50. HANCURNYA SANG PEMILIK HARAPAN

188 27 1
                                    

Jangaann lupaaa votee, komen jugaa hihiii thankyouu❣️

Semogaa makin suka sama cerita inii yaaa, Aamiin<3

HAPPY READING!

50. HANCURNYA SANG PEMILIK HARAPAN

Perasaannya sama-sama masih terjaga, hanya saja butuh waktu untuk dibenahi.

***

Sebentar lagi hari akan berganti petang. Reval mengendarai motornya dengan kecepatan tinggi, membelah jalanan Ibukota yang dibasahi oleh tetesan gerimis. Dari balik helm Fullface-nya, kedua bola mata cowok itu tampak begitu sendu, disertai terdapat genangan sebuah cairan di sana yang sesekali menetes.

"Papa aku benar, nggak salah. Kelvan memang lebih baik untuk aku dibanding kamu. Keluarganya juga jelas dan nggak buruk. Aku lebih butuh Kelvan."

Hatinya begitu sakit. Seakan dipaksa sadar oleh tamparan kenyataan. Masih tidak menyangka bahwasanya hari ini, beberapa menit yang lalu, Eynara dengan mulus melontarkan kalimat yang sangat memilukan untuk dirinya.

Seorang lelaki juga berhak memiliki titik rapuhnya, kan?

Tangan dinginnya itu semakin mencengkram kuat kedua stang motornya. Ingin sekali melampiaskan rasa pedihnya, hancurnya, marahnya yang mendominasi hati dan perasaannya saat ini. Suara raungan angin yang membuat gerimis menerpa badannya itu seolah meyakinkan dirinya bahwa inilah kejamnya dunia bagi siapa yang dianggap memiliki kekurangan.

Setelah menempuh perjalanan yang terasa tak hidup bagi Reval, cowok itu kini telah memijakkan kakinya di halaman rumahnya. Dipandangnya dengan sorot letih, sebuah bangunan yang diselimuti sirat kekosongan, hampa, dan sepi.

"Bunda lo ke mana? Jadi buronan kah?"

"ARRGGGHH!" Reval mengerang seraya menghantam kepalanya sendiri menggunakan tangannya yang terkepal. Suara olokan seperti itu tiba-tiba terdengar kembali di telinganya.

Mengapa sesama manusia dengan santainya berucap tanpa dipikirkan apa dampaknya?

Dengan kakinya yang gemetar itu, Reval melangkah lunglai untuk memasuki rumahnya.

Brakk!

Reval membuka pintu utama tersebut dengan kasar. Ia mengedarkan pandangannya, jantungnya berdebar tak karuan. Perasaan tidak tenang dan takut mendadak menyerang. Masih selalu mengharapkan sambutan hangat seperti dahulu setiap kali ia pulang. Namun, mustahil. Sudah lama ditinggalkan.

"BUNDA!!" panggil cowok itu, suaranya yang bergetar itu menggema di seluruh bagian rumah.

Tidak ada sahutan.

"Kenapa Bunda tega, hah?!" teriaknya lagi, dadanya begitu sesak. "Kenapa Bunda pergi?!"

Reval menyeka kasar air matanya dengan beribu-ribu umpatan yang ia ucapkan dalam hati. Selanjutnya, ia kembali berjalan untuk menaiki tangga.

Ceklek!

"Bunda ...." lirihnya, memanggil. Reval memandang secara lekat setiap bagian inci di kamar yang terasa usang. Kedua netranya menyiratkan kerinduan yang begitu mendalam. Dan akan terus seperti itu.

Tatapan Reval kemudian terkunci pada bagian pinggiran kasur di sana.

"Kenapa muka Eval cemberut gitu?" tanya seorang wanita paruh baya seraya menggiring Reval untuk duduk di pinggiran kasur.

Anak kecil laki-laki berumur sekitar 9 tahun itu menggeleng pelan. "Gimana kalau ujian Eval nanti dapat nilai kecil, Bun?"

Henny mengerjap, lalu mengembangkan senyumnya. "Nggak masalah, Sayang. Eval takut Bunda marahin?"

STRUGGLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang