51. PSIKOLOG

198 30 0
                                    

Jangaann lupaaa votee, komen jugaa thankyouu❣️

Semogaa makin suka sama cerita inii yaaa, Aamiin<3

HAPPY READING!

51. PSIKOLOG

PSIK BLOK-C. Tulisan itu terukir rapi di Sign Board; papan tanda yang tertempel pada sebuah pintu. Reval berdiri, kedua matanya yang tampak lesu itu menjurus ke dalam ruangan sana. Kosong. Tak ada seorang pun.

Dua hari berlalu setelah Reval menerima ucapan dari Eynara yang sangat berefek untuk hatinya. Dan, sempat terjadi cekcok antara dirinya dan Raka. Selama dua hari juga Reval tidak masuk sekolah tanpa keterangan. Bahkan, tidak bertemu dengan Raka dan para sahabatnya yang lain.

Menghembuskan napas hangat, Reval membalikkan badannya. Sebetulnya, tujuan ia mendatangi rumah sakit sekarang hanya ingin memastikan apakah Eynara melakukan Check-up. Karena hari ini adalah jadwalnya.

Jika ditanya apakah ingin bertemu, lagi, dengan Eynara? Jawabannya, ingin. Bertemu dengan suasana hati yang membaik. Di mana, dulu, gadis itu sempat menjadi orang pertama yang memberikan Reval semangat. Namun, di masa sekarang, seakan hal itu telah lenyap.

Hendak akan beringsut pergi, namun, perhatiannya tersita ketika melihat seorang pria paruh baya mengenakan stelan kemeja formal keluar dari pintu ruangan di sebelahnya. Dokter Andre.

Buru-buru Reval mendekat, seraya memanggil.

"Dokter Andre!"

Merasa terpanggil, dokter tersebut pun membalikkan badannya. Hanya dari suaranya saja, Dokter Andre sudah bisa mengenalinya. Mungkin karena bukan sekali dua kalinya Reval mengunjungi dan bertemu pria paruh baya yang berstatus sebagai dokter ahli psikologi di rumah sakit itu.

"Kamu ke sini lagi? Ada apa?" tanya Dokter Andre tersenyum simpul kala Reval telah berada di hadapannya. Namun, di detik yang bersamaan, dokter itu memandang wajah dan mata Reval secara intens.

"Apakah kamu memiliki masalah?" Kali ini, suara Dokter Andre memelan, terdengar bersimpati.

Untuk itu, Reval hanya memberikan gelengan, diiringi senyuman tipisnya. "Saya cuma kelelahan, Dok."

Percayalah, jawaban se-logis apapun, tidak bisa menutupi kebohongan akan kondisi tubuh, terlebih lagi mental kepada seorang dokter yang memang ahli  dalam hal tersebut.

Lantas Dokter Andre mengangguk. "Saya berharap, keadaan kamu benar-benar seperti jawaban itu. Sehingga, kamu bisa mengatasinya hanya dengan beristirahat sejenak," tuturnya.

Tetapi, tidak sampai di situ, digiringnya Reval ke arah pinggir, menduduki sebuah kursi besi panjang khas rumah sakit yang memang disediakan beberapa di sepanjang koridor.

"Tapi, kalau memang keadaan hidup kamu sedang didatangi badai kecil, kamu harus tetap berdiri," lanjut Dokter Andre, lalu menyentuh lengan Reval. "Kenapa saya mengatakan hanya 'badai kecil', itu karena saya tahu, kamu kuat dan keberanian kamu lebih besar dibandingkan badai tersebut."

"Saya tidak akan meminta kamu menjawab dan menceritakan sesuai dengan apa yang saya tanyakan tentang bagaimana kondisi badanmu, pikiranmu. Tapi yang saya minta hanya kamu tetap kuat. Abaikan bisikan-bisikan yang negatif."

"Saya yakin kamu bisa dan akan mendapatkan cahayamu sendiri." Dokter pria paruh baya itu mengakhiri kalimat panjang lebarnya dengan usapan lembut pada lengan Reval.

Entah bagaimana bisa, semua penuturan itu, bisa meredamkan sedikit berisik yang ada di kepala Reval. Sedikit menyapu emosi dalam hatinya yang sempat bergejolak.

STRUGGLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang