42. KECEWA

220 28 1
                                    

Perasaannya sampe di part inii??

Semoga makin suka sama cerita ini ya, Aamiin❣️

HAPPY READING!

42. KECEWA

Lelah tidak hanya milik mereka yang berusaha, tetapi juga mereka yang diam dengan segala hambatan yang ada di dalam hati

***

Matahari perlahan mulai merangkak turun. Reval, cowok mengenakan jaket hitam kebanggaannya itu mengedarkan pandangannya ke sekeliling taman. Ya, di sore menjelang petang ini, Reval memutuskan pergi ke tempat yang ia anggap bisa sedikit menenangkan suasana hati dan pikirannya.

Sedikit kecewa karena lapak yang biasanya ditempati penjual es tebu langganannya itu sudah kosong. Sepertinya, dagangannya habis lebih awal dan Pak Har sudah pulang ke rumahnya. Lantas Reval memilih duduk di salah satu kursi besi yang memang disediakan di sana. Sembari menikmati raungan angin.

Kedua bola mata Reval lurus memandang ke depan. Bibirnya membentuk senyuman tipis kala melihat anak kecil yang berlarian kesana-kemari. Karena, Reval seolah membayangkan bahwa itu adalah dirinya, dahulu.

Setelah beberapa menit berkelana dalam benaknya. Pandangannya terkunci kepada seorang anak lelaki yang tampak sedang mengumpulkan botol-botol plastik di area taman tersebut.

"Hei, kamu!" Reval bangkit dari duduknya, memanggil. Jarak mereka tak terlalu jauh. Sehingga, anak lelaki itu langsung menolehkan kepalanya kepada Reval yang tengah berjalan menghampiri.

Setelah berhadapan, anak lelaki itu sama sekali tidak terlihat kebingungan atau takut , justru dia tersenyum begitu dalam.

"Nama kamu siapa?" tanya Reval ikut membalas senyuman tersebut, seraya mengulurkan tangan kanannya, mengajak berkenalan.

Anak lelaki yang memiliki model rambut Bowl Cut itu mengibaskan tangan kanannya pada baju kaosnya. "Tangan aku kotor, Bang."

Lantas Reval mengernyitkan dahi sekilas dengan terkekeh. "Itu karena kamu hebat. Gentleman!"

"Kalau gitu, nama aku Tio!" ucap anak kecil tersebut antusias sambil membalas uluran tangan perkenalan dari Reval. "Nama Abang siapa?"

"Reval Rahandhika, panggil aja Bang Reval," balas Reval dengan cengirannya.

Selanjutnya, Reval merangkul bahu Tio menuju kembali ke tempat duduk awalnya. Anak itu meletakkan karungnya yang berisikan botol-botol bekas di sebelah kursi. Mereka berdua duduk bersebelahan.

"Kesibukan Tio apa?" tanya Reval, membuka obrolan.

Tio menggeleng, masih dengan senyumnya yang tak kunjung pudar. "Kesibukan Tio ngumpulin botol gini, Bang. Nanti ditimbang."

"Biasanya Tio juga jualan gambar, sih. Tapi sekarang lagi nggak bawa," lanjutnya.

Reval menautkan alis, ia tertarik dan semakin ingin tahu lebih lanjut tentang anak lelaki di sebelahnya itu. "Gambar? Tio bisa gambar sendiri?"

Tio mengangguk semangat sebanyak dua kali. "Bisa, Bang! Tapi, nggak sebagus gambar-gambar temen Tio yang lain."

"Tio tau? Abang aja nggak bisa menggambar sampai sekarang. Tapi Tio yang jauh umurnya dari Abang bisa. Hebat!" puji Reval sambil mengusap pucuk rambut Tio.

Anak lelaki itu hanya menanggapi dengan anggukan. Reval tersenyum, menatapnya dari samping.

"Tio umur berapa? Abang belum tanya. Sekolahnya kelas berapa? Kan, Tio, jago menggambar tuh," ujar Reval, lagi.

STRUGGLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang