73 - Cindy

58 3 0
                                    

Pukul 8 pagi Cindy sudah mandi dan berpakaian santai. Kini dia sedang mengobrol dengan Bi Inem dan Mang Jey —yang sedang mencuci mobil— di pekarangan rumahnya. Mereka tidak terlihat canggung satu sama lain. Justru terlihat seperti keluarga.

Di sela-sela mengobrol, Cindy mendengar suara gerbang di rumah sebelahnya terbuka. Pasti bundanya Altara sedang mengeluarkan mobil dari sana. Cindy pun menghampiri wanita yang sedang menutup gerbang rumahnya kembali untuk sekadar menyapa.

"Pagi, Bunda. Mau ke butik ya?" tanya Cindy seraya salim ke Marisa.

Marisa terkejut dengan kehadiran gadis itu, apalagi sudut bibirnya yang terluka menambah keterkejutannya. Cindy lupa akan hal itu. "Itu bibirnya kenapa sama kayak Al? Abis tonjok-tonjokan?"

"Aw, masih sakit, Bunda." Cindy cemberut ketika Marisa memegang pipinya.

Marisa menjauhkan tangannya dari wajah gadis itu. "Ayo cerita, ada apa?"

Cindy menggeleng, dia tidak mau cerita karena Marisa akan pergi, nanti dia mengganggu pekerjaan Marisa. "Bunda kan mau ke butik? Nanti aja ceritanya."

"Ya udah, ikut Bunda aja," ujar Marisa seraya menyuruh Cindy masuk ke mobilnya setelah berpamitan dengan orang rumah.

.

.

Sesampainya di butik.

Cindy terkagum ketika pertama kalinya dia melihat butik Marisa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Cindy terkagum ketika pertama kalinya dia melihat butik Marisa. Ini pun tentu pertama kalinya dia menginjakkan kakinya disana. "Aaahh, Bunda, butiknya bagus bangett!! Sederhana tapi mewaahh."

Marisa hanya tersenyum dan menggelengkan kepala melihat Cindy mengitari butiknya dengan sesekali menyentuh benda-benda disana.

"Sini duduk." Marisa menyuruh Cindy duduk di sebelahnya. "Ayo cerita."

Cindy pun mulai menceritakan semua kejadiannya dari awal dia dan teman-temannya pulang dari kantin, lalu temannya yang bernama Mitha menyatakan perasaannya pada Altara, dan diakhiri dengan pertengkaran tiga orang —yang sangat Marisa kenal— di taman belakang sekolah.

"Serius Al kayak gitu di sekolah?" tanya Marisa yang memang belum tahu alasan wajah putranya bisa memar.

"I-iya, Bunda." Cindy agak takut melihat wajah Marisa yang menahan amarah. "Bunda, plis, gak usah marahin Al. Didi gak mau deh kalo Bunda harus ngabisin tenaga cuma buat marah. Bunda tau sendiri kan Al kayak gitu karena masih ngerasa sedih dan kehilangan seseorang yang dia sayang? Jadi Bunda gak perlu marah ya, Didi yakin Al gak sengaja kok."

Marisa mengangguk meskipun dalam hatinya masih marah dengan putranya. Setidaknya jika Altara tidak bertengkar maka Cindy tidak akan terluka seperti ini.

Setelah beberapa menit kedua perempuan itu terdiam dengan pikirannya masing-masing, ada beberapa orang masuk ke dalam butik Marisa sehingga Marisa berdiri dan menghampirinya. Sementara Cindy duduk diam dan memperhatikan Marisa dari jauh.

ALTARA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang