49. BERJUANG, LALU DISADARKAN OLEH KENYATAAN PAHIT

199 29 0
                                    

Jangaann lupaaa votee, komen jugaa hihiii thankyouu❣️

Semogaa makin suka sama cerita inii yaaa, Aamiin<3

HAPPY READING!

49. BERJUANG, LALU DISADARKAN OLEH KENYATAAN PAHIT

Reval. Cowok itu kembali, lagi dan lagi, menginjakkan kakinya di depan gerbang rumah seorang gadis dengan membawa satu kantong plastik di tangan kanannya yang berisikan coklat dan susu kesukaan Eynara. Tidak peduli apapun yang ia dapatkan nantinya, asalkan ia selalu bisa menyempatkan dirinya untuk berusaha bertemu dengan Eynara.

Reval memandang secara intens ke arah jendela kamar Eynara dengan membayangkan dapat melihat gadisnya itu tersenyum ke arahnya. Tetapi sayangnya, itu hanyalah sebuah angan-angan dalam benaknya. Kemudian, Reval pun berjalan mendekati pintu masuk yang terbuat dari besi dan tinggi itu. Diketuknya dengan pelan gerbang tersebut menggunakan kontak motornya.

"Pak Herman! Permisi!" panggilnya, tidak terlalu keras.

Sekitar 5 menit, telinganya itu pada akhirnya menangkap suara sahutan, disusul gerbang tersebut dibuka oleh sang penjaganya.

"Mas Reval lagi, walah!" sapa seorang pria paruh baya seraya menebarkan senyum lebarnya, menyambut kedatangan Reval. "Ada apa lagi, Mas?"

Reval pun membalas dengan hal yang sama, dibarengi anggukan. "Biasa, Pak. Kalau sekarang, Nara di rumah?"

Seketika raut wajah Pak Herman berubah, pria paruh baya itu menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Bingung harus mengatakan apa.

Sebelum Pak Herman memberi jawaban, Reval sudah  lebih dulu kembali membuka suaranya seperti ini, "Pasti Nara nggak ada di rumah lagi, kan, Pak? Saya bingung harus pakai cara apalagi supaya bisa ketemu dia," ujarnya, dengan pancaran mata sendunya.

"Tapi, Non Nara benar-benar nggak di rumah, Mas," sahut pria paruh baya itu kaku. "Belakangan ini memang sering keluar sama Mas Kelvan." Sebetulnya, Pak Herman merasa tidak enak dan tidak tega beralasan setiap kali Reval datang dengan harapan sangat ingin bertemu Eynara. Namun, hal ini adalah perintah dari gadis itu sendiri.

Menahan senyumnya, Reval mengangguk samar. "Ya udah, Pak, nggak apa-apa. Berarti masih belum rejeki saya."

"Saya hari ini janji, Mas. Nanti kalau Non Nara udah pulang, saya kabarin Mas Reval," kata Pak Herman seraya tersenyum menampakkan deretan giginya.

Lantas Reval terkekeh hambar. "Pertanyaan saya, gimana cara Pak Herman ngehubungin saya? Pak Herman juga udah dua kali janji kayak gitu ke saya."

"Ini, Pak. Saya titip ini aja buat Nara." lanjut Reval sambil mengulurkan tangannya yang menenteng satu kantong kresek kepada pria paruh baya di depannya itu. "Saya udah lama nggak ngasih ini ke Nara."

Pak Herman pun menerima dengan senang hati. "Saya pasti sampaikan, Mas. Dan saya yakin, Non Nara senang dapat ini dari Mas Reval."

Hanya anggukan kecil yang bisa Reval berikan, lagi-lagi dengan kedua bola matanya yang menyorot ke arah jendela kamar Eynara.

"Pada intinya, Mas Reval nggak boleh menyerah. Sejatinya, kalau cinta itu dikejar bukan ditunggu," lanjut Pak Herman, membuat Reval langsung beralih menatapnya. "Saya yakin, di hati Non Nara cuma ada Mas Reval."

"Pak Herman bisa aja," jawab Reval seraya mencerna dan mengingat baik-baik ucapan Pak Herman itu untuk ia jadikan alasan mengapa ia harus terus bertahan.

"Buat anak muda seperti Mas Reval, jangan terlalu larut memikirkan sesuatu. Emang Mas Reval mau punya riwayat penyakit darah tinggi kayak saya?" Pak Herman mengakhiri kalimat hiburannya itu dengan kekehan kecil.

STRUGGLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang