17 - Nangis

301 9 0
                                    

Happy Reading💙
.
.
.

"Hey, ngapain diem, sini."

Tasya memecah keheningan yang diciptakan sahabatnya.

Si empunya ini kebingungan. "Lo gak apa-apa?" tanya Anna sambil mendekat ke arahnya.

Tasya tersenyum dengan bibir yang pucat itu.

"Gue baik, lo kesini sendiri?" tanya Tasya sambil melihat kanan kiri Anna yang kosong.

"Iya," balas Anna dengan mata berkaca-kaca.

Cindy yang merasa atmosfer ruangan ini berubah mulai mendekat dan membuka suara.

"Ca, gue balik ya. Lo hati-hati disini, malem gue jenguk lo lagi," ujar Cindy tersenyum sambil membelai pucuk kepala Tasya.

"Lo mau kemana?"

"Gue mau ke apartemen bokap gue, ngantuk. Bye."

"Jangan lama."

Baru saja Cindy berjalan lima langkah, tangisan sahabat sepupunya ini pecah. Cindy berhenti dan menggelengkan kepalanya, kemudian berjalan lagi hingga menghilang di tikungan ruangan.

"Cengeng lagi deh."

Tasya menggelengkan kepala melihat sahabatnya menangis kejer, lalu dia bangun untuk duduk dan memeluk gadis di depannya ini.

🐱

Sudah 1 jam berlalu sejak sahabatnya menangis, kini Tasya dan Anna sedang duduk di sofa setelah Tasya memaksa Anna agar pindah ke sofa.

"Sya, tadi siapa?" tanya Anna dengan mata sembab.

"Sepupu gue, namanya Cindy," balas Tasya dengan memperkenalkan sepupunya itu.

"Dingin, beda sama lo yang ceria, tapi cantik sih," ujar Anna membandingkan.

"Hehe. Lo lagi libur tengah semester ya disana?" Tasya bertanya mengganti topik pembicaraan.

"Iya, makanya gue kesini. Kak Alta juga nanya mulu ke gue, puyeng pala gue lama-lama."

Anna menjawab dengan kepalan di tangannya dan raut wajah yang kesal, capek aja tiap hari diekorin sama Altara, maksa-maksa lagi.

"Biarin aja udah. Na, gue nanti balik pas masuk sekolah," ujarnya membuat Anna terperangah.

"Yang bener? Aaaah gue gak kesepian lagi, yes. Tapi, lo beneran udah sembuh total?"

"Dokter bilang, penyakit gue kemungkinan sembuh total cuma 1% dan itu pun atas kehendak Allah."

"Gue yakin lo pasti sembuh," kata Anna meyakinkan.

"Thanks," jawab Tasya sambil tersenyum.

🐱

Sejak keluar dari rumah sakit, gadis cantik itu menghubungi teman-temannya untuk berkumpul di suatu tempat, dirinya cukup terkenal sehingga memiliki banyak teman, dimana-mana.

Cindy melangkahkan kakinya menuju parkiran, tadi pagi dia membawa mobil pemberian papanya. Ketika hendak sampai, Cindy menghentikan langkah dan menatap mobilnya, berpikir sejenak. Cindy akan berkumpul di suatu tempat terpencil namun fasilitas tidak mendukung, akhirnya dia meninggalkan mobilnya disana lalu memesan ojeg online.

Disinilah Cindy berada, di depan rumah tua yang berdiri kokoh dan tidak ada penghuni lain. Cindy memasuki rumah tua itu, yang kemudian disambut hangat oleh teman-temannya.

Sejujurnya, disana mereka terlihat seperti geng yang sedang menyusun strategi balapan, dengan memakai jaket hitam bertuliskan "YES/NO". Namun faktanya, mereka hanya berbincang kecil mengenai jadwal clubbing malam ini.

Pertemuan selesai, Cindy langsung pergi tanpa berpamitan dan mereka memakluminya karena memang begitulah sifat gadis itu.

Cindy sampai di apartemen pukul 14:00, kesan pertamanya menginjakkan kaki ke dalam adalah hampa. Terasa hampa. Hampir setiap hari dia merasakan itu. Tanpa dihiraukan, Cindy masuk ke kamarnya untuk membersihkan diri dan beristirahat. Cindy lelah seharian ini.

Sebelum terlelap, dia mendengar pesan masuk. Diraihnya benda itu di atas nakas dan terlihat nama sepupunya di layar ponselnya.

Tasya
Di, lo kesini lagi kapan?
Belum sempet gue kenalin lo sama sahabat gue

Cindy
Malem, tapi gak bisa lama-lama gue
Biasa

Tasya
Ubah kebiasaan buruk lo itu

Cindy
Can't

Tasya
Iya deh, yang penting malem ini dateng

Cindy
Oke

Apalagi selain clubbing. Cindy sangat menyukai hal yang satu itu, katanya dengan clubbing bisa membuat dia melupakan semua masalahnya, meskipun hanya sementara namun itu sangat membantu bagi dirinya.

Tidak menunggu waktu lama, gadis itu sudah tertidur pulas. Sebelas-dua belas sama Tasya, pelor.

ALTARA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang