut wajah Cindy terlihat meyakinkan. Cindy tidak sedang bercanda. "Apa yang bikin kamu yakin aku bakal menderita? Kalau sebaliknya gimana?"

"Kamu gak punya perasaan lagi sama aku." Adrian menangkap nada sendu dalam kalimat itu atau itu cuma perasaannya saja. "Aku bikin kamu putus dari pacarmu kan?"

"Enggak." Gue gak punya pacar, gak lagi pacaran juga.

Cindy terdiam dan menatapnya dengan sorot yang tak bisa Adrian artikan. Gadis itu terkekeh kemudian. Tawanya entah kenapa terdengar menyedihkan.

Just Three Words  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang