My Best Support System

2.2K 318 117
                                    

"Kamu ngomong apa sama Kenzie, Mas Kaffa?"

Kaffa tak membalas dan tetap lanjut mengoreksi jawaban soal evaluasi yang sempat tertunda beberapa hari. 

"Aku tau Kamu kayak gimana, tapi tolong... Jangan sakitin hatinya. Kasian dia, Aku tuh setiap kali ngeliat Kenzie selalu ngerasa bersalah sama anak sendiri. Berat tau Mas jadi dia.."
Caca yang tengah berbaring miring di atas bednya kembali menangis. Perempuan itu juga dalam posisi membelakangi Kaffa sejak tadi.

"Aku gak bisa nahan diriku buat gak marahin dia. Aku juga tau ucapanku keterlaluan, tapi Aku juga gak bakalan mungkin kelepasan kalau dia gak lebih dulu buat ulah. Kamu gak tau pusingnya Aku selama berapa hari ini. Belum mikirin Kamu yang nangis tiap malem, Kamu pikir gimana hatiku gak sakit ngeliat Kamu begitu. Anak satu-satunya gak tau ada dimana, bersyukurnya dia pulang dengan selamat. Kalau enggak? Bisa segila apa Aku kalau sampai beneran kejadian yang buruk-buruk sama dia"

Caca yang mendengarnya semakin terisak di atas tempat tidur. Caca mulai merasa jika dia adalah akar masalah yang sekarang sedang Mereka hadapi.

"Dokter bilang Kamu harus di suntik obat pengencer darah tiap hari mulai dari sekarang sampai nanti Kamu lahiran. Dari tes darah kemarin juga Aku udah wanti wanti soal itu dan beneran kejadian kan sekarang. Tensi Kamu gak boleh tinggi tapi malah darah Kamu yang kental banget. Resikonya juga besar kalau gak segera di tanganin. Jadi ya mau gak mau harus di suntik tiap hari, sakitnya juga pasti gak main-main"

Caca yang mendengarnya kemudian berbalik dan menatap ke arah Kaffa yang sudah melepaskan kacamata. Laki-laki itu memandang kosong ke arah depan. Dia banyak pikiran sekarang.

"Aku gak masalah kalau harus di suntik tiap hari. Mau sakitnya kayak apa juga Aku bakal lakuin. Waktu itu Aku aja bisa kan, jadi sekarang Aku juga bakalan bisa.."

Kaffa memandang Caca kemudian mengangguk.

"Hm.. Aku harap Kamu juga berhasil kali ini Caa. Aku mau keluar bentar"ujar Kaffa dan laki-laki itu kemudian bangkit berdiri meninggalkan ruang rawat istrinya.

Laki-laki itu pergi mencari tempat area yang kosong dan kemudian mengambil bungkusan rokok dan korek api dari kantong celananya. Kaffa sudah berhenti merokok sejak bertahun-tahun lalu tapi semenjak akhir-akhir ini dia banyak pikiran. Lebih tepatnya, semenjak Caca bilang jika perempuan itu hamil. Kaffa jarang bisa tidur dengan nyenyak, kekhawatiran dan ketakutannya membuatnya tidak tenang. Dan Ia kembali mencari nikotin di saat pikirannya sedang mumet-mumetnya seperti sekarang.

Kaffa menghembuskan asap rokok dari hidung dan mulutnya bersamaan. Hasil kesehatan Caca tidak baik dan resiko kehamilan perempuan itu juga lebih besar apalagi hamil di usianya yang sekarang. Caca boleh saja kelihatan masih muda dari umurnya tapi tetap, perempuan itu berada di usia yang rentan untuk hamil dan melahirkan. Itulah kenapa Kaffa memilih jalan adopsi sebagai satu-satunya cara agar Mereka bisa punya anak tanpa Caca harus kesakitan dan bertaruh nyawa lagi. Lalu, kenapa tidak dari dulu Mereka pilih opsi itu saja? Saat itu, Kaffa sibuk mengejar gelar S3nya dan Caca juga sibuk dengan youtube dan cafe. Mereka sama-sama sibuk, tidak punya waktu memikirkan soal menambah anak dulu. Makanya baru kepikirannya sekarang itupun karena Caca yang meminta.

Kaffa tak menyelesaikan sampai habis rokok yang tadi Ia isap. Lelaki itu menginjaknya dengan sepatu. Ponselnya bergetar dan ada panggilan  dari nomor Rio.

"Hallo Rio.. Kenzie gimana?"

📞Udah gak kedengeran suaranya. Mungkin udah tidur Pak..

"Syukurlah. Kamu jagain dia ya Rio.. Kalau mati lampu langsung ke gudang.. Kamu inget kan cara nyalain genset?"

📞Inget Pak..

"Nah nanti Kamu nyalain itu kalau lampu mati. Bensin persediaan juga ada di gudang. Kalau misalnya tengah malam ujan deres dan Kamu kebangun, pintu kamarmu jangan di kunci, siapa tau Kenzie mau pindah buat tidur. Anak itu soalnya takut kalau hujan gede apalagi petir"

SON|| SEQUEL HUSBANDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang