Jangaann lupaaa votee, komen jugaa hihiii thankyouu❣️
Semogaa makin suka sama cerita inii yaaa, Aamiin<3
HAPPY READING!
46. NILAINYA MENURUN
Jika biasanya di rumah kediaman Egi, lebih tepatnya di meja makan hanya terdengar bunyi dentingan alat makan dari 3 orang. Berbeda dengan pagi ini, bertambah 1, sehingga menjadi 4 orang yang duduk di sana untuk menikmati hidangan.
"Bagaimana Kelvan sudah berjalan dua minggu berada di Indonesia?" Egi mengangkat pandangannya, menatap lurus seorang lelaki berpakaian rapi di kursi depannya.
Senyuman tipis terukir di wajah blasteran laki-laki itu. "Terakhir saya di Indonesia waktu saya masih umur 8 tahun, Om. Dan sekarang, lebih banyak berubah dan juga banyak hal baru yang unik."
Kelvan Wener Ailendra, seorang remaja blasteran. Ibunya merupakan darah Indonesia, dan ayahnya yang berdarah Jerman. Dan juga, Kelvan ini lah yang dipilih oleh Egi untuk dicalonkan dengan Eynara. Tidak banyak, namun mereka sudah saling mengenal satu sama lain.
"Om sudah bilang berulang kali. Kalau ada sesuatu, datangi rumah ini. Om harus bertanggungjawab atas kamu, Kelvan," ujar Egi, lagi seraya tersenyum.
Kelvan mengangguk patuh di sela-sela aktivitas makannya. Sementara itu, di sebelahnya, ada Eynara yang sejak tadi diam—tidak membuka suaranya sedikitpun. Bahkan, gadis itu pun jarang berbicara dengan kedua orangtuanya semenjak kedatangan Kelvan.
Karena apa? Karena Eynara tidak pernah menyetujui keputusan gila papanya itu.
Rena yang berada di samping Egi itu bergantian menatap ke arah Kelvan. "Papa mama kamu kapan menyusul ke Indonesia?"
"Belum tau. Papa bilang, di Jerman masih ada yang harus diurus," balas laki-laki itu dengan senyumnya yang tak ketinggalan. Kelvan memang memiliki first impression yang bagus. Salah satunya, ramah dan sopan.
Setelah beberapa saat hening—fokus dengan makanannya masing-masing. Egi kembali mendongak, kali ini, memandang Eynara; putrinya.
"Nara. Ini sudah berjalan hampir dua minggu. Papa yakin kamu sudah merasa cocok, kan, dengan Kelvan?" tanya pria paruh baya itu serius.
"Kelvan jauh lebih baik, kan?" imbuhnya.
Seketika Eynara ikut mengangkat perlahan kepalanya dan hanya memberikan anggukan pelan. Pikirannya terus berotasi kepada Reval, tentang kejadian kemarin di rumah sakit. Eynara masih sangat merindukannya.
Egi yang menatap lekat gadis itu, seakan tahu apa yang tengah ada di dalam pikiran Eynara. Lantas pria paruh baya tersebut melepaskan sendok dari tangannya.
"Kelvan, kalian berdua tidak bertemu dengan laki-laki yang Om beri peringatan itu, kan?" tanya Egi. "Kamu bisa kasih tau Om."
Sontak Eynara mengerjap, terkejut dan langsung menoleh kepada Kelvan. Sehingga tatapan mereka bertemu, namun Eynara segera memutuskan kontak mata tersebut.
Gadis itu kemudian beralih menatap papanya. "Nara nggak ketemu Reval."
Lantas Egi menghembuskan napas gusar. "Urusan papa dengan laki-laki tidak jelas itu belum selesai, Nara. Jangan coba-coba kamu dekat atau didekati Reval. Karena, Papa nggak takut kalau harus melukai anak itu."
Mendengar itu yang selalu berulang kali papanya katakan dengan aura penuh kebencian. Eynara menunduk, tenggorokannya serasa tercekat. Di dalam hatinya ia mengatakan seperti ini. Tidak peduli sebanyak apapun laki-laki yang dianggap baik oleh kedua orangtuanya. Karena menurutnya, hanya Reval.
KAMU SEDANG MEMBACA
STRUGGLE
Teen FictionKetulusan diukur dengan latar belakang hidup? -𝚂𝚝𝚛𝚞𝚐𝚐𝚕𝚎 Cerita ini mengisahkan tentang seorang anak remaja sederhana yang benar-benar memperjuangkan sesuatu yang berharga dalam hidupnya. *** "Aku akan genggam kamu selamanya, Nara." -kalau Tu...