mimpi buruk

6.1K 560 4
                                    

Vanila dan Alvaro berjalan pergi dari toko bunga dan Nafiya mengikuti nya. Sudah lima belas menit Nafiya mengikuti mereka berjalan yang entah mau kemana. Langkah keduanya berhenti di sebuah makam yang membuat Nafiya penasaran. Alvaro lalu meletakkan bunga lily putih di atas gundukan tanah dan duduk bersimpuh.

"Hai Ka, kita bertemu lagi hari ini gue bawa bunga lily putih kesukaan lo ka. lo suka kan bunganya? " ucap Alvaro sembari memaksakan tersenyum

Sedangkan Nafiya masih berdiri kaku, tangannya mulai berkeringat. Detak jantungnya seakan berhenti sesaat melihat batu nisan yang bertulisan namanya. 'Alezira Erfiza Richard' sebenarnya ia sudah menduga ini pasti akan terjadi tetap saja ia merasa sesak saat melihat nya.

Nafiya terkekeh lirih, matanya sudah berkaca-kaca. "Lucu yah gue lihat makam gue sendiri padahal gue masih hidup. " ucap Nafiya kekehan nya berubah menjadi tawa yang hambar.

"Ka, dulu lo sering marah-marah karna gue gak pernah panggil kakak, sekarang gue manggil lo kak tapi lo gak bisa denger. Ka gak kerasa yah udah masuk bulan ke delepan lo pergi tapi gue tetep belum bisa merelakan lo. Ka cuman lo yang bisa ngisi hari-hari gue dengan banyak kenangan di hidup gue Tapi sekarang dengan seenaknya lo pergi ninggalin gue gitu aja. gue gak tau selanjutnya gue bakal gimana setelah lo pergi. Mamah sering nangis karna putri kesayangannya pergi, papah sekarang sering ngelamun karna mikirin lo kak, gue pengen nenangin mereka ka, tapi gue pengen nangis setiap kali inget lo. " ucap Alvaro lirih

"Rara, ini gue Vanila temen lo, semoga lo tenang yah disana. Makasih karna lo mau jadi temen gue, maaf karna sering bikin lo emosi. Lo tau sekarang gue udah mulai belajar udah gak terlalu terpaku dengan novel lagi. Makasih udah jadi sahabat terbaik gue ra. "

Nafiya diam terpaku, dengan keluhan Alvaro dan Vanila membuat nya sedikit terpukul. Sesak ternyata saat melihat adik dan sahabatnya menderita karena dirinya. Dia bahkan hampir melupakan dunia asalnya dan melupakan fakta bahwa keluarga nya juga kehilangan dirinya.

"Alvaro, Vanilla maafin gue. " hanya sepatah kata maaf yang dapat Nafiya ucapkan pada mereka meski tak bisa di dengar.

"Ka, gue sama Vanila bakal tunangan. Dan bakal lanjutin sekolah di Australia, kemungkinan besar gue sama Vanila bakal jarang ngunjungin lo ka. " ucap Alvaro lalu terdiam sejenak sebelum melanjutkan ucapannya. "Gue kangen sama lo ka, gue pengen meluk lo ka. " ucapnya lagi lalu memeluk batu nisan dengan tangisan pilu.

Lutut Nafiya seketika lemas dan terjatuh terduduk di tanah. Setetes air mata terjatuh tanpa bisa dia cegah, ia benar-benar tak tahan melihat adik dan sahabatnya se menderita ini belum lagi keluarga nya.

"Gue disini al, gue disini... Gue didekat lo tapi kenapa serasa jauh. " lirih Nafiya dengan nafas tercekat.

Penglihatan Nafiya mulai buram, telinganya berdengung kencang. Nafiya menutup kedua telinganya dengan tangannya dan mendadak Nafiya kehilangan kesadarannya. Setelah beberapa saat tak merasakan apapun, Nafiya kemudian membuka matanya dan dia sudah berpindah tempat ke kamar agus curut.

Nafiya terbangun dengan napas memburu keringat membasahi keningnya. Nafiya terbangun di dini hari karna mimpinya, Nafiya langsung terduduk dan memeluk lututnya sendiri sembari menangis terisak masih terbayang dengan kenyataan bahwa ia sudah meninggal.

"Al, Va gue kangen kalian. "

********

Karna mimpi itu membuat Nafiya tak bisa tidur kembali, dia memilih untuk shalat tahajud dan tadarus sembari menunggu shalat subuh.

Tok... Tok....

"Nafiya bangun nak shalat subuh. "

Nafiya yang mendengar itu langsung bangkit dari duduknya, berjalan ke arah pintu.

peran pengganti (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang