Lastt part nih..
Yuhuu
Hope you enjoy it guys!- happy reading -
Keesokan harinya, Cindy tidak pernah keluar dari kamar. Pintu ditutup rapat dan dikunci dari dalam. Pintu balkon pun dikunci. Tirai jendela tidak dibuka sama sekali. Semalaman Cindy menangis di kamarnya sehingga bisa dipastikan matanya membengkak. Hatinya sedang kacau sekaligus sakit karena perkataan Altara semalam. Makan pun dia tidak berselera. Lebih tepatnya, dia tidak mau bertemu siapapun untuk saat ini.
"Neng, buka pintunya dulu ya. Bibi bawain makanan kesukaan Neng nih. Ini udah siang dan Neng belum makan apa-apa dari malem. Bibi khawatir Neng sakit," ujar Bi Inem seraya mengetuk pintu Cindy dan membawa nampan berisi makanan.
"Didi gak laper," balas Cindy dari kamarnya, berharap terdengar oleh orang di luar.
Bi Inem pasrah, dia menyimpan makanannya di depan kamar Cindy. "Bibi simpen di depan pintu ya, Neng. Kalo laper dimakan." Kemudian dia pergi ke rumah Altara untuk memberitahu Marisa.
Ting nong
"Bibi, ada apa?" tanya Marisa yang membuka pintu dan melihat raut wajah Bi Inem yang khawatir.
"Itu, Bu. Neng Cindy dari pagi sampe sekarang belum keluar dari kamarnya. Bahkan makan pun dia nggak mau. Bibi denger suara nangis tapi Bibi gak tau apa yang terjadi. Padahal kemarin dia baik-baik aja, Bu," kata Bi Inem. "Bibi mau minta tolong Ibu bujuk Neng Cindy supaya dia mau keluar dari kamarnya."
Marisa mengangguk, "Iya, Bi. Nanti saya kesana ya. Saya coba tanya dulu ke Al."
"Terima kasih, Bu. Kalau begitu Bibi pamit."
Selepas Bi Inem pergi, Marisa berjalan ke arah kamar putranya dengan tergesa. Di sana Altara sedang menonton TV dengan Shakila.
"Sayang, main sama Ayah dulu ya? Bunda mau bicara sama Aa," ucap Marisa seraya menggendong Shakila turun dari kasur Altara. Shakila pun pergi dan menutup pintunya.
"Ada apa, Bun?" tanya Altara yang langsung mematikan TV dan duduk berhadapan dengan bundanya. "Kok mukanya khawatir gitu?"
"Sebenernya semalem ada kejadian apa di pesta kelas kamu? Bunda dapet kabar dari Bi Inem kalo Didi ngunci diri di kamar," tanya Marisa to the point dan mengharapkan jawaban yang jelas dari putranya.
Altara menggaruk tengkuknya, dengan hati-hati dia menjawab, "Jadi semalem tuh Didi bilang suka sama Al, Bun." Marisa mendengarkan dengan seksama. "Tapi Al bilang kalo Al nggak ada perasaan lebih ke dia. Mungkin salah Al karena ngasih perhatian yang bikin dia salah paham. Terus Al nyuruh dia lupain perasaan itu ke Al karena gak bisa Al bales. Terlebih lagi hati Al masih sama orang yang dulu."
Marisa terdiam, dia tidak tahu kalau Cindy akan punya perasaan lebih pada putranya ini.
"Bunda... marah?" tanya Altara hati-hati.
"Bunda gak marah. Tapi bener kamu nggak ada sedikitpun perasaan ke Didi?" Altara langsung menggeleng. "Ya udah Bunda ke rumah Didi dulu."
Altara mengangguk lalu melihat Marisa berdiri. Dia berbicara, "Nanti dia baik-baik aja kan, Bun?"
Marisa mengangguk dengan tenang, "Bunda yakin dia bakal baik-baik aja selama dia belum terlalu dalam sama perasaannya. Lagian perempuan memang berperasaan, pasti dia sedih di saat perasaannya justru bertepuk sebelah tangan."
KAMU SEDANG MEMBACA
ALTARA [END]
Teen Fictioncw // harsh words Lelaki bernama Altara Syafi jatuh cinta pada pandangan pertama dengan adik kelasnya di sekolah. Dia adalah Tasya Veneria. "Would you be my girlfriend?" -Altara Dan tanpa diduga, ada gadis cantik yang pindah ke samping rumahnya. Hal...