Jangaann lupaaa votee, komen jugaa thankyouu❣️
Semogaa makin suka sama cerita inii yaaa,
Aamiin<3[Part ini lebih panjang dibanding biasanyaaa yaa]
HAPPY READING!
56. BELUM SEKARANG, MUNGKIN NANTI
Jarum jam bergerak begitu cepat, hingga tak terasa pagi telah tiba.
Seharusnya, pukul 5 pagi sang mentari mulai merangkak naik. Namun sekarang sinarnya sedikit saja belum kunjung tampak. Mungkin lantaran hujan baru reda sekitar dua jam yang lalu. Sehingga awan mendung masih tersisa.
"Sshh ...." Suara desisan pelan terdengar.
Reval memutuskan kembali pulang ke rumahnya. Hanya untuk membersihkan diri dan berganti pakaiannya karena terasa tidak nyaman- setengah basah akibat hujan.
Setelah meninggalkan Bagas beberapa jam lalu, Reval memilih singgah dan mengistirahatkan dirinya di salah satu masjid umum. Ia hanya tertidur sekitar 1 jam.
Mengingat setelah banyaknya kejadian pada tadi malam hingga dini hari. Reval tak henti meringis. Rasa nyeri akibat beberapa pukulan di sekujur tubuhnya terus menjalar. Kakinya yang dirobohi motor pun melangkah tak seperti biasa. Ditambah dingin yang menusuk kulit serta tulangnya lantaran memilih bertahan di bawah derasnya hujan.
"Bunda, Eval pulang," ujar Reval parau ketika pintu utama rumahnya telah ia buka. Tangan kanannya yang dingin itu masih melekat pada gagang pintu.
Hanya keheningan dan kehampaan yang Reval dapatkan, selalu.
Reval tak bisa membayangkan betapa panjang dan lamanya nasihat serta omelan yang akan Henny berikan kepadanya jika mendapati ia pulang dalam kondisi seperti sekarang. Berantakan, pucat, dan terdapat beberapa luka lebam.
Ah! Moment omelan itu sangat ia rindu-rindukan.
Namun, Reval terkekeh getir seraya mengedikkan bahu sesaat, berusaha membuang jauh-jauh harapan itu.
Ceklek!
Reval menghembuskan napas pelan setelah memasuki kamarnya yang beberapa hari ini hanya ia jadikan tempat memejamkan mata di kala lelah. Waktu panjangnya lebih banyak ia habiskan di luar rumah; sibuk mencari informasi tentang bundanya.
Kemudian, langkah kakinya tertuju pada cermin. Reval menatap miris pantulan dirinya sendiri di sana. Ucapan salah satu dari dua orang suruhan Egi untuk mengusirnya semalam terlintas.
Tidak terlihat kelebihan dalam diri kamu!
"Bener. Gue mengakui itu," gumamnya serak. Yang awalnya Reval selalu menentang setiap hinaan orang-orang kepadanya. Berbeda dengan sekarang-sekarang ini, Reval mengakui dan ikut menganggap bahwa dirinya sendiri memang teramat sangat buruk.
Luka-luka di sekitar wajahnya tidak berniat Reval obati. Selain memang tidak ia pedulikan, cowok itu juga tidak tahan dengan sakitnya obat merah. Lantas Reval pun memilih melanjutkan langkahnya menuju kamar mandi.
Selang beberapa menit, suara keran air berhenti. Pintu kamar mandi terbuka. Reval dengan keadaan yang sedikit segar itu muncul, selesai membersihkan diri. Pakaiannya pun sudah berganti rapi.
Namun, tetap saja, sorot matanya yang lelah, sedih, masih jelas terlihat.
"Sama aja kayak tadi, pucat," ucapnya kembali di depan cermin. "Kalau Raka tau dan ngeliat gue, pasti ngamuk tuh."
"Biasanya gue jam segini udah siap-siap sekolah. Sekarang nggak dulu." Reval bermonolog dengan kedua bola matanya yang beralih menatap jam dinding.
05:45
KAMU SEDANG MEMBACA
STRUGGLE
Teen FictionKetulusan diukur dengan latar belakang hidup? -𝚂𝚝𝚛𝚞𝚐𝚐𝚕𝚎 Cerita ini mengisahkan tentang seorang anak remaja sederhana yang benar-benar memperjuangkan sesuatu yang berharga dalam hidupnya. *** "Aku akan genggam kamu selamanya, Nara." -kalau Tu...