40. KENYATAAN YANG MENYAKITKAN

269 30 14
                                    

Part inii sedikit lebih panjang, yaa. Semoga makin suka sama cerita ini, Aamiin❣️

HAPPY READING

40. KENYATAAN YANG MENYAKITKAN

Rumah Sakit St. Hedwig, Berlin, Jerman.

Lorong rumah sakit di sana tampak begitu besar nan luas. Beberapa pasien, suster, dan dokter, serta orang-orang yang berlalu-lalang tanpa henti itu memiliki ciri khas dari berbagai negara-negaranya masih-masing.

Di salah satu ruangan, terdapat seorang pasien berasal dari negara Indonesia yang sudah dirawat sejak kurang lebih dua tahun untuk menjalani pengobatan dan terapi intens akibat penyakit yang dideritanya.

"Kapan akan melakukan terapi kembali, Dok?" tanya seorang pria paruh baya berpakaian jas formal.

Hery, merupakan ayah dari seorang anak bernama Raka. Sekaligus pemilik perusahaan di Jerman yang diwariskan oleh mertuanya.

"Sekitar dua minggu lagi."

Lantas Hery menatap sekilas ke arah brankar. Seorang wanita paruh baya yang berwajah pucat dengan mata terpejam itu terbaring lunglai di sana. Banyak alat-alat yang membantunya bertahan hidup.

"Kita bicarakan di luar," kata Hery, lagi, dengan memelankan suaranya dan langsung diangguki oleh dokter laki-laki di sebelahnya.

"Tunggu." Suara serak dan terdengar seperti hampir habis itu membuat langkah mereka berdua terhenti. Perlahan, wanita paruh baya di atas brankar tersebut membuka matanya. Namun, hanya tatapan kosong yang terpancar.

Lantas pria paruh baya itu segera kembali mendekat. "Butuh sesuatu?"

Menggelengkan kepala, wanita dengan kupluk di kepalanya itu seperti sedang berusaha untuk mengatakan sesuatu, lagi.

"Anak saya," ucapnya tidak jelas dan susah payah.

Hery yang mengerti pun mengangguk, lalu sedikit membungkukkan badannya. "Anak kamu baik-baik saja. Jangan terlalu dipikirkan. Ingat, ya, di Indonesia sana banyak yang menjaga anak kamu."

Kemudian, bibir pucat wanita paruh baya tersebut terukir senyuman tipis.

Menghembuskan napas pelan, Hery membalas senyuman itu. "Istirahat saja. Kalau butuh sesuatu, suster di sini selalu ada."

Setelah mendapat anggukan, Hery dan sang dokter itu pun beringsut keluar dari ruangan tersebut.

"Semakin hari, suaranya semakin hilang. Saya mau dia diberi terapi terbaik, lebih dari sebelum-sebelumnya." Hery berujar dengan raut tidak tenang ketika telah berada di luar.

Dokter itu memegang bahu pria paruh baya tersebut. "Pengobatan, terapi, sudah yang paling baik. Pak Hery, kan, tahu, penyakit kanker di tenggorokannya mencapai di stadium akhir. Yang di mana, kankernya sudah menyebar ke beberapa organ. Itu yang menyebabkan pita suara Ibu Henny semakin terhambat."

"Saya ingin beliau sembuh, Dok," parau Hery, menundukkan kepala. "Demi keponakan saya kembali bertemu ibunya."

"Kemoterapi, laser radiasi, serta obat-obatan, ibaratnya hanya untuk membantu Ibu Henny bertahan hidup, Pak. Perihal kesembuhan, kita pasrahkan semua kepada Tuhan. Pak Hery dan keluarga sudah berusaha memberikan yang terbaik, saya tahu itu," jelas sang dokter.

Dokter Abas, merupakan warga negara Indonesia yang berprofesi sebagai dokter di Jerman. Dan beruntungnya, Dokter Abas lah yang menangani wanita paruh baya tersebut dari awal. Sehingga, mereka sudah begitu akrab.

Hery mengangkat kepalanya, menghembuskan napas pasrah. Penuturan seperti itu, sudah sering ia dapatkan dari setiap dokter jika ditanya mengenai kesembuhan adik iparnya itu.

STRUGGLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang