13 – WHY IS THAT HARD?
EMMA YANG baru selesai mengambil obat ibunya di apotek, berhenti melangkah ketika merasa ponselnya yang ada di kantong depan jumpsuitnya bergetar. “Hallo, Sya?”
“Maaf banget, Em. Gue nggak jadi jenguk ibu lo di rumah sakit.”
Vannesya merasa menyesal karena kemarin ia telah berjanji pada Emma untuk menjenguk ibunya yang masih dirawat di rumah sakit. Vannesya tidak menyangka kunjungannya ke rumah kakek dan neneknya hari ini membuat ia dan Valetta tertahan di sana sampai malam. Dalton menyita semua waktunya untuk bermain catur, sementara Valetta ditahan oleh Catalina untuk merangkai berbagai macam bunga. Sedangkan paman beserta istri dan keempat anaknya sudah pulang dari sore hari.
Emma tersenyum. “Nggak apa-apa, Sya. Besok ibu aku juga udah keluar dari rumah sakit. Nanti kamu datang ke rumah aja.”
Dari seberang sana Vannesya kian merasa tidak enak, pasalnya ia telah berjanji untuk datang hari ini. Tapi ia tidak bisa pergi ke mana-mana karena terus ditahan oleh kakeknya—yang entah kenapa hari ini bersikap lebih manja. “Yaudah kalau gitu. Sekali lagi maaf, ya, Em. Janji, deh, nanti gue bakal ke rumah lo.”
“Iya.”
“Gue tutup dulu teleponnya, ya, Em.”
“Sya!”
“Ya? Ada apa, Em?”
“Eum ... kamu nggak apa-apa?”
Vannesya mengerti maksud pertanyaan Emma. “Nggak apa-apa. Nanti besok gue cerita semuanya ke lo.”
“Oke. Selamat malam, Sya.”
“Selamat malam juga, Em.”
Sambungan telepon dimatikan. Emma menyimpan kembali ponselnya di saku depan, segera mengambil langkah untuk kembali ke kamar rawat inap ibunya.
Hari ini Emma menjaga ibunya sendiri di rumah sakit. Ayahnya mendapat pekerjaan mendadak, sementara kakaknya ikut membantu pekerjaan ayah mereka. Ayah dan kakaknya baru akan kembali besok, sekalian mengurus kepulangan ibunya. Pukul tujuh malam bangsal rumah sakit masih cukup ramai.
Kedua kaki Emma mendadak diam. Melihat pria yang sangat dia kenali berdiri tidak jauh darinya, tepatnya berdiri di dekat pintu ruang rawat ibunya. Emma meremas kantong obat yang ada di tangannya. Jantungnya berdebar-debar dan perasaanya mendadak takut.
Emma lupa kalau rumah sakit yang sekarang merawat ibunya adalah rumah sakit milik kakek Dylan—pria yang saat ini berdiri tidak jauh darinya. Kejadian kemarin di sekolah membuat Emma takut berhadapan dengan AVES, termasuk Dylan yang sebenarnya dia sukai. Bahkan ketika Emma tidak berurusan sama sekali dengan mereka, para AVES itu tetap bisa melempar kesalahan padanya.
Dan sekarang, apa yang dilakukan oleh Dylan di sini?
Emma menggeleng miris. Pertanyaan yang tidak perlu dijawab. Tentu saja, Dylan bisa berada di mana saja, karena rumah sakit ini milik kakeknya, dan akan segera diwariskan kepada Dylan nanti. Berhenti berpikir macam-macam tentang Dylan, Emma kembali melanjutkan langkahnya. Berusaha untuk tidak peduli dengan kehadiran Dylan.
“Tunggu.”
Suara dingin Dylan membuat Emma membeku. Wanita ini memiringkan tubuhnya, menatap Dylan. “Ya?” Tidak ada orang lain selain Emma di sini, yang artinya Dylan baru saja menegurnya untuk berhenti.
KAMU SEDANG MEMBACA
ENVELOVE [COMPLETE]
Teen FictionKarena kasus bullying, Vannesya Morris dipindahkan ayahnya ke New York. Vannesya mengira kehidupan barunya di Negeri Paman Sam tersebut akan membawa perubahan yang signifikan. Menjadi anak sekolahan yang baik dan tidak peduli dengan kehidupan New Yo...