Keyla memasuki rumah dengan langkah gontai air matanya mengalir membasahi pipinya perlahan, ia memasuki rumahnya yang masih terlihat gelap karena ternyata Edwin belum pulang.
Keyla masuk ke dalam kamar dan menangis tersedu-sedu di atas kasur dadanya terasa sakit, begitu juga dengan kepalanya.
"Kenapa harus sekarang?" Gumam Keyla disertai isakan yang keluar dari bibir mungilnya itu.
Hampir lama Keyla menangis dengan keadaan seperti itu, sampai ia mendengar suara mobil memasuki garasi rumahnya, tanpa menunggu lama Keyla langsung mengelap bekas air matanya dan pura-pura tertidur.
Kriiet
Pintu kamar terbuka perlahan, Edwin menatap tempat tidur disana ada Keyla yang tengah tertidur dan seperti nya posisinya tidaklah nyaman, ia menghampiri Keyla.
Edwin berjongkok di hadapan Keyla seraya menatap wajah Keyla yang terlelap.
"Ngga biasanya kamu tidur jam segini, capek ya?" Tanya Edwin lirih meskipun ia tau jika Keyla tidak mendengar pertanyaannya.
Edwin berdiri ia membenarkan posisi Keyla dan menaikkan selimut sampai batas leher nya.
"Good night sayang," ucap Edwin seraya mengecup kening Keyla, setelah itu Edwin memutuskan untuk mandi dan membuat dirinya kembali segar.
Keyla terbangun di tengah malam tenggorokannya terasa kering dan badannya sedikit meriang. Keyla sedikit menggerakkan badannya tidak nyaman, awalnya Keyla mencoba untuk tidur kembali tapi ia malah bergerak gelisah.
Edwin yang menyadari itu langsung membuka matanya.
"Kenapa hmm?" Tanya Edwin seraya memegang pipi Keyla yang terasa sedikit hangat.
Keyla menatap Edwin sayu.
"Badan aku nggak enakan," ucap Keyla, Edwin terduduk.
"Aku ambilin obat ya," ucap Edwin ingin beranjak dari tempatnya namun tidak jadi karena tiba-tiba Keyla memegang tangannya.
"Nggak usah," kata Keyla. Jika ia minum obat sama saja dia sedang ingin membunuh janinnya.
"Wajah kamu pucet Key, jangan nolak. Aku nggak mau kamu sakit," ucap Edwin hawatir.
"Tapi aku nggak boleh minum obat," ucap Keyla tanpa sadar.
Edwin mengerutkan dahinya tidak mengerti. Keyla yang menyadari keanehan akan ucapannya langsung gelagapan.
"Maksut aku, aku nggak mau," jawab Keyla cepat.
Edwin menghela nafasnya ia beranjak dari ranjang dan keluar kamar, tidak lama kemudian Edwin kembali dengan nampan berisikan obat dan segelas air.
"Minum," ucap Edwin menyodorkan segelas air kepada Keyla.
Keyla menuruti apa kata Edwin tapi tangannya menolak saat Edwin memberinya sebutir obat. Ia ragu apakah Keyla akan meminum obat itu atau tidak. Kalau seandainya Keyla meminum obat itu maka ia membunuh janinnya dan Keyla bisa saja menyalahkan Edwin sebagai kambing hitam.
"Perut aku nggak enak Ed, atau aku bisa muntah kalau minum obat itu," Alibi Keyla memilih untuk tidak meminum obat karena ia masih memiliki hati nurani untuk tidak menjadikan suaminya sebagai kambing hitam atas kesalahannya.
"Terus aku bakalan biarin kamu sakit gitu kalau nggak minum obat," ucap Edwin menatap Keyla sedikit emosi. Keyla menundukkan kepalanya.
Edwin menghela nafasnya pelan ia membuang obatnya ke tempat sampah.
"Itu yang kamu mau, jangan salahin aku kalau kamu besok sakit!" ujar Edwin sedikit menaikkan nadanya.
Keyla menggigit bibir bawahnya pelan ucapan Edwin sedikit menakutinya, tapi Keyla mencoba sedikit mengabaikannya karena kalau ia menuruti Edwin tentu saja hal itu membuat anaknya dalam keadaan bahaya karena dimana-mana ibu hamil tidak boleh meminum obat kecuali saran dari dokter. Keyla juga tidak ingin salah langkah yang berakhir dengan Edwin yang mengetahui kehamilannya hanya karena minum obat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Between Our Marriage
RomanceIni tentang Keyla yang menjalani hari-harinya sebagai istri dari seorang CEO muda bernama Edwin Pradipta Siswanto. Dua insan dengan sifat yang berbeda dan bertolak belakang dipersatukan dalam ikatan pernikahan karena perjodohan orang tua mereka. Ked...