Jam menunjukkan pukul delapan malam dan Keyla baru saja keluar dari lokasi pemotretan. Keyla memasuki mobilnya, ia sedikit lega karena akhirnya ia bisa pulang. Badannya sangat pegal-pegal dan lelah perlu di istirahatkan. Keyla menatap wajahnya di cermin dan benar saja wajahnya tampak pucat karena seharian ini dia ada pemotretan di luar ruangan dan harus berpanas-panasan.
Keyla segera menjalankan mobilnya meninggalkan area pemotretan. Beruntung jalanan Jakarta tidak macet jadi Keyla bisa sampai dirumah dengan cepat.
Keyla memarkirkan mobilnya di garasi setelah itu ia turun dan memasuki rumah.
Sebelum masuk kamar Keyla menyandarkan badannya di sofa ruang tamu. Keyla menghela nafasnya pelan kepalanya sedikit pusing.
Keyla akhirnya memutuskan untuk segera pergi ke kamar dan bertepatan dengan itu Edwin keluar dari ruangan kerjanya lantas melihat Keyla.
"Kenapa pulang semalam ini?" Tanya Edwin menghampiri Keyla.
"Aku sibuk," jawab Keyla seraya menaiki anak tangga.
"Tunggu," ucap Edwin menggertakkan langkah Keyla lalu memegang dagu Keyla dan mengamati wajahnya.
"udah aku bilang beberapa kali kamu ngga usah kerja kamu lagi hamil, wajah kamu pucet" ucap Edwin terlihat khawatir.
Keyla menyentak tangan Edwin dan menaiki tangga tangannya berpegangan erat pada pinggiran tangga. Sejujurnya Keyla saat ini tengah merasakan kepalanya seperti di pukuli dan dia tidak ingin berdebat dengan Edwin.
Edwin yang menyadari Keyla seperti itu tanpa ba-bi-bu langsung mengangkat tubuh Keyla dan menggendongnya menuju kamarnya. Keyla tidak memberontak karena tenaganya seolah terkuras, tanpa sadar Keyla sudah mengalungkan tangannya di leher Edwin. Keyla memejamkan matanya ia mengatur napasnya pelan kepalanya semakin berdenyut.
Edwin menurunkan Keyla di ranjang kamarnya. Baru saja Edwin ingin membenarkan posisi Keyla, Keyla malah meringkuk seraya memegangi kepalanya.
"Kita ke rumah sakit, kepala kamu pusing karena kamu kecapekan Key," ucap Edwin berusaha membenarkan posisi Keyla.
"Aku cuman butuh istirahat jangan ganggu aku," ujar Keyla lagi-lagi menghentakkan tangan Edwin.
Edwin menghembuskan nafasnya kasar, dengan sekali gerakan ia membalikkan tubuh Keyla dan menatap matanya yang tampak sayu.
"Jangan keras kepala!" Tegas Edwin karena sifat Keyla memang sangat keras kepala dan bahkan akhir-akhir ini tidak pernah menurut akan perkataan Edwin.
Keyla memandang Edwin dengan tatapan jengkel. "Cukup Edwin! Aku pusing dan kamu buat aku tambah pusing!"
Keyla menghela nafasnya untuk mengatur emosi agar tidak meledak. "Aku cuman butuh tidur," ucap Keyla lesu.
Edwin menghela nafasnya pelan Keyla sangat keras kepala dan pada akhirnya Edwin memilih keluar dari kamar meninggalkan Keyla.
Keyla mengubah posisinya menjadi duduk ia memandang pintu yang barusan di tutup Edwin dan Keyla langsung terisak membuat air matanya turun membasahi pipinya.
"Aku capek kayak gini," kata Keyla dibarengi isakan tangisannya. Keyla takut akan ada hal buruk yang menimpa keluarga nya.
Dari luar Edwin mendengar suara tangisan dari Keyla, jujur ia bingung apa yang salah dengan Keyla. Edwin mengatur nafasnya pelan ia tidak boleh terbawa emosi mengingat Keyla sedang hamil. Edwin memutuskan kembali ke kamar dan menghampiri Keyla dan ternyata Keyla menangis dengan posisi terduduk.
Edwin duduk di tepi ranjang dan menatap Keyla lekat.
"Keyla," panggil Edwin lembut, bukannya menjawab tangis Keyla malah semakin kencang.
"Aku capek kayak gini, aku kepikiran terus sedangkan kamu nggak inget apa-apa, aku takut," Kata Keyla menatap Edwin.
"Takut kenapa?" Tanya Edwin seraya lebih mendekat ke arah Keyla.
"Kamu balik sama Keysa," ucap Keyla dengan sedikit gemetar.
"Maksut kamu apa sih?" Tanya Edwin bingung.
"Kamu tau malem itu kamu pulang dari bar kamu nggak sendirian, kamu pulang sama Keysa dan di leher Keysa ada bekas ciuman, kamu udah tidur sama dia," Ujar Keyla tersedu-sedu memberi tahu hal yang selama ini ia takutkan bahwa Edwin sudah tidur dengan Keysa. Edwin membelalakkan matanya.
Detik berikutnya Edwin terdiam dengan ekspresi datar akan ucapan Keyla.
"Keyla kamu salah paham," ucap Edwin merasa ia tidak pernah melakukan apa yang di tuduhkan Keyla.
"Salah paham? Kamu jamin berapa persen kalau itu kesalah pahaman? Kamu bahkan nggak inget kalau malem itu pulang sama Keysa," Serang Keyla.
"Aku emang nggak inget tapi aku nggak mungkin ngelakuin itu sayang," bantah Edwin memegangi tangan Keyla, meyakinkannya agar tidak berpikir buruk.
"Kamu nggak inget Ed, apapun bisa terjadi malem itu,"
Edwin menatap Keyla, ia menarik tubuh Keyla dan memeluknya erat.
"Percaya sama aku Key, aku nggak mungkin kayak gitu," ucap Edwin padahal jauh di pikirannya ia merasa tidak yakin dengan dirinya sendiri.
Edwin memeluk Keyla berusaha menenangkannya tapi ketahuilah hati Edwin sekarang gusar. Ia merasa tidak tenang karena ia tidak mengingat apa-apa malam itu dan mengapa ia pulang bersama Keysa.
"Please Ed, jangan buat aku nyesel karena udah jadi istri kamu," ucap Keyla semakin memeluk Edwin erat. Edwin tidak menjawab ia hanya terdiam.
Edwin mengecup puncak kepala Keyla. "Istirahat ya sayang,"
Keyla menggelengkan kepalanya.
"Kasian anak kita Key, kamu nggak capek posisi kayak gini?" Tanya Edwin.
Keyla melepaskan pelukan Edwin dan matanya menatap Edwin penuh dengan rasa takut. Takut kalau semua dugaannya benar dan berakhir kecewa. Takut kalau ia tidak bisa menerima kenyataannya dan berakhir dengan perpisahan.
"Aku sayang kamu Ed jangan buat aku kecewa," ucap Keyla terus memandangi Edwin tanpa berkedip karena takut Edwin hilang dari pelupuk matanya jika ia berkedip. Edwin pun menatap Keyla dalam, takut jika kenyataannya ia telah mengecewakan Keyla.
"Aku nggak akan ngecewain kamu dan tentunya anak kita," ujar Edwin seraya memegang perut Keyla yang masih sedikit rata itu.
"Sekarang kamu tidur aku temenin kamu," Keyla menganggukkan kepalanya ia segera membaringkan tubuhnya di ikuti oleh Edwin.
Edwin memeluk Keyla dari belakang tangannya mengusap pelan perut Keyla, sesekali Edwin menciumi puncak kepala Keyla.
Keyla belum tidur isakan masih keluar dari bibir mungilnya.
"Sayang tidur ya jangan nangis terus," ucap Edwin.
Keyla hanya mengangguk ia berusaha memejamkan matanya.
Edwin menunggu Keyla tertidur, dan tidak butuh waktu lama suara isakan tidak terdengar lagi dan sekarang yang terdengar hanya nafas teratur dari Keyla. Edwin menghela nafasnya pelan beruntung Keyla sudah tidur dan sekarang giliran dirinya yang tidak bisa tidur karena pikirannya bergerilya kemana-mana.
"Gimana kalau aku seandainya ngecewain kamu, Key," gumam Edwin seraya mengeratkan pelukannya.
-BOM-
Keyla menggeliatkan badannya tidak nyaman, ia mencari tempat ternyaman dan pilihannya jatuh pada dada bidang Edwin. Sedangkan Edwin yang semalaman memang tidak tidur ia sekarang mengamati wajah Keyla yang masih terpejam itu.
Wajah Keyla terlihat sangat damai dengan wajahnya yang cantik sempurna. Lelaki manapun pasti akan memandangnya kagum sama seperti Edwin yang memandang penuh kekaguman akan wajah Keyla.
Edwin menyingkirkan helaian rambut yang menutupi wajah Keyla, tangan Edwin bergerak mengelus pelan pipi Keyla yang terlihat agak chubby itu.
Edwin tidak menyangka jika Keyla adalah istrinya saat ini, di tambah lagi Keyla tengah mengandung buah hatinya.
Tentu saja Edwin sangat bahagia tapi disaat bersamaan Edwin juga takut akan membuat Keyla kecewa. Bagaimana jika yang di tuduhkan Keyla benar bahwa malam itu ia menghianati pernikahannya. Edwin tidak ingat dan ia harus mencari tahu bahwa semua itu tidak benar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Between Our Marriage
RomanceIni tentang Keyla yang menjalani hari-harinya sebagai istri dari seorang CEO muda bernama Edwin Pradipta Siswanto. Dua insan dengan sifat yang berbeda dan bertolak belakang dipersatukan dalam ikatan pernikahan karena perjodohan orang tua mereka. Ked...