40 - Siapa Oji?

210 7 0
                                    

Happy Reading💙
.
.
.

"AL, ANTERIN DIDI. CEPETAN PAKE SEPATUNYA!" teriak Marisa di depan gerbang rumahnya saat melihat Cindy yang sedang berdiri sambil memegang ponselnya.

"Bunda, gak apa-apa, gak us--"

"Nggak. Kamu dianter Al lagi aja, insha Allah gak akan ditinggal kayak kemarin kok."

Cindy menatap ponselnya dengan gelisah, lama banget nih ojol dari jam 6 gue pesen gak dateng-dateng.

Iya, Cindy memang berniat naik ojeg online daripada menumpang dengan Altara, yang ada urusannya berabe kalo Tasya lihat mereka bareng lagi.

MANG JEY!

Entah Cindy lupa atau sudah pikun, padahal ada Mang Jey di rumahnya, kenapa dia bisa lupa untuk minta antar ke supirnya. Cindy, Cindy, untung cantik.

Baru saja Cindy hendak pergi ke rumahnya, lengannya ditahan oleh Marisa. "Mau kemana? Ini Al udah siap."

"Bunda, Al mau jemput Tasya hari ini," sahut Altara sesekali melirik jam tangannya.

"Ngg--"

"Bun, biarin aja. Didi udah pesen ojol, bentar lagi sam-- eh itu udah dateng abang ojolnya. Ya udah, Bun, Didi pamit duluan. Assalamualaikum."

Altara hanya tersenyum senang, akhirnya dia bisa berduaan dengan Tasya, makin semangat sekolah kalo gini caranya.

"Walaikumsalam. Tuh kan, ka--"

"Al pamit, mau jemput menantu Bunda. Assalamualaikum," potong Altara sambil mencium tangan Marisa lalu menjalankan motornya.

Marisa menghela napas lelah. "Walaikumsalam. Ck ck, dasar anak jaman sekarang, berani motong ucapan orang tua."

🐱

Tidak henti-hentinya Altara tersenyum saat di perjalanan, untungnya dia memakai helm jadi tidak usah repot-repot melihat orang yang menatapnya keheranan.

Berhentilah Altara di depan pagar rumah bercat cokelat milik gadisnya itu. Tidak sabar dirinya untuk cepat-cepat bertemu.

Altara sudah mengabari Tasya bahwa dia berada di depan, tapi Tasya tidak kunjung datang.

Tiiinnnn

Seseorang menghampiri Altara, Laras.

"Eh, Nak Altara."

Altara turun dari motornya lalu mencium punggung tangan calon mertuanya kelak.

"Assalamualaikum, Tan. Tasya mana, ya?"

"Walaikumsalam. Tasya udah berangkat, Nak. Tadi temannya jemput kesini, Tante kira itu kamu."

Altara mengernyitkan dahinya, tumben Tasya tidak bilang apa-apa.

"Hm, ya udah kalo gitu Altara pamit ya, Tan."

"Hati-hati."

Altara menaiki motornya, tidak lupa mengucapkan salam terlebih dahulu.

Kenapa Aca gak bilang kalo udah dijemput ya?

Pagi ini Altara benar-benar tidak semangat, sepertinya Tasya masih marah soal kemarin. Tapi Altara sendiri tidak tahu apa kesalahannya, apalagi Tasya hanya diam.

Altara memarkirkan motornya di parkir sekolahan. Dia turun dengan wajah yang sedikit ditekuk.

Altara berjalan di koridor kelas sebelas, tidak sengaja dia melihat dua orang yang salah satunya dia yakini adalah Tasya sedang berjalan membelakanginya.

"ACA!" panggil Altara sedikit berteriak.

Dua orang itu menoleh ke arahnya, Tasya tersenyum sambil melambaikan tangan, satu orang sebelah Tasya adalah lelaki, mungkin lelaki itu yang tadi menjemput Tasya, dan sepertinya Altara tidak pernah melihatnya, murid pindahan.

Kayaknya pacar gue udah gak marah, bagus deh.

Altara menghampiri keduanya, tepatnya menghampiri Tasya. Dia tersenyum kepada kekasihnya, lalu mengalihkan pandangannya ke arah lelaki itu dan memudarkan senyumannya.

Tasya yang mengerti tingkah Altara pun menyuruh lelaki itu untuk pergi.

"Cowok itu yang jemput kamu, Ca?" tanya Altara setelah cowok itu menghilang dari pandangannya.

"Iya, Kak-- eh Ta."

Altara tertawa geli, Tasya belum terbiasa memanggil dirinya nama.

"Kenapa kamu gak bilang ke aku?"

"Tadi gak sempet, aku dijemput juga tiba-tiba."

Altara menganggukkan kepalanya paham. "Anak baru?"

"Hahaha, kalo anak baru gak mungkin aku suruh pergi dong, jahat banget aku."

"Terus?" tanya Altara mulai tidak suka.

"Temen kelasku, namanya Oji. Dia itu orangnya ganteng kaya Zayn Malik, bedanya kalo dia Zayn Malik tanpa kumis dan jenggot, terus asik juga kalo diajak becanda, humble sih anakny-- loh kok muka kamu jadi merah?"

Tasya melihat wajah Altara yang sudah merah padam. "Kamu.... Cemburu?"

Jelas dong Altara cemburu, masa Tasya ngomongin anak lelaki itu, mana bilang kalo dia ganteng, gimana  kalo Tasya tiba-tiba jadi suka sama dia? Tidak boleh!

"Gak." hanya itu.

"Ih, jelek kamu kalo ngambek. Aca ke kelas bareng Oji aja kalo tau gitu."

Altara mengusap wajahnya kasar, ditariknya tangan Tasya dengan lembut. "Iya maafin aku, aku cemburu kalo liat kamu sama cowok lain."

Tasya tersenyum tipis, lalu bagaimana dengan nasibnya saat kemarin-kemarin Altara sering berdua dengan mantannya. Tasya juga cemburu, apalagi mantannya tahu semua kehidupan Altara yang Tasya aja tidak tahu.

"Yuk aku anter ke kelas."

Altara menggandeng tangan Tasya.

Saat di depan kelas, Altara menyelipkan rambut Tasya ke belakang telinganya lalu membisikkan sesuatu di telinga gadisnya itu.

"Kamu jangan nakal ya di dalem, apalagi sama Oji. Aku gak suka pokoknya, titik. Kalo perlu kamu jangan deket-deket sama cowok itu, kayaknya si Oji suka sama kamu, aku gak mau kamu direbut orang."

Tasya tertawa, tidak disangka lelaki yang dulunya dingin banget kayak es batu tiba-tiba jadi perhatian begini. Tasya makin suka kalau gitu.

"Iya, ya ampun, iya. Udah sana pergi, bentar lagi bel masuk." Tasya mendorong tubuh Altara untuk pergi dari kelasnya.

Altara melambaikan tangannya sambil berjalan mundur, tidak sengaja dia menabrak tiang koridor membuatnya mengaduh kesakitan, sedangkan Tasya hanya menggelengkan kepalanya.

Tasya masuk ke kelas saat Altara sudah menghilang.

Tanpa mereka berdua sadari, seseorang sedari tadi memperhatikan keduanya. Oji.

"Sial! Gue kalah cepet."

Oji berjalan memasuki kelasnya, masih dengan tas yang berada di punggungnya. Dia mengalihkan pandangannya ke Tasya lalu tersenyum singkat.

Tasya tersenyum balik, dan sebenarnya dia ingin bertanya, bukannya Oji sudah dari tadi ke kelas? Tapi diurungkan karena ucapan Altara tadi. Kalau diingat-ingat, Altara lucu juga pas lagi cemburu. Tasya jadi senyum-senyum sendiri kan sekarang.

"Na, temen lo kenapa tuh senyam-senyum gak jelas?" tanya Mela sambil melirik Tasya.

Anna hanya mengangkat kedua bahunya tidak acuh, palingan juga karena Altara. Dasar budak cinta!

ALTARA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang