68 – GRIEF
***
DULU SEKALI atau lebih tepatnya saat Vannesya kelas tiga SMP, ia pernah mempunyai seekor kucing. Kucing yang selama satu minggu selalu mengikutinya ketika ia pertama kali berjumpa di depan gerbang sekolah. Awalnya ia hanya memberi makan kucing itu dengan sepotong roti isi daging, kemudian di hari-hari berikutnya kucing itu selalu saja menunggu Vannesya di depan gerbang ketika ia mau pulang. Mendusel-dusel kakinya, mengeong-ngeong minta perhatian.
Vannesya bukan pecinta hewan, mau itu hewan berbulu sampai hewan melata sekalipun ia tidak menyukainya. Maka tidak pedulilah ia ketika si kucing selalu mencari-cari perhatian ketika melihat Vannesya menunggu jemputan. Padahal ia hanya memberi makan kucing itu satu kali, tapi sikap si kucing seolah-olah Vannesya adalah pecinta anabul yang akan menyayangi kucing itu sepenuh hati.
Entah kapan tepatnya, mungkin satu minggu setelah pertemuan pertamanya dengan kucing itu. Ada satu kejadian yang membuat Vannesya pada akhirnya membawa kucing itu pulang bersamanya. Hanya karena ia melihat kucing itu dicueki oleh kucing yang lebih besar darinya. Vannesya menyimpulkan, kucing tersebut adalah induknya—entahlah, Vannesya tidak tahu membedakan mana hewan betina dan mana hewan jantan. Ia hanya melihat kucing itu butuh dikasihani setelah mendapatkan penolakan.
Penolakan.
Ya, satu kata yang membuat Vannesya berpikir, mereka mempunyai nasib yang sama. Maka tanpa berpikir dua kali lagi ia membawa si kucing pulang bersamanya.
Kucing itu berwarna putih abu-abu gelap. Dia bukan jenis kucing berhidung pesek dan berbulu lebat, jenis kucing yang rela membuat manusia beruang untuk menghidupi hewan tersebut di dalam kandang yang nyaman.
Kucing yang ia beri nama Kiwi ini hanya kucing kampung. Sederhana saja kenapa ia memberi nama kucing itu Kiwi—kiwi adalah buah atau makanan yang paling tidak disukai oleh Vannesya. Karena pada awalnya ia memang tidak menyukai kucing itu karena suka mencari perhatiannya, maka Vannesya memberi nama kucing itu Kiwi.
Kiwi memang bukan kucing yang imut. Dia hanya kucing kampung berbadan kurus ketika Vannesya membawanya pulang. Tapi setidaknya, Kiwi adalah teman yang bisa ia ajak bicara mana kala Vannesya butuh ‘tempat’ membagi kisah, karena berbicara dengan Kiwi, Vannesya tidak akan mendapatkan balasan-balasan sok bijak dari permasalahan yang ia ceritakan.
Mulai saat itu, Kiwi adalah ‘tempat’ pertama yang akan ia datangi untuk berbicara. Duduk selama berjam-jam dengan Kiwi, bercerita berbagai macam hal yang hanya akan dibalas ngeong-ngeong oleh sang kucing, lambat-lambat membuat Vannesya mulai menyayangi kucing tersebut.
Kalau ditanya, apa yang pertama kali disayangi oleh Vannesya di dunia ini, maka jawabannya adalah Kiwi.
Meong-meong….
KAMU SEDANG MEMBACA
ENVELOVE [COMPLETE]
Teen FictionKarena kasus bullying, Vannesya Morris dipindahkan ayahnya ke New York. Vannesya mengira kehidupan barunya di Negeri Paman Sam tersebut akan membawa perubahan yang signifikan. Menjadi anak sekolahan yang baik dan tidak peduli dengan kehidupan New Yo...