47

864 65 6
                                    

Universitas XXXX. Tempat dimana para mahasiswa menempuh pendidikannya setelah SMA. Kampus yang terkenal sulit untuk dimasuki, hanya orang orang tertentu dan orang orang beruntung saja yang bisa diterima disana.

Banyak siswa SMA yang berlomba-lomba mendaftarkan diri mereka di Universitas tersebut, tak hanya dari dalam negeri saja yang mendaftar, bahkan ada juga pelancong lulusan SMA yang juga mencalonkan diri mereka di sana.

Beruntungnya Jaehyun dan Doyoung bisa diterima di Universitas itu, dari sekian banyaknya yang mendaftar, tak hanya mengandalkan nilai ujian masuk, mereka juga bergantung pada keberuntungan. Mereka terus merapalkan doa doa dalam hati saat mengerjakan soal soal ujian masuk, dan saat pengumuman penerimaan betapa bahagianya kedua sahabat itu di terima di universitas yang terkenal.

Mereka masuk murni menggunakan usaha mereka tanpa ada bantuan dari pihak keluarga atau semacamnya. Keduanya benar benar mengerahkan seluruh tenaga mereka, mati matian belajar agar bisa lulus ujian masuk.

Banyak sekali kenangan yang mereka lalui dikampus ini, dari perkukiahan pertama hingga saat ini. Di semester tua ini, mereka hanya melaksanakan perkuliahan terakhir yang akan di selenggarakan dua minggu lagi. Kuliah terakhir selesai, maka mereka akan segera lulus. Untungnya kedua sahabat itu tak melewatkan satupun perkuliahan dikampus mereka, sudah 140 SKS yang mereka ambil. Tinggal menunggu dua minggu lagi perkuliahan, setelah itu selesai sudah.

Termasuk hari ini. Hari ini merupakan perkuliahan terkahir pada mata kuliah dijurusan mereka, tinggal melaksanakan tugas akhir, dan ujian, nilai keluar, setelah itu selesai. Jaehyun dan Doyoung benar benar fokus memperhatikan dosen yang sedang menjelaskan materi di depan, hingga vibrator dalam tas Jaehyun membuyarkan fokusnya.

Tangan Jaehyun segera terulur, meraih benda bergetar itu dan mengeluarkannya di bawah meja. Doyoung memperhatikan gerak gerik sahabatnya "ada apa?" tanyanya dengan suara membisik.

"Ada pesan, dari Jeno"

Doyoung mengangguk, lalu berpikir sebentar "pesan? Dari Jeno?" Doyoung kembali memperhatikan Jaehyun, dan melihat dengan seksama "kau sudah memiliki ponsel?" tanyanya lagi, dengan suara bisiknya, lagi.

Jaehyun menganggukkan kepala sembari membaca pesan yang dikirimkan oleh Jeno.

"Kau beli baru?"

"Tidak, Jeno yang membelikannya untukku"

"Jeno?! Adikmu?! Membelikanmu ponsel?!" kini Doyoung melantangkan suaranya, yang langsung menarik perhatian para mahasiswa lainnya. Termasuk dosennya.

"Hey Kim Doyoung! Kalau kau mau mencari keributan, jangan dikelasku, keluar lah!" seru dosen yang usianya terlihat sekitar 40 tahunan.

"M-maafkan saya pak" ucap Doyoung, sambil menundukkan kepala. Lalu dosen kembali menjelaskan materinya dan semua mahasiswa di kelas itu, kembali memperhatikan dosen itu.

Jaehyun yang duduk disebelahnya menahan tawa, melihat sahabat nya ditegur oleh dosen itu. Doyoung melirik ke arah sahabatnya dengan sinis "berhenti mentertawakan ku!!" kembali menggunakan suara bisiknnya.









Jam perkuliahan telah berakhir, kini mereka sedang beristirahat di caffe langganan mereka. Menyantap habis pesanan kesukaan mereka.

"Kapan Jeno membelikan mu ponsel?" tanya Doyoung disela sela melahap makannya.

"Kemarin"

Doyoung mengangguk "lalu, pesan apa yang dia kirimkan?" tanyanya lagi.

"Hanya memberi kabar, kalau dia sudah sampai di sekolah dan tidak terlambat sedikitpun. Juga, mereka mengingatkan ku untuk terus memperhatikan kondisi ku. Jangan terlalu lelah, jangan lupa makan, minum obatmu setelah makan, blah blah blah... Semacam itulah"

Doyoung lagi lagi menganggukkan kepalanya, begitu mendengar jawaban dari Jaehyun. Kemudian, sepintas dalam benak Doyoung, untuk mempertanyakan kembali tentang pelaku yang membuat Jaehyun hamil.

"Jaehyun"

"Hm?"

"Kau masih tidak ingin memberitahu ku, siapa pelakunya?"

Kegiatan memasukkan makanan kedalam mulut Jaehyun, terhenti. Tubuhnya mendadak mematung, begitu mendengarkan pertanyaan Doyoung. Di letakkannya kembali sendok itu, lalu menggelengkan kepalanya.

Doyoung menghela nafasnya kasar, tak habis pikir dengan sifat sahabatnya itu yang menutupi kejahatan kedua adiknya.

Untuk saat ini, Jaehyun tidak tahu kalau Doyoung sebernarnya sudah mengetahui siapa dalang di balik hamilnya sahabat nya. Hanya saja ia ingin mendengarkan langsung dari Jaehyun sendiri.

"Lalu, bagaimana dengan kedua adikmu?"

"Mereka merawatku dengan baik. Tentu saat ku beritahu, mereka terkejut, tapi setelah itu mereka langsung merawatku dengan baik. Sangat baik, hingga sekarang"

Tangan Doyoung terulur menggenggam tangan Jaehyun, menatap teduh kedua mata sahabat nya "Jaehyun, jika orang orang yang telah membuat mu seperti ini pergi meninggalkan mu, melepas pertanggungjawaban nya, aku siap menggantikan posisi orang itu"

Mendengar hal itu membuat hati Jaehyun, sedikit tertegun "Doyoung..." lirih Jaehyun menyebutkan nama sahabat nya.

"Kemarin kau mungkin tidak mendengarkan begitu jelas, maka dari itu aku akan mengatakannya sekali lagi"

Doyoung semakin mencengkram kuat tangan Jaehyun, tapi membuat sang pemilik meringis kesakitan. Ia sedang mengumpulkan keberanian untuk mengungkapkan perasaanya.

"Jaehyun, aku menyukai mu. Tidak, bukan. Aku mencintaimu"

Tubuh Jaehyun menegang seketika, setelah mendengar pernyataan langsung dari sahabat nya.

"Entah sejak kapan aku memulainya, tapi yang pasti aku benar benar mencintaimu. Ku maksud dari perasaan ini adalah, karena kau sahabatku. Tapi, ternyata aku salah, perasaan ini benar benar karena aku mencintaimu, lebih dari sahabat"

"Aku sudah mencoba melupakan perasaan ini, tapi tidak bisa. Yang ada malah mereka tumbuh semakin besar dan pesat, membuat dadaku menjadi sesak setiap kali melihatmu. Maka dari itu Jaehyun, jika pelaku itu tak lagi bersamamu, pergi meninggalkan mu, aku siap bertanggungjawab atas janin yang ada dalam perut mu"

Jaehyun tertunduk dan semakin menundukkan kepalanya, setelah mendengar semua perasaan Doyoung. Bingung. Jaehyun bingung harus menjawab apa, dan harus bagaimana.

"D-Doyoung... Aku.."

"Kau tak perlu membalasnya sekarang" sela Doyoung, saat Jaehyun akan mengatakan sesuatu.

"Kau tak perlu menjawab nya sekarang. Kau bisa melakukan nya setelah mendapatkan jawaban, aku bis menunggu, meski dalam waktu yang lama, aku akan tetap menunggu mu"

Jaehyun terdiam, tanpa melepaskan genggam Doyoung. Kepalanya menunduk, tak tahu harus bereaksi seperti apa untuk ditunjukkan kepada sahabat nya itu.

Keduanya kembali terdiam, bergelut pada pikiran mereka masing masing tanpa tahu seseorang saat ini tengah menyunggingkan sudut bibirnya, sembari meremas kepalan tangan yang berada di depan wajahnya.

"Jadi kau mulai berani mengibarkan bendera peperangan, Kim Doyoung. Kalau begitu, aku tinggal meladeni mu saja kan?"

Our HyungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang