BAGIAN 53

2.8K 269 32
                                    

Di sebuah cafe di tengah kota seorang pria berjas biru itu duduk. Dia membaca berkas-berkas kemudian ditanda tangani olehnya. Beberapa kali dia menebarkan pandangannya ke sekitar cafe lalu melihat jam tangannya.

"Kenapa begundal-begundal itu tidak memberikan kabar padaku. Sudah dua hari sejak aku perintahkan mereka, mereka tak muncul di hadapanku. Ada apa ini?" Gumamnya dengan menyeruput kopinya.

"Excuse me Mr. Fatah, this is your bill." Pelayan menghampirinya dan pergi. Fatah hanya mengangguk. "Thanks." Ucapnya. Ponselnya berdering. "Hmmh" katanya lalu mengangkat benda pipih itu.

"Hallo, ada apa?"

"Kau harus segera menyingkirkan AS. Lalu kita akan kuasai bisnisnya dan menjadi besar sepertinya." Ucapnya.

Fatah tersenyum. "Kau tak perlu menggurui aku Ton. Aku tahu apa yang harus aku lakukan." Jawab Fatah lalu menutup ponselnya. Wajahnya kesal dan terlihat geram. "Jika begundal itu tak bisa mencari tahu tentang Arya, aku yang akan pergi sendiri." Katanya lalu beranjak dan meninggalkan beberapa lembar uang seratus ribuan di meja.

*****

Arya keluar dari cafe tempat dimana Fatah berada tadi. Dia hanya mengecek salah satu cafe nya dan berniat kembali ke kantor. Tiba-tiba dia melihat seseorang di keroyok beberapa orang. Arya yang melihatnya tak tinggal diam. Dia menolong seseorang yang sudah babak belur itu. Dan luka tembak bersarang di perut kanannya. Pria itu berlumuran darah.

"Kau tak apa?" Tanya Arya. Pria itu tak sempat mengatakan apapun lalu pingsan. Arya memanggil Ambulan dan pria itu dibawa ke Rumah Sakit. Orang-orang yang mengeroyok pria itu habis dibabat oleh Arya seorang diri. Mereka kabur entah kemana.

"Bal, tolong tunda pertemuanku dengan Pak Raymond satu jam lagi. Sepertinya aku terlambat karena ada beberapa sesuatu." Kata Arya di ujung ponselnya sambil memasang sabuk pengaman di mobilnya. "Apakah kau baik-baik saja Bos?" Tanya Ikbal. "Hmm aku baik-baik saja. Tadi ada insiden kecil saja saat di Amaira's Cafe." Jawab Arya lalu melajukan mobilnya.

"Baiklah Bos. Hati-hati." Kata Ikbal dan dijawab dengan deheman oleh Arya.

*****

Amanda sedang memeriksa pasien yang datang dengan luka tembak di perut sisi kanannya. Suster memasang beberapa alat medis di badannya dan membersihkan darah di wajahnya.

"Siapkan ruang operasi. Kita akan mengambil pelurunya." Perintah Amanda.

"Baik Dokter."

Tak butuh waktu lama pasien itu masuk ke ruang operasi. Selang beberapa jam kemudian Amanda keluar dari ruang operasi. "Huuufftth akhirnya. Entahlah saat melihat pasien dengan membawa luka tembak aku selalu teringat suamiku dan Kevin. Ya Tuhaann.." kata Amanda sambil menutup wajahnya dengan kedua tangannya.

"Niihh minum dulu biar tenang." Kata Erlin yang sudah duduk di sebelah Amanda sambil menyodorkan botol minuman pada majikannya itu.

"Terimakasih Lin." Katanya lalu meneguk air dalam botol itu setengahnya.

"Kamu sudah melakukan yang terbaik Manda. Pasien tadi sempat kritis, tapi kamu berhasil membawanya kembali. Operasinya berjalan lancar." Kata Erlin menyemangati. Amanda tersenyum dan mengangguk. "Tapi aku tetap takut Lin. Aku takut jika sewaktu-waktu yang terbaring disana adalah suamiku dengan luka tembak. Aku takut." Kata amanda lagi. Dia ingat betul terakhir kali dia melihat Arya dan Kevin sedang bertarung. Kejadian itu sangat membekas di pikiran Amanda.

"Hmm Bos sekarang bener-bener jadi seorang pengusaha ya meskipun tak diragukan lagi namanya di black market masih terkenal Amanda. Tapi dia sudah lama tak menjamah itu kan, kau tahu itu? Benar?" Kata Erlin meyakinkan.

Amanda mengangguk. "Iya kamu benar Lin. Arya tak mungkin kembali kesana. Semoga saja ketakutanku ini hanya pikiranku saja." Kata Amanda dengan kembali meneguk air di botol yang di pegangnya.

*****

Willy membanting pemuda di hadapannya. "Jangan main-main denganku. Aku bisa menghabisimu sekarang juga." Teriak Willy dengan mencekeram krah baju pemuda itu.

"Benar Bos saya tidak tahu kenapa barang yang dikirim kepada klien itu bisa berkurang." Jawab pemuda itu yang ternyata anak buah Willy. "Siapa yang bertanggung jawab dalam setiap pengiriman?" Tanya Willy penuh dengan amarah.

"A-Antony Bos." Jawab pemuda itu.

"Panggil dia ke hadapanku." Perintah Willy. Pemuda itu segera pergi memanggil rekannya yang bernama Antony.

*****

Beberapa orang berkaos hitam nampak seperti preman datang ke rumah sakit. Mereka ke bagian resepsionis. "Dirawat dimana pasien atas nama Fatah Delano?" Tanya salah satu dari mereka.

"Ma-maaf apa anda keluarga pasien?" Kata petugas rumah sakit.

Braaakkkk

Pria itu menggebrak meja. "Heeyy aku tanya jawab aja. Susah amat sih tinggal jawab." Teriaknya membuat seisi ruangan disana menjadi takut. Penampilan mereka saja sudah menakutkan ditambah dengan kelakuan mereka yang kasar itu.

"Tapi sesuai dengan prosedur rumah sakit Pak, kami tidak bisa memberi tahukan kepada orang asing." Sambung petugas rumah sakit itu dengan wajah yang takut. Pria itu hendak menjambak rambut petugas itu namun dengan cepat seseorang menarik tangannya.

"Kau lakik apa perempuan. Beraninya sama perempuan." Kata Erlin yang mencekeram tangan pria itu kemudian melepaskannya. "Kau mencari siapa? Bisa bicara baik-baik kan?" Timpal Erlin lagi. "Ini semua tak ada hubungannya denganmu bangsaaatt pergilah selagi aku masih sabar." Teriaknya lalu kembali menanyai bagian resepsionis lagi.

Tanpa pikir panjang Erlin menyeret pria itu keluar. Teman-temannya tak terima dan terjadilah keributan di rumah sakit. Erlin menghajar mereka semua tanpa ampun dalam hitungan detik mereka semua ambruk. "Maafkan aku harus mengambil cara ini. Pergilah jangan membuat keributan disini." Perintah Erlin.

"Ka-kami hanya ingin mengetahuii.. keadaan Bos kami.." kata pria yang menanyai resepsionis tadi. Sepertinya dia leader dari senua orang-orang yang baru saja di hajarnya itu.

"Siapa nama Bosmu?" Tanya Amanda yang sedari tadi diam mengamati mereka.

"Fa-Fatah Delano. Apakah kau tahu dimana dia di rawat?" Tanya pria itu. Amanda mengingat-ingat nama yang baru saja di sebutkan oleh pria itu. "Apakah dia pria yang datang dengan luka tembak?" Tanya Amanda. Pria itu terperangah lalu mengangguk. "Benar. Apa kau dokter? Maaf dokter tapi kami ingin menemuinya. Dimana dia sekarang? Apa bos kami baik-baik saja?" Tanyanya lagi. Pria itu terlihat cemas dan khawatir.

"Hmm kenapa kau tidak mengatakannya dari tadi. Jika kau mengatakan dengan baik kami akan mengantarmu." Celetuk Erlin lalu pergi meninggalkan mereka. Pria itu terlihat kesal dengan sikap Erlin. Dia menahan sakit di badannya akibat pukulan yang diberikan Erlin padanya.

"Dia adalah pasienku. Ikutlah denganku. Ehmm tapi hanya dua orang saja. Yang lain biar tunggu disini." Kata Amanda lagi. Pria itu mengangguk. "Aris, kau ikut bersamaku. Kalian tunggu disini." Perintahnya. Mereka mengangguk. Pria itu pergi mengikuti Amanda yang berjalan di depannya.

*****

"Maaf Bos, Antony sedang mengurus pemesanan Mr. Black. Dia sedang transaksi di dermaga Bos." Kata pemuda itu pada Willy.

"Mr. Black? Kita baru saja mengiriminya minggu lalu. Tak mungkin dia meminta lagi secepat ini." Jawab Willy dengan curiga. Ada apa ini? Apa dia sedang berkhianat padaku? Tanya Willy dalam hati.

"Siapkan anak buah kita. Kita pantau gerakan dia di dermaga. Dan kau.." kata Willy melihat pemuda di hadapannya. "Ini waktu yang tepat mengirimmu ke neraka." Kata Willy lalu menarik pelatuk senjatanya.

Daaaarrdaarrrdaaarr

Tepat di kepala pemuda itu. Darah mencuat kemana-mana. "Bereskan semua ini. Kita ke dermaga sekarang." Perintah Willy pada anak buahnya.



Bersambung....

INTERNAL LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang