BAGIAN 92

1.6K 202 19
                                    

"Sayaang dengarkan aku. Ini tidak mudah juga untukku, karena taruhannya itu Garsa." Ujar Arya menurunkan suaranya. "Kau..kau harus tenang, kita akan pikirkan caranya." Sambungnya. Seakan tak puas dengan jawaban suaminya, Amanda kembali mengamuk.

"TENANG?? KAMU SURUH AKU TENANG? KAMU GAK MIKIR ANAK KAMU DI LUAR ITU GIMANA? DIKASIH SUSU APA ENGGAK SAMA MEREKA? SAKIT ATAU SEHAT AKU INI GAK TAU!! AKU MAU KETEMU SAMA DIA!!!" Teriak Amanda dengan mengambil langkah meninggalkan suaminya. Arya mengejar istrinya, "Sayang pliissss..." Arya memohon. "Nona..Nona tolong dengarkan Bos Arya. Ini sangat berbahaya Nona." Ikbal mencoba meredam emosi majikannya itu. Amanda menarik nafas panjang. "Kalian tidak tahu bagaimana perasaanku sekarang. Yang baru saja ditinggal Ibunya pergi dan kehilangan anaknya. Aku.. aku akan menyerahkan diriku kepada Oscar sebagai gantinya atas meninggalnya Kevin. Semua ini terjadi karena aku membunuhnya kan? Iya kan?" Ujar Amanda lagi. Air matanya tak lagi bisa ditahan. Tubuhnya lemas lalu tak sadarkan diri. "Nonaaaa.." teriak Ikbal lalu ditangkap oleh Arya.

"Bawa dia ke kamar Bro.." ujar Willy pada Arya.

Erlin terbangun saat arya masuk ke kamarnya. "Bos.. kenapa? Apa yang terjadi Bos?" Tanya erlin panik. Seketika wanita itu bangkit dari sofa. "Kau jaga dia Lin. Dia pingsan karena mengetahui siapa yang membunuh Ibu dan yang menculik Garsa." Jawab Arya sambil membelai rambut istrinya itu. "Baik Bos."

******

Ikbal dan Elang sudah menemukan dimana markas anak buah Oscar. Segera mereka bergegas melapor pada Arya. "Apa kau melihat Garsa disana?" Tanya Arya yang khawatir. Pria itu mencoba tak terlihat gelisah di depan anak buahnya. "Kami dapat foto Bos kecil, Bos.." jawab Ikbal sembari memberikan beberapa foto Garsa dan situasi di markas Oscar. "Darimana foto ini?"

"Saya dan Elang meminta anak buah kita menyusup menjadi salah satu anak buah Oscar. Selama beberapa hari ini dia sudah melapor keadaan disana Bos. Dan foto itu kami dapat darinya." Jawab Ikbal. "Bagus. Baiklah mari kita menyusun rencana." Ujar Arya sembari menatap tajam ke arah foto yang ada di genggaman tangannya itu

Sementara di tempat yang berbeda, Erlin mengajak Amanda dan Naya berjalan-jalan. Wanita itu tahu bagaimana keadaan sahabat sekaligus bosnya itu. "Manda kita ke cafe langganan kita saat kuliah yuk.. aku kangen nih nongki sama kamu.." Ajak Erlin. Amanda mengangguk dengan menyinggungkan senyum kecilnya. Berbeda dengan Naya, gadis itu terlihat tegar dan kuat dengan apa yang terjadi. Yang ada dipikirannya saat ini bagaimana menemukan keponakannya dan membalas Oscar. "Kak, kakak kalo mau apa-apa bilang ya sama aku. Kakak jangan sedih terus ya.. Garsa pasti ketemu dan baik-baik aja." Ujar Naya. Tak ada jawaban dari kakaknya, perlahan Amanda menyandarkan kepalanya di bahu Naya dan menangis. Naya memeluk kakaknya itu.

Sesampai di depan cafe para anak buah Arya yang mengawal ketiganya ikut turun dari mobil yang lain untuk masuk ke dalam cafe. "Berhenti!!" Perintah Amanda pada anak buahnya. "Aku hanya ingin pergi bersama adik dan sahabatku. Kalian tunggu di mobil saja atau dimanapun yang kalian mau!!" Sambung Amanda. Keenamnya mengangguk mengerti setelah mendapat kode dari Erlin. "Baik Nona. Kami akan tunggu disini." Jawabnya. "Aku hanya tidak ingin Amanda semakin tak nyaman. Biarlah mereka menunggu di luar." Batin erlin.

Amanda menyeruput kopi kesukaanya. Rasanya urat-urat tegang di kepalanya perlahan rilex. Sedikit beban dihatinya terasa ringan, meskipun pikirannya tak lepas memikirkan buah hatinya yang hilang. "Aku kangen Garsa Lin.." ujarnya pelan. "I know. Tapi kamu harus pikirin diri kamu dulu. Kesehatan kamu lebih penting saat ini. Kalo kamu sakit bagaimana kamu akan mencari Garsa dan membalas Oscar? Now hanya kesehatan kamu yang lebih penting." Jawab Erlin sambil menggenggam tangan Amanda. Naya mengangguk mengiyakan pernyataan Erlin.

"Kak, kakak tahu kan aku baru saja bertemu Ibu. Aku baru saja merasakan bagaimana dicintai oleh Ibu. Tapi memang takdir berkata lain, untuk mengikhlaskan kepergian Ibu sangat susah kak. Pada awalnya aku merasa hidup ini tak adil. Tapi setelah Erlin berkata jika semua di dunia ini sudah ada garisnya, kita hanya tinggal mengikuti saja. Disitu aku merasa ini memang udah adil, seperti yang kak amanda bilang kita harus menerima dulu semua ini baru bisa melupakan. Iya kan?" Kata Erlin sambil menatap dalam mata kakaknya yang sudah banjir air mata itu. Amanda mengangguk.

INTERNAL LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang