Happy Reading💙
.
.
Cindy sedang dipersiapkan untuk melakukan serangkaian tes kecocokan sumsum tulang belakang dengan Tasya. Orang tua Tasya sudah menyetujui hal ini. Kedua orang tua Cindy pun sudah dikabari.
"Tes ini akan membutuhkan waktu beberapa hari karena banyak yang harus diuji kecocokannya. Jika sudah cocok, maka kami akan segera melakukan pengambilan sumsum tulang belakang. Apakah pendonor Cindy Veneriana siap?" tanya sang dokter.
Cindy mengangguk mantap. "Siap, Dok. Saya harap cocok."
"Baik kalau begitu. Akan saya mulai."
.
.
Selama Cindy melakukan tes, Tasya pun melakukan kemoterapi agar sumsum tulangnya siap menerima sel yang baru. Selain itu, proses ini dilakukan untuk menghancurkan sel-sel kanker dan menekan sistem kekebalan tubuh. Proses ini membutuhkan waktu 5-10 hari dengan efek samping seperti rambut rontok, diare, mual, dan muntah.
"Semangat kemoterapi, Sayang," ucap Heri dan Laras pada putrinya.
Tasya tersenyum. "Makasih, Pah, Mah."
Altara dan Anna pun selalu menemani Tasya selama kemoterapi.
Altara memegang tangan Tasya. "Kamu cantik. Yuk semangat sembuh."
"Rambut aku rontok masih cantik ya?" tanya Tasya miris.
"Masih, gak akan hilang." Altara menjawab dengan senyuman. Dia benar-benar tidak peduli dengan rambut Tasya rontok atau tidak. Seringkali Tasya menganggap Altara sudah tidak suka dengannya. Tapi Altara tidak menghiraukan itu.
"Cindy masih dites juga?" Tasya sudah mengetahui bahwa Cindy akan mendonorkan sumsum tulang belakang padanya.
Altara mengangguk.
"Sebentar lagi beres kok," ucap Laras.
.
.
Setelah melewati beberapa tahap tes, hasil pemeriksaanpun keluar dan dinyatakan cocok. Cindy sangat senang mendengar hal itu, begitu pula kedua orang tua Tasya, Altara, dan Anna.
"Kalau begitu, beberapa jam lagi akan dilakukan pengambilan sumsum tulang belakang ya." Sang dokter mengingatkan.
"Baik, Dok. Terima kasih," ucap kedua orang tua Tasya.
Heri dan Laras mendekat ke ranjang Cindy. Mereka tersenyum. "Makasih ya, Di. Udah bantu Om sana Tante."
Cindy mengangguk. "Didi juga seneng kok bisa bantu Tasya buat sembuh."
"Kalo gitu kita berdua ke ruang Tasya dulu ya, bentar lagi jadwal kemoterapinya."
"Iyaa, Om."
Setelah kedua orang tua Tasya pergi. Kini giliran Altara dan Anna yang menghampirinya.
"Udah, gak usah bilang makasih," kata Cindy sebelum keduanya berbicara.
"Pede banget hahaha. Gue mau ngabarin aja kalo ayah sama bunda mau ke sini, jenguk lo." Altara memberitahu.
"Lah yang sakit kan Tasya, ngapain jenguk gue?" tanya Cindy bingung.
Anna berdecak. "Lo udah keluarganya Kak Altara kali, Di. Jadi ya anak sendiri masa gak dijenguk. Lagian nanti juga bakal jenguk Tasya kalo udah beres kemo."
"Sana lo temenin cewek lo kemo!" suruh Cindy.
Altara pergi dari hadapan Cindy dan Anna begitu saja.
"Ya udah gue tunggu sampe bonyok Kak Altara dateng deh." Anna duduk di sofa sambil memainkan ponselnya.
.
.
Tasya mendapat kabar bahwa Cindy sudah selesai melakukan pengambilan sumsum tulang belakang beberapa menit yang lalu. Altara mendorong kursi roda Tasya untuk mengunjungi Cindy. Kedua orang tuanya sedang mencari makan malam. Sepertinya Anna juga sedang mencari makan bersama Gilang yang tadi siang datang.
"Dia masih belum sadar?" tanya Tasya saat memasuki ruangan Cindy.
"Iya." Altara melihat jelas Cindy masih tertidur, sepertinya efek anestesinya belum hilang.
"Ayah sama bunda kamu tadi di sini juga ya?"
Altara duduk di sofa. "Iya tapi aku gak tau sekarang ke mana."
Beberapa menit kemudian, Rizal dan Marisa datang ke ruangan Cindy.
"Udah selesai kemo?" tanya Marisa.
"Udah, Bunda." Tasya salim pada Marisa dan Rizal.
Keduanya duduk di hadapan Altara.
"Tadi Ayah sama Bunda udah ke ruangan dokter, nanya kondisi Cindy. Katanya bentar lagi dia siuman, tapi efek pengambilan sumsum tadi masih bakal kerasa selama 6 minggu ke depan." Rizal menjelaskan.
"Oh gitu, tapi Cindy gak bakal kenapa-kenapa kan ya, Om?" tanya Tasya.
Rizal hanya mengangguk. "Altara anter Tasya ke ruangannya ya, udah malem. Besok kemo terakhir kan? Istirahat yang cukup ya."
"Makasih, Om. Tasya pamit."
Beberapa menit setelah Altara dan Tasya pergi. Cindy siuman.
"Eungh." Cindy membuka matanya. Tubuhnya sulit digerakkan, kecuali tangannya.
"Anak Bunda udah bangun? Gimana, Sayang? Ada yang sakit?" Marisa menghampiri Cindy begitu pula dengan Rizal.
"Kaku, Bun." Cindy tersenyum melihat dua orang yang sangat penting di hidupnya.
Marisa memegang tangan Cindy. "Sabar ya, lama-lama bakal biasa lagi kok."
"Makasih Bunda sama Om udah dateng."
Rizal tertawa merasa aneh dengan panggilannya. "Panggil Ayah dong, ke Bunda aja manggilnya Bunda."
"Hehe iya, Ayah. Jadwal Tasya transplantasinya kapan?"
Rizal menjawab, "Lusa. Besok kemo terakhir. Kamu istirahat ya, Ayah sama Bunda nemenin di sini kok."
Cindy mengangguk kecil karena masih kaku. Diam-diam dia menangis karena Rizal dan Marisa yang selalu ada di sampingnya. Sementara kedua orang tuanya sibuk.
.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALTARA [END]
Jugendliteraturcw // harsh words Lelaki bernama Altara Syafi jatuh cinta pada pandangan pertama dengan adik kelasnya di sekolah. Dia adalah Tasya Veneria. "Would you be my girlfriend?" -Altara Dan tanpa diduga, ada gadis cantik yang pindah ke samping rumahnya. Hal...