36. BAHAGIA YANG (BELUM) HADIR

219 34 0
                                    

BAAA! Semangatt ya kalian!

Tandai typo eaa+ Voteee Votee

Semoga makin suka sama cerita inii, Aamin<3

HAPPY READING!!

36. BAHAGIA YANG (BELUM) HADIR

Siang hari tadi, Reval mengunjungi taman. Berhubung hari ini adalah hari sabtu, tempat itu sudah dipastikan ramai pengunjung. Di sana, Reval mengobrol banyak bersama Pak Har—penjual es tebu langganannya. Serta, Reval juga membantu Pak Har menjual dan melayani pembeli yang lumayan banyak. Bahkan, sampai ludes tak sersisa sehingga Pak Har bisa pulang cepat. Kegiatan seperti itu bukan pertama kalinya untuk Reval.

"Sore, Tante!" sapa Reval dengan senyum lebarnya kala wanita paruh baya berambut blonde itu membukakan pintu untuknya. Setelah kembali dari taman, Reval memutuskan untuk langsung mendatangi rumah Raka.

"Ya ampun! Kamu jarang banget ke sini!" balas Widya sangat hangat dan tak kalah semangat. Reval terkekeh sebagai respons setelah mencium punggung tangan tantenya itu. Kemudian, Widya mempersilakan Reval untuk masuk ke dalam rumahnya.

"Kemarin-kemarin Tante sempat telepon kamu. Tapi nomor kamu nggak aktif. Makanya Tante jadi khawatir."

Cowok itu refleks menggaruk kepala belakangnya yang tak gatal. "Iya. Maaf, Tan, hehe. Reval lagi males aja buka Handphone." Tentu saja jawabannya mengelak. Tidak mungkin ia jujur bahwa sebenarnya ponselnya itu sedang tidak memiliki kuota.

Widya menggeleng-gelengkan kepala seraya tersenyum. "Ada-ada aja. Sekarang, mau main sama Raka?"

Lantas Reval segera mengangguk. "Iya, Tan. Ada urusan yang sangat penting!"

Wanita paruh baya itu terkekeh dibuatnya. Raka dan Reval memang memiliki sifat yang berbanding terbalik. Tetapi keduanya benar-benar sumber kebahagiaan di hidup Widya dan Hery.

"KA!

"Gue tau lo idup di dalem!"

"Woi, patung!!"

Sudah sekitar 10 menit lamanya Reval berteriak sambil mengetuk-ngetuk pintu kamar berwarna abu-abu itu. Sebetulnya, tujuan Reval ke rumah Raka adalah, dia ingin berbicara untuk meminta maaf kepada sepupunya itu mengenai kesalahannya beberapa hari yang lalu. Reval kira, makhluk tanpa ekspresi seperti Raka itu hanya sekadar bercanda.

Tidak lama setelahnya, terdengar suara kunci yang diputar. Tetapi, pintunya tidak terbuka. Tanpa basa-basi lagi, Reval memilih membukanya sendiri. Terlihat Raka tengah fokus duduk di sofa dengan ponsel yang melekat di genggaman tangannya.

"Hai, Tung," sapa Reval pelan seraya berjalan menghampiri sepupunya itu.

"Ini alay tapi gue nggak mau masuk neraka. Jadi, gue minta maaf, ya, Aka." ucapnya penuh rasa bersalah sembari mengulurkan tangan kepada Raka yang tetap acuh. Reval bisa merasakan bahwa satu sepupunya itu benar-benar marah karenanya.

Jangankan dijawab oleh Raka, dilirik saja tidak.

Reval menghela napas pelan lalu menurunkan tangannya kembali. "Nanti gue jokiin game lo, gimana?"

Ruangan bernuasa abu-abu itu tetap hening. Bahkan, Reval seperti orang gila yang berbicara sendiri.

"Atau, gue balikin semua deh duit lo yang pernah gue pinjem. Sekalian gue daftarin tanding basket internasional."

Mematikan ponselnya, Raka berdecak kesal. "Udah miskin. Banyak gaya."

Reval mengusap leher belakangnya. Memang fakta apa yang dikatakan Raka. "Kapan-kapan maksud gue. Tunggu aja."

STRUGGLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang